RSS

PENYAKIT FLU BURUNG


TUGAS INDIVIDU
PENYAKIT FLU BURUNG

Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhamadiyah Pare-Pare
                                                                 Tahun 2013 
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Rosullah SAW. Penulis bersyukur kepada Ilahi Rabbi yang telah memberikan hidayah serta taufiknya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”EPIDEMIOLOGI” sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan dukungan dan motivasi terhadap penulis selama pembuatan makalah ini.
Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, demikian pula dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan makalah ini selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.


Pare-pare, 20  januari 2013

Tim penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………
A.    LATAR BELAKANG ……………………………………………………………..
BAB II TINJAUN PUSTAKA ……………………………………………………………..
      I.        PEMBAHASAN ………………………………………………………………….
A.    Perkembagan Teori Terjadinya Penyakit Flu Burung ………………………
1.    Hubungan teori terjadinya penyakit flu burung …………………………
2.    Hubungan penyebab penyakit flu burung ………………………………
3.    Model hubungan causal penyakit flu burung …………………………..
4.    Factor agent penyakit flu burung ………………………………………....
B.    Tahap-Tahap Riwayat Alamiah Penyakit Flu Burung ……………………..
C.   1. Upaya pencegahan penyakit flu burung ………………………………….
2. Bagaimana besarnya kemungkinan pencegahan flu burung ………….
D.   Transisi Epidemiologi Penyakit Flu Burung ………………………………….
E.    Etika Epidemiologi Penyakit Flu Burung ……………………………………..
F.    Konsep Dasar Epidemiologi Penyakit Flu Burung ………………………….
1.    Segitiga epidemiologi …………………………………………………..
2.    Portal of entri and exit ………………………………………………….
G.   Aplikasi Epidemiologi Penyakit Flu Burung …………………………………
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………..
A.    KESIMPULAN ……………………………………………………………………
B.    SARAN ……………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..






BAB I
LATAR BELAKANG
A.    PENDAHULUAN
Flu burung adalah penyakit akut menular yang disebabkan oleh virus H5N1, flu burung sangat berbahaya karena menyebabkan kematian unggas secara mendadak dan menyebar dengan cepat seperti; ayam, itik, angsa, kalkun, burung puyuh, burung-burung liar dan beberapa binatang dapat terkena infeksi flu burung, juga dapat menular pada manusia yang menyebabkan kematian. Virus H5N1 mempunyai karakteristik tersendiri karena dapat bertahan di dalam kerongkongan unggas dan lingkungan seperti air dan tanah dalam waktu beberapa minggu, virus tersebut juga bisa bertahan dalam waktu panjang pada suhu dingin dan virus bisa mati jika makanan dimasak hingga matang.
sebanyak 313 orang diseluruh dunia telah terjangkit virus AI dengan 191 diantaranya meninggal dunia. Kasus penyakit ini meningkat cepat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 tercatat terdapat 4 kasus, kemudian berkembang menjadi 46 kasus (2004), 97 kasus (2005), 116 kasus (2006), dan pada tahun 2007 pertanggal 15 juni sudah dilaporkan terjadi 50 kasus dengan angka kematian 60%. Negara yang terjangkit sebagian besar adalah negara-negara di asia (thailand, vietnam, kamboja, china, dan indonesia), tetapi saat ini telah menyebar ke irak dan turki.
Kasus AI di Indonesia bermula dari ditemukannya kasus pada unggas di pekalongan, jawa tengah pada bulan agustus 2003. Menghadapi penyakit yang semakin merebak, pemerintah memutuskan untuk mrengimpor vaksin dalam jumlah terbatas dan dilakukan vaksinasi pada sejumlah unggas. Pada januari 2004, ketua I persatuan dewan hewan indonesia (PDHI), C.A. Nidom, mengumumkan bahwa identifikasi DNA dengan sampel 100 ayam yang diambil dari daerah wabah menunjukkan positif telah terjangkit flu burung. Pada april 2004, dirjen bina produksi peternakan mengidentifikasi masuknya virus flu burung di indonesia, yakni penyelundupan vaksin flu burung, penyelundupan unggas, dan migrasi burung.
Sampai akhirnya, pada akhir februari 2005 ribuan unggas, ayam, dan burung di lima kabupaten dan kota di jawa barat mati karena flu burung. Untuk pertama kalinya, kasus flu burung pada manusia di indonesia ditemukan pada bulan juli 2005. Kemudian, pemerintah menetapkan flu burung sebagai kejadian luar biasa (KLB) nasional mengingat banyaknya korban, baik unggas maupun manusia yang terjangkit virus flu burug. Sampai dengan september 2008 penyebaran flu burung pada manusia di Indonesia yang telah dikonfirmasi oleh Komnas Flu Burung Indonesia telah menyebar di 12 provinsi, yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Lampung, Sulawesi selatan, Sumatera Selatan, Riau, dan Bali dengan jumlah kasus mencapai 137 dan 112 diantaranya meninggal dunia. jumlah kasus tterbanyak Jawa Barat dengan jumlah kasus 33 jiwa dan kasus meningggal 27 jiwa. sedangkan untuk daerah Tanggerang Banten memduduki peringkat terbanyak dengan jumlah kasus 25 jiwa dan meninggal 25 jiwa. Tanggerang merupakan salah satu daerah dengan kasus penularan Avian Influenza cukup tinggi. hingga saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggerang Banten telah menetapkan 10 kecamatannya sebagai daerah epidemis atau wilayah penyebab dan penularan virus flu burung. 
Wabah flu burung sangat merugikan masyarakat, selain dari segi kesehatan terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini disebabkan karena wabah flu burung membuat orang menjadi takut mengonsumsi daging ayam serta takut berpergian di daerah yang dinyatakan positif endemi flu burung, sehingga secara tidak langsung melumpuhkan sektor peternakan dan pariwisata di negara tersebut. padahal jika dilihat dari data FAO pada tahun 2003 Asia tenggara termasuk Indonesia merupakan tempat peternakan unggas terbesar kedua terbesar didunia, sehingga bisa dibayangkan berapa banyak kerugian yang akan diderita apabila sektor peternakan unggas ini lumpuh.
Virus jenis H5N1 dikenal sebagai virus flu burung yang paling membahayakan yang telah menginfeksi baik manusia ataupun hewan. Virus yang juga dikenal dengan A (H5N1) ini merupakan virus epizootic (penyebab epidemik di mahluk non manusia) dan juga panzootic (yang dapat menginfeksi binatang dari berbagai spesies dari area yang sangat luas.
            Virus avian influenza dapat menimbulkan gejala penyakit pernafasan pada unggas, dari yang patogen ringan (low pathogenic) sampai yang bersifat patogen ganas / fatal (highly pathogenic). Masa inkubasi penyakit ini adalah 3 hari pada unggas di luar kandang, sedangkan untuk unggas di dalam kandang (flok) mencapai 14-21 hari. Hal ini tergantung pada jumlah virus, cara penularan, spesies/jenis yang terinfeksi, dan kemampuan peternak untuk mendeteksi gejala klinis.
            Unggas (ayam, burung, itik, bebek, dll) merupakan sumber penularan virus avian influenza. Kebanyakan virus ini diisolasi dari itik, meskipun kebanyakan burung dapat juga terinfeksi, termasuk burung liar dan unggas air. Unggas air lebih kebal (resisten) terhadap virus ini daripada unggas peliharaan. Virus tersebut tidak menyebabkan penyakit yang nyata pada unggas air, namun dapat menyebabkan dampak yang sangat fatal pada unggas peliharaan, dan juga telah teridentifikasi adanya virus avian influenza pada babi.
Seorang pakar biomolekuler Universitas Airlangga CA Nidom mengatakan bahwa Avian Influenza (AI) bisa menjadi bom waktu di Indonesia. Sumber penularan bisa berasal dari hewan unggas yang telah terinfeksi AI. Virus AI ini sangat cepat melakukan mutasi gen, apabila terkena pada manusia dan melakukan mutasi gen maka virus H5N1 akan terjadi penularan antar manusia. Apabila ini telah terjadi maka penularan selanjutnya akan lebih mudah cepat merambah kepada manusia.
Selama ini, berdasarkan catatan WHO-Organisasi Kesehatan Dunia, selama 2012 ada sebanyak delapan kasus Flu Burung di Indonesia yang berakhir dengan kematian. Menurut WHO merupakan jumlah tertinggi didunia dibandingkan dengan negara Banglades, Kamboja, Vietnam, China dan Mesir. Sejak kasus flu burung tahun 2005 di Indonesia telah terjadi 159 kematian dari 191 kasus flu burung. Penyebab kematian ini adalah karena keterlambatan pengobatan dan pertolongan setelah 48 jam sejak gejala awal flu burung.
Angka yang sangat besar terhadap penyakit flu burung ini dan membuat Indonesia sebagai yang tertinggi didunia, sebenarnya masih belum akurat mengingat dari data manusia Indonesia yang pernah tercatat sebagai penderita flu burung sebenarnya masih dalam setatus Suspect flu burung. Entah mengapa sebagian angka suspect flu burung itu menjadi nyata sebagai pengidap flu burung. Pada waktu itu, memang dunia memberikan banyak bantuan keuangan yang sangat besar untuk penanganan dan penanggulangan flu burung di Indonesia. Apakah mungkin para pejabat Indonesia dikala itu hanya untuk mendapatkan bantuan keuangan sehingga angka suspect menjadi nyata positif sebagai penderita mengidap flu burung ?
Selalu yang terjadi apabila yang dilakukan oleh para Dinas Peternakan jika ada penanggulangan flu burung yang menjadi sasaran adalah unggas yang dimiliki rakyat. Cara ini adalah keliru, karena yang paling mendasar dan sebagai biangnya penyakit flu burung adalah berasal dari perusahaan Breeding Farm dari para perusahaan PMA dan PMDN. Para breeding farm inilah yang seharusnya menjadi sasaran penanggulangan flu burung oleh pemerintah.








BAB II
TINJAUN PUSTAKA
      I.        PEMBAHASAN
A.    Perkembangan Teori Terjadinya Penyakit Flu Burung
1.    Hubungan Teori Terjadinya Penyakit Flu Burung
Avian influenza pertama kali ditemukan menyerang di itali sekitar 100 tahun yang lalu. Wabah virus ini menyerang manusia pertama kali di Hongkong pada tahun 1997 dengan 18 korban dan 6 diantaranya meninggal. Sejarah dunia telah mencatat tiga pandemi besar yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Pandemi pertama terjadi pada tahun 1918 berupa flu spanyol yang disebabkan oleh subtipe H1N1 dan memakan korban meninggal 40 juta orang. Pandemi ini sebagian besar terjadi di eropa dan amerika serikat. Pandemi kedua terjadi pada tahun 1918 berupa flu asia yang disebabkan oleh H2N2 dengan korban 4 juta jiwa. Pandemi terakhir pada tahun 1968 berupa flu hongkong yang disebabkan oleh H3N2 dengan korban 1 juta jiwa.
Flu Burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit menular yang disebabkan virus influenza tipe A strain H5N1 yang ditularkan oleh unggas. Virus influenza terdapat 3 tipe yaitu A, B, C, ketiganya dapat menyerang manusia tetapi tipe A pada umumnya menyerang pada hewan tingkat rendah dan unggas. Virus AI sebenarnya tidak mudah menyerang manusia tetapi berubah karena mutasi/ reassortment. Masa inkubasi Flu Burung adalah 1 – 7 hari dengan rata-rata 3 – 4 hari. Saat ini banyak unggas bersifat “enzootic” yaitu sehat tetapi terinfeksi terutama unggas air) yaitu kotoran yang mengandung virus. Lingkungan yaitu tanah, air, lumpur dan pupuk atau biofertilizer dan sebagainya sudah tercemar. Outbreak (kematian dalam jumlah besar) pada unggas sudah jarang tetapi sporadic (kematian beberapa ekor) masih sering terjadi sehingga perlu diwaspadai.
Penularan Flu Burung dapat melalui kontak langsung dengan unggas (close contact, menyentuh, menyembelih, mengubur, mengolah dan lain-lain). Lingkungan seperti udara, air, tanah, lumpur, pupuk, alat yang tercemar dan konsumsi unggas/ produk unggas yang tidak dimasak secara sempurna dapat juga menjadi sumber penularan Flu Burung. Selain itu, penularan dapat melalui penderita tetapi sangat terbatas dan tidak efisien terbukti kasus klaster yang saat ini belum terbukti Human to Human Transmision. Faktor resiko terjadi Flu Burung adalah pada wilayah dimana terjadi interaksi dinamis antara manusia, hewan, virus dan lingkungan. Gejala dan cara penularan AI yaitu demam dengan suhu > 38º C, batuk, pilek dan sesak napas. Gejala klinis mirip dengan influenza musiman, kontak dengan unggas sakit/ mati, kontak dengan hewan lain seperti kucing, anjing dan lain-lain belum terbukti. Pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyakit.
2.    Hubungan Penyebab Penyakit Flu Burung
-          Sebab akibat Penyebab Flu Burung adalah Virus Influenza tipe A family Orthomyxoviriclae mempunyai 2 permukaan glikoprotein yang penting yaitu Hemaglutinin (H: 1-6) dan Neurominidase (H:1-9). Komposisi H dan N sangat labil mudah mengalami mutasi sehingga virulensi dan patogenitasnya sangat bervariasi, mudah menular dan pola penularannya sulit diketahui. Stabilitas H5N1 adalah tahan dalam air bersuhu 22º C selama 4 hari dan pada suhu 0º C tahan > 30 hari. Pada tinja unggas selama 32 hari, in aktif dengan pemanasan 56º C selama 3 jam dan pada suhu 60º c selama 30 menit. Pada daging ayam, virus in aktif pada suhu 80º C selama 1 menit dan pada suhu 60º C selama 30 menit. Pada telur, virus in aktif pada suhu 64º C selama 5 menit dan virus ini mudah in aktif dengan detergen, alcohol, karbol, bleach/ hipoklorit dan desinfektan lain. Seseorang yang menderita demam dengan suhu > 38º C disertai suhu atau lebih gejala: batuk, sakit tenggorok, pilek dan sesak napas, dengan satu atau lebih keadaan, dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai kontak dengan unggas sakit/ mati mendadak, tnggal di lokasi yang ada kematian unggas, kontak dengan penderita AI confirm, kontak dengan specimen Flu Burung.
-          Proses Terjadinya flu burung – Bereaksi Menyebabkan Orang Sakit.
Manusia yang tertular virus flu burung diketahui dengan gejala-gejala umumnya orang terkena flu biasa seperti pilek, demam dengan suhu badan tidak stabil, batuk, nyeri otot, sakit tenggorokan dan sesak napas. Apabila keadaan memburuk bisa menimbulkan penyakit saluran pernapasan akut sampai mengancam jiwa seseorang.

3.    MODEL HUBUNGAN CAUSAL PENYAKIT FLU BURUNG
a.    Single Cause
Flu burung atau avian influenza disebabkan oleh virus influenza tipe A jenis H5N1. H5N1 memiliki dua sifat yang mudah berubah: antigenic shift dan antigenic drift. H5N1 bisa bercampur dengan virus influenza yang biasa diidap manusia. Penularan terjadi karena kontak langsung dengan unggas atau kotoran unggas yang terinfeksi flu burung.
b.    Multiple Cause
Burung liar dan unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1. Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Namun demikian, virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi. Oleh karena itu daging, telur, dan hewan harus dimasak dengan matang untuk menghindari penularan. Kebersihan diri perlu dijaga pula dengan mencuci tangan dengan antiseptik. Kebersihan tubuh dan pakaian juga perlu dijaga. Virus dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan yang didinginkan atau dibekukan dapat menyimpan virus. Tangan harus dicuci sebelum dan setelah memasak atau menyentuh bahan makanan mentah.
c.    Myltiple Cause
virus influenza tipe A subtipe H5 dan H7 serta H9, komponen H dan N merupakan antigen penting yang menentukan kemampuan virus untuk merusak sel targetnya. Seluruh virus tipe A mudah bermutasi dan salah satunya dapat menyebabkan penyakit pada manusia dalam bentuk berat. H kepanjangan dari haemagglutinin dan N adalah neuraminidase. Virus ini dapat menjadi menular dan mematikan sehingga disebut highly pathogenic avian influenza. Flu burung dapat menularkan manusia.

4.    FAKTOR AGENT PENYAKIT FLU BURUNG
a.    Faktor Biologis
Faktor lingkungan biologis pada penyakit flu burung yaitu agent. Agent merupakan sesuatu yang merupakan sumber terjadinya penyakit yang dalam hal ini adalah virus aviant influenza (H5N1). Sifat virus ini adalah mampu menular melalui udara dan mudah bermutasi. Daerah yang diserang oleh virus ini adalah organ pernafasan dalam, hal itulah yang membuat angka kematian akibat penyakit ini sangat tinggi.
b.    Faktor Fisik
Faktor  suhu lingkungan yang tidak optimal baik suhu yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh seseorang pada saat itu sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap mudah tidaknya virus menjangkiti seseorang. Selain itu virus flu burung juga memerlukan suhu yang optimal agar dapat bertahan hidup.
Faktor musim pada penyakit flu burung terjadi karena adanya faktor kebiasaan burung untuk bermigrasi ke daerah yang lebih hangat pada saat musim dingin. Misalkan burung-burung yang tinggal di pesisir utara Cina akan bermigrasi ke Australia dan Asia Tenggara pada musim dingin, burung-burung yang telah terjangkit tersebut akan berperan menularkan flu burung pada hewan yang tinggal di daerah musim panas atau daerah tropis tempat burung tersebut migrasi.
Faktor tempat tinggal pada penyakit flu burung misalnya apakah tempat tinggal seseorang dekat dengan peternakan unggas atau tidak, di tempat tinggalnya apakah ada orang yang sedang menderita flu burung atau tidak.
c.    Faktor  Kimia
Melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak untuk meningkatkan kekebalannya. Vaksinasi dilakukan dengan menggunakan HPAI (H5H2)  inaktif dan vaksin rekombinan cacar ayam atau fowlpox dengan  memasukan gen virus avian influenza H5 ke dalam virus cacar.
d.    Faktor Sosial
Faktor lingkungan sosial meliputi kebiasaan sosial, norma serta hukum yang membuat seseorang berisiko untuk tertular penyakit. Misalnya kebiasaan masyarakat Bali yang menggunakan daging mentah yang belum dimasak terlebih dahulu untuk dijadikan sebagai makanan tradisional. Begitu pula dengan orang- orang di eropa yang terbiasa mengonsumsi daging panggang yang setengah matang atau bahkan hanya seper-empat matang. Selain itu juga pada tradisi sabung ayam akan membuat risiko penyakit menular pada pemilik ayam semakin besar.
B.    TAHAP-TAHAP RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT FLU BURUNG
1.    Tahap prepatogenesis
Fase rentan (pre-patogenesis) adalah tahap berlangsungnya proses etiologis, dimana faktor penyebab pertama untuk pertama kalinya bertemu dengan pejamu (Host). Faktor penyebab pertama ini belum menimbulkan penyakit, tetapi telah mulai meletakkan dasar-dasar bagi berkembangnya penyakit di kemudian hari. Faktor penyebab pertama ini disebut juga faktor resiko karena kehadirannya meninggalkan kemungkinan terhadap terjadinya penyakit sebelum fase ireverbilitas. Tahap rentan pada flu burung adalah orang yang berada di daerah endemik. Pada tahap ini terjadi penyebaran dan penularan virus tapi proses penyebarannya belum dipahami secara menyeluruh. Bebek dan angsa merupakan pembawa (carrier) virus influenza A subtipe H5 dan H7. Unggas air liar ini juga menjadi reservoir alami untuk semua virus influenza. Diperkirakan penyebaran virus flu burung karena adanya migrasi dari unggas liar tersebut.
2.    Tahap patogonesis
Tahap ini meliputi 4 sub tahap yaitu :
·         Tahap inkubasi
-       Pada Unggas : 1 minggu
-        Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari .
·         Tahap Penyakit Dini
Tahap ini melalui dengan munculnya gejala penyakit yang kelihatannya ringan. Tahap ini sudah mulai menjadi masalah kesehatan.
-          Demam (suhu badan diatas 38 °C
-          Batuk dan nyeri tenggorokan
-          Radang saluran pernapasan atas
-          Pneumonia
-          Infeksi mata
-          Nyeri otot.
·         Tahap Penyakit Lanjut
Manusia yang tertular virus flu burung diketahui dengan gejala-gejala umumnya orang terkena flu biasa seperti pilek, demam dengan suhu badan tidak stabil, batuk, nyeri otot, sakit tenggorokan dan sesak napas. Apabila keadaan memburuk bisa menimbulkan penyakit saluran pernapasan akut sampai mengancam jiwa seseorang dan menyebabakan kematiaan.
3.    Tahap pascatogenesis
Penanganan medis maupun pemberian obat dilakukan oleh petugas medis yang berwenang. Obat-obatan yang biasa diberikan adalah penurun panas dan anti virus. Di antara antivirus yang dapat digunakan adalah jenis yang menghambat replikasi dari neuramidase (neuramidase inhibitor), antara lain Oseltamivir (Tamiflu) dan Zanamivir. Masing-masing dari antivirus tersebut memiliki efek samping dan perlu diberikan dalam waktu tertentu sehingga diperlukan opini dokter.
C.  1. Upaya pencegahan penyakit flu burung
Ø  Primordial Prevention
Pada saat ini tidak ada vaksin yang mampu mencegah penyakit ini, jika sudah terjangkitpada manusia penangananya sukar dilakukan. Maka dari itu pencegahan flu burung atau virus H5N1 sangatlah penting dengan cara sebagai berikut; melatih diri sendiri dan menjaga kesehatan makanan, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah kontak dengan unggas dan produk unggas lainya, juga sebelum menyiapkan makanan dan sebelum makan, beli unggas yang sehat, jangan makan darah mentah, daging atau telur unggas setengah matang, jangan menyemblih unggas sakit, janaagan makan unggas mati atau sakit, hindari kontak dengan sumber yang terinfeksi, jangan biarkan anak-anak bermain di dekat kandang, jangan biarakan unggas berkeliaran di dalam rumah, gunakan masker atau sarung tangan saat kontak atau menyemblih unggas, kubur limbah unggas ( bulu, jeroan, dan darah ), mandi dan ganti pakaian dan pakaian yang dipakao kontak dengan unggas dicuci dengan sabun, jika mengalami demam tinggi, sakit pada dada, susah bernafas sakit kepala dan otot terasa ngilu sesudah kontak dengan unggas segera poergi ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang tepat.oleh dokter.
Ø  Primary Prevention
a) Melakukan promosi kesehatan (promkes) terhadap masyarakat luas, terutama mereka yang berisiko terjangkit flu burung seperti peternak unggas.
b)  Melakukan biosekuriti yaitu upaya untuk menghindari terjadinya kontak antara hewan dengan mikroorganisme yang dalam hal ini adalah virus flu burung, seperti dengan melakukan desinfeksi serta sterilisasi pada peralatan ternak yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme pada peralatan ternak sehingga tidak menjangkiti hewan.
c) Melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak untuk meningkatkan kekebalannya. Vaksinasi dilakukan dengan menggunakan HPAI (H5H2)  inaktif dan vaksin rekombinan cacar ayam atau fowlpox dengan  memasukan gen virus avian influenza H5 ke dalam virus cacar.
d) Menjauhkan kandang ternak unggas dengan tempat tinggal.
e) Menggunakan alat pelindung diri seperti masker, topi, baju lengan panjang, celana panjang dan sepatu boot saat memasuki kawasan peternakan.
f) Memasak dengan matang daging sebelum dikonsumsi. Hal ini bertujuan untuk membunuh virus yang terdapat dalam daging ayam, karena dari hasil penelitian virus flu burung mati pada pemanasan 60°C selama 30 menit.
g) Melakukan pemusnahan hewan secara massal pada peternakan yang positif ditemukan virus flu burung pada ternak dalam jumlah yang banyak.
h) Melakukan karantina terhadap orang-orang yang dicurigai maupun sedang positif terjangkit flu burung.
i)  Melakukan surveilans dan monitoring yang bertujuan untuk mengumpulkan laporan mengenai morbilitas dan mortalitas, laporan penyidikan lapangan, isolasi dan identifikasi agen infeksi oleh laboratorium, efektifitasvak sinasi dalam populasi, serta data lain yang gayut untuk kajian epedemiologi.
Ø  Secondary Prevention
Pencegahan Secondary Prevention  adalah pencegahan yang dilakukan dengan tujuan untuk mencegah dan menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan pengobatan tepat. Dengan melakukan deteksi dini maka penanggulangan penyakit dapat diberikan lebih awal sehingga mencegah komplikasi, menghambat perjalanannya, serta membatasi ketidakmampuan yang dapat terjadi. Pencegahan ini dapat dilakukan pada fase presimptomatis dan fase klinis. Pada flu burung pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan screening yaitu upaya untuk menemukan penyakit secara aktif pada orang yang belum menunjukkan gejala klinis. Screening terhadap flu burung misalnya dilakukan pada bandara dengan memasang alat detektor panas tubuh sehingga orang yang dicurigai terjangkit flu burung bias segera diobati dan dikarantina sehingga tidak menular pada orang lain.
Ø  Tertiary Prevention
Pencegahan Tertiary Prevention  adalah segala usaha yang dilakukan untuk membatasi ketidakmampuan. Pada flu burung upaya pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengobatan intensif dan rehabilitasi.
A.  Bagaimana besarnya kemungkinan pencegahan penyakit flu burung
            Upaya untuk mengurangi resiko berjangkitnya flu burung adalah dengan menyebar luaskan informasi yang benar mengenai penanganan flu burung, Pengalaman telah menun jukan apabila masyarakat mendapat informasi yang benar maka tidak jarang masyarakat sendiri kemudian dapat menyebarkan dan mengembangkan menjadi kekuatan perubahan yang besar untuk menghadapi berbagai masalah termasuk flu burung. Terkait dengan hal tersebut, bersama ini perlu untuk diketahui oleh masyarakat pada umumnya yang telah diresahkan oleh menyebarnya virus flu burung yang mematikan itu, agar masyarakat senantiasa mengetahui apa flu burung itu dan tindakan apa yang bisa dilakukan agar terhindari dari marabahaya flu burung, melalui tulisan ini akan dicoba untuk menginformasikanya, mulai terjangkit antar unggas sampai pada manusia.
            alangkah lebih baik jika masyarakat melakukan pencegahan dan melakukan beberapa tindakan yang benar untuk mengantisipasi serangan flu burung. Tak perlu panik dan berlebih, hanya perlu untuk memperhatikan beberapa hal berikut :
  • Gunakan pelindung (Masker, kacamata renang, sarung tangan) setiap berhubungan dnegan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas
  • Setiap hal yang berasal dari saluran cerna unggas seperti sekresi harus ditanam/dibakar supaya tidak menular kepada lingkungan sekitar
  • Cuci alat yang digunakan dalam peternakan dengan desinfektan
  • Kandang dan Sekresi unggas tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan
  • Memasak daging ayam dengan benar pada suhu 80 derajat dalam 1 menit dan membersihkan telur ayam serta dipanaskan pada suhu 64 derajat selama 5 menit.
  • Menjaga kebersihan lingkungan dan diri sendiri.
D.   TRANSISI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT FLU BURUNG
Variasi antigenik virus influenza sering ditemukan melalui drift dan shift antigenik. Drift antigenik terjadi karena adanya perubahan struktur antigenik yag bersifat minor pada permukaan antegen H dan atau N, sedangkan shift antigenik terjadi karena adanya perubahan yang bersifat dominan pada struktur antigenik. Pengaturan kembali struktur genetik virus pada unggas dan manusia diperkirakan merupakan suatu sebab timbulnya strain baru virus pada manusia yang bersifat pandemik (meluas ke berbagai negara). Dalam hal ini virus pada unggas dapat berperan pada perubahan struktur genetik virus influenza pada manusia dengan menyumbangkan gen pada virus galur manusia.
Unggas yang menderita flu burung dapat mengeluarkan virus berjumlah besar dalam kotoran (feses) maupun sekreta yang dikeluarkannya. Menurut WHO, kontak unggas liar dengan ungas ternak menyebabkan epidemik flu burung di kalangan uggas. Penularan penyakit terjadi melalui udara dan eskret unggas yang terinfeksi. Virus flu burung mampu bertahan hidup dalam air sampai 4 hari pada suhu 22 derajat celius dan lebih dari 30 hari pada suhu 0 derajat celcius. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama, namun akan mati pada pemanasan 60 detajat celcius selama 30 menit atau 90 derajat celcius selama 1 menit.
Mekanisme penulara flu burung pada manusia melalui beberapa cara:
1. virus             unggas liar             unggas domestik             manusia
2. virus             unggas liar             unggas domestik             babi              manusia
3. virus             unggas liar             unggas domestik             babi              manusia   
 Manusia

Gambar 4. transisi penyakit flu burung
 Sampai bulan maret 2006, penularan dari manusia ke manusia lain (human-to-human transmission) masih sangat jarang. Meskipun demikian, Para ahli mengkhawatirkan adanya kasus-kasus klaster keluarga karena merupakan indikator peenularan antarmanusia. Munculnya kasus-kasus klaster dalam skala kecil dan simultan yangg diikuti klaster-klaster skala besar merupakan tanda munculnya pandemi.
E.    ETIKA EPIDEMIOLOGI PENYAKIT FLU BURUNG
            Hal-hal yang sering dianggap remeh oleh para peternak menjadi salah satu jalan penularan virus ini seperti
1.      Jarang membersihkan kandang
            Pembersihan kandang sebaikanya dilakukan minimal 2 kali seminggu, sehingga feces yang merupakan salah satu agen penyebar virus ini dapat dimusnahkan. Selain membuat unggas merasa lebih nyaman, hal ini dapat mengurangi resiko penyebaran virus tersebut.
2.      Tidak pernah menggunakan alat pelindung diri
            Alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan celemek sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh para peternak. Hal-hal kecil seperti ini sering dilupakan oleh para peternak.
3.      Pemberian vaksinasi kepada unggas nya
            Seperti orang awam lain biasanya pemberian vaksinasi kepada unggas-unggasnya dilakukan bila sudah terdapat korban. Bila belum biasanya para peternak hamper tidak pernah member vaksin kepada unggas-unggas yang mereka pelihara
4.      Letak peternakan dengan perumahan
            Unggas sebaiknya tidak dipelihara di dalam rumah atau ruangan tempat tinggal. Peternakan harus dijauhkan dari perumahan untuk mengurangi risiko penularan. Masyarakat di daerah bangli khususnya sering membangun kandang unggas mereka di dekat rumah yang mereka diami, hal ini membuat resiko penularan flu burung semakin mudah.
5.      Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung.
Setiap hal yang berasal dari saluran cerna unggas seperti sekresi harus ditanam/dibakar supaya tidak menular kepada lingkungan sekitar
6. Cuci alat yang digunakan dalam peternakan dengan desinfektan
7. Kandang dan Sekresi unggas tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan
8. Memasak daging ayam dengan benar pada suhu 80 derajat dalam 1 menit dan membersihkan telur ayam serta dipanaskan pada suhu 64 derajat selama 5 menit.
9. Menjaga kebersihan lingkungan dan diri sendiri.
10. Segera memusnahkan unggas yang mati mendadak dan unggas yang jatuh sakit utnuk memutus rantai penularan flu burung, dan jangan lupa untuk mencuci tangan setelahnya.
11. Kebiasaan mencuci tangan
12. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup.
13. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
- Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)
- Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 800 °C selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu ± 640 °C selama 4,5 menit.
F.    KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI PENYAKIT FLU BURUNG
1.    SEGITIGA EPIDEMIOLOGI
·         Agent
-          Gol. Biologic yaitu virus influenza tipe A .
-          Gol. Nutrients yaitu  tidak memasak  makanan unggas/ ayam dan telur.
·         Host
-          Umur dan kekebalan yaitu anak – anak lebih mudah  terserang karena sistem kekebalan tubuh anak-anak belum begitu kuat.
-          Perilaku manusia yaitu kebiasaan – kebiasaan  buruk seperti tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktifitas,berinteraksi dengan unggas.
-          Adat kebiasaan yaitu banyak masyarakat yang memelihara unggas di dekat rumah/pemukiman.
·         Environment
-          Lingkungan fisik
-          Lingkungan biologis
-          Lingkungan social-Ekonomi  
1. Perkerjaan yaitu orang yang berkerja pada perternakan unggas
2. Urbanisasi       (perpindaan dari atau tempat yang terinfeksi virus).
2.    Portal Of Entry And Exit
Flu burung bisa menulari manusia bila manusia bersing-gungan langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di saluran pencernaan unggas. Unggas yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini melalui tinja, yang kemudian mengering dan hancur menjadi semacam bubuk. Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya.
Menurut WHO, flu burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia dibanding dari manusia ke manusia. Belum ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, dan juga belum terbukti penularan pada manusia lewat daging yang di-konsumsi. Satu-satunya cara virus flu burung dapat menyebar. dengan mudah dari manusia ke manusia adalah jika virus flu burung tersebut bermutasi dan bercampur dengan virus flu manusia.
Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Penularan pada manusia karena kontak langsung, misalnya karena menyentuh unggas secara langsung, juga dapat terjadi melalui kendaraan yang mengangkut binatang itu, di kandangnya dan alat-alat peternakan ( termasuk melalui pakan ternak ).
Penularan dapat juga terjadi melalui pakaian, termasuk sepatu para peternak yang langsung menangani kasus unggas yang sakit dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar serta berbagai mekanisme lain.
G.   Aplkasi Epidemiologi Penyakit Flu Burung
                 Salah satu aplikasi epidemiologi adalah bahwa setiap penyakit hadir tidak begitu saja, namun dengan pola tertentu. Pola ini berkenaan dengan waktu, tempat dan orang. Artinya, penyakit memiliki pola tertentu, tempat-tempat yang memungkinkan, serta orang-orang yang secara epidemiologis amat rentan atau mudah tertular atau menderita penyakit tertentu. Jika saja menggunakan epidemiologi yang tepat, maka flu burung sebenarnya sudah bisa ditebak akan terjadi dimana. Ambil contoh soal tempat. Mengingat bahwa flu burung menular melalui unggas, maka mereka yang berada dekat dengan kawasan ini akan sangat mudah tertular. Mengapa terjadi, ini memerlukan penelitian dan penyelidikan epidemiologi. Menyangkut orang, mereka yang terkena flu burung biasanya tidak mengenal umur dan jenis kelamin. Namun ada hal yang bisa dikerjakan secara epidemiologis, yaitu bahwa terdapat kelompok-kelompok berisiko lebih tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Risiko ini ada karena memiliki karakteristik tertentu yang meningkatkan kemungkinan memperoleh penyakit. Mereka adalah para peternak, pemelihara burung, pengguna pupuk ternak unggas, serta yang berada di kawasan peternakan. Masalahnya, memang mengendalikan hal ini di tempat kita sangat sulit. Kebanyakan lokasi peternakan unggas amat dekat dengan manusia sehingga memudahkan penularan penyakit.Hanya dengan menggunakan data-data mengenai waktu, tempat dan orang di atas, maka epidemiologi sudah bisa menebak apa yang akan terjadi pada sebuah daerah. Maka seharusnya, penentu kebijakan di daerah ini sudah menerapkan salah satu “senjata” utama epidemiologis, yaitu mekanisme surveilans. Surveilans pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk memantau dan memperhatikan jalannya penyakit.Ada sementara pandangan, terutama dari petinggi kesehatan di daerah ini, yang menyatakan bahwa Sumatera Utara tidak mengalami kasus flu burung. Ini merupakan cara berpikir yang amat salah kaprah.Tidak ditemukannya kasus flu burung selama ini disebabkan setidaknya oleh beberapa hal.
-          Pertama, setiap penyakit memiliki yang namanya riwayat alamiah penyakit. Artinya, tanpa intervensi, setiap penyakit akan menempuh sebuah perjalanan mulai dari tahap dimana belum muncul gejala sampai dengan tahap dimana penyakit sudah semakin parah. Tiadanya penemuan kasus flu burung bisa karena masa yang dilewati masih belum diketahui, karena berada dalam zone yang disebut sub-klinis. Andainya ada penemuan kasus pun, maka kasus tersebut sudah terlambat ditangani karena perjalanan kasus biasanya sudah cukup panjang.
-          Kedua, tidak ditemukannya kasus flu burung juga bisa berarti bahwa sistem deteksi yang dikerjakan tidak memadai untuk menemukan kasus. Artinya petugas kesehatan tidak bekerja maksimal atau perangkat deteksi tidak memadai untuk itu.
           Sebaliknya penemuan kasus juga bukan berati bahwa kasus meningkat, namun mungkin karena petugas kesehatan baru bekerja keras dengan menggunakan alat yang canggih.Jadi, siapapun tidak boleh dengan terlalu terburu-buru menjamin bahwa Sumatera Utara bebas dari flu burung. Pernyataan tersebut tidak berdasar dan sama sekali menyesatkan bahkan meresahkan masyarakat.Kembali kepada pemantauan bernama surveilans, masalah kesehatan sebenarnya bisa dikendalikan sedini mungkin jika perangkat ini berjalan dengan baik. Sistem surveilans mengumpulkan data terus menerus memantau. Pemantauan berdasarkan grafik yang dibuat untuk itu, serta mengeksekusi keputusan berkaitan dengan melonjaknya penyakit.Luputnya pengetahuan mengenai pemantauan flu burung di Sumatera Utara kelihatannya karena sektor kesehatan dan lintas sektor, mengabaikan surveilans. Jika saja ini tadinya bisa diterapkan, maka sedini mungkin, akan dilakukan intervensi di daerah dengan kasus flu burung pada unggas, atau daerah yang potensial mengalami flu burung.Intervensi Secara cepat, epidemiologi juga menggunakan prangkat khusus untuk melakukan intervensi terhadap penyakit. Hal itu ditempuh dengan menggunakan tiga pertanyaan penting, yaitu apakah program yang sudah dikerjakan selama ini, lalu apakah hasil yang dicapai dengan program itu, berikutnya, apalagi yang bisa dikerjakan.
           Secara epidemiologi, langkah pertama untuk melakukan penanggulangan masalah flu burung di wilayah ini adalah menyusun sebuah tim yang dipimpin oleh seorang epidemiologi, yang akan bergerak ke dalam dua wilayah utama, yaitu yang berkaitan dengan masalah kesehatan, dan yang berkaitan dengan sektor di luar kesehatan. Wilayah di luar kesehatan perlu dilibatkan tentunya dengan mendapatkan suport data dari sektor kesehatan. Dalam gerakan ini, sektor kesehatan sesegera mungkin untuk melakukan penyelidikan epidemiologis mengetahui lokasi, faktor risiko, kelompok potensial dan noda penularan flu burung di wilayah ini. Pengetahuan mengenai pola ini harus secepat mungkin dikerjakan, sembari mengobati penderitanya. Masyarakat di kawasan tersebut juga difokuskan perhatiannya pada pengenalan gejala, sehingga kasus flu burung bisa diminimalisir ledakannya.Berdasarkan data-data yang dikumpulkan itu, maka sektor di luar kesehatan bisa mengerjakan pekerjaan pemusnahan unggas (jika diperlukan), pembagian desinfektan serta penerangan kepada masyarakat, bahkan isolasi transportasi lokasi yang terserang. Apa boleh buat, untuk mencegah penularan ini ke wilayah yang lebih luas, maka hal-hal tersebut harus dikerjakan untuk sementara waktu.Berikutnya, seluruh perangkat kesehatan di daerah ini diminta siaga. Hadirnya flu burung di satu daerah yang berdekatan akan meningkatkan risiko penularan pada daerah lain, mengingat mobilitas penduduk yang sangat tinggi.
           Pendistribusian data dan perangkat yang berhubungan dengan informasi ini harus dikerjakan dan dilakukan. Semua daerah harus mengawasi perubahan-perubahan yang muncul di daerahnya. Petugas kesehatan harus segera melakukan pemeriksaan secara random pada lokasi yang rawan flu burung, serta melaporkan setiap kasus diduga (suspect) pada tahap yang paling dini.Tidak ada salahnya menyiagakan masyarakat. Seluruh upaya yang mungkin bisa dikerjakan oleh masyarakat harus dilakukan. Promosi kesehatan juga harus dikerjakan di seluruh daerah.Inilah kejadian flu burung pertama pada manusia di Sumatera Utara. Semoga saja ini bukan awal, namun segera bisa diakhiri dan memutuskan mata rantai penularan flu burung yang semakin mengglobal ini. Kita mungkin terlambat dalam mendeteksinya, namun jangan sampai terlambat dalam menanganinya. Aplikasi epidemiologi adalah kata kunci terhadap seluruh upaya pengendalian masalah kesehatan, termasuk flu burung.













BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Jelas dalam penyampaian materi, tegas, berinteraksi dengan mahasiswa dengan baik, dan kadang-kadang jg terlalu cepat dalam menyampaikan materi. Tak lupa saya ucapakan Terima kasih kepada ibu dosen yang telah mengajar dengan sangat baik, memberikan materi, canda tawa, dan ilmu yang sangat bermanfaat. Doakan kami untuk terus tetap berjuang menggapai cita-cita kami di semester berikutnya. AMIENA……..
B.    SARAN
Jangan terlalu cepat dalam menyampaikan materi, kalau kasih tugas jangan yang terlalu susah bu..













DAFTAR PUSTAKA
Widoyono, 2005, Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, Dan Pemberantasannya), Erlangga; Jakarta
Nurheti Yuliarti, 2006, Menyingkap Rahasia Penyakit Flu Burung, Andi Yogyakarta; Yogyakarta
Anonim, 2005, Artikel Tentang Flu Burung, www.who.go.int   
Anonim, 2006, Artikel Tentang Flu Burung, www.depkes.go.id
Anonim, 2005, Artikel Dan Lapotran Tentang Perkembangan Kasus Flu Burung, www.deptan.go.id
Soeyoko, Tinjauan Pustaka Flu Burung, Vol.1, No.1 Januari 2007 : 1-50, http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/410715.pdf, di akses tanggal 23 oktober 2011
Yudhastuti, Ririh, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.2, No. 2 Januari 2006 : 183 – 194, http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-2-08.pdf, di akses tanggal 23 oktober 2011
Wiguna, I Komang Candra, 2009, Peranan Faktor Host, Agent Dan Lingkungan Pada Terjadinya Penyakit Flu Burung, Perjalanan Alamiah Dan Tahap-Tahap Pencegahannya, http://www.scribd.com/doc/20518346/Peranan-Host-Agent-Dan-Lingkungan-Pada-Flu-Burung, di akses tanggal 23 oktober 2011
Tabbu, Charles Rangga, 2000, Penyakit Ayam Dan Penanggulangannya, Kanisius; Yogyakarta
Anonim, Key Facts About Avian Influenza (Bird Flu) And Highly Pathogenic Avian Influenza A (H5N1) Virus, Http://Www.Cdc.Gov/Flu/Avian/Gen-Info/Facts.Htm, di akses tanggal 24 oktober 2011

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar