Tugas
Individu DASAR DASAR EPIDEMOLOGI
Penyakit
ISPA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADYA
PAREPARE
TAHUN 2013
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat danhidayah-Nya
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.Makalah ini merupakan salah satu
tugas yang diberikan oleh dosen dasar-dasar
epidemiologi sebagai
syarat untuk memenuhi sebagian nilai tugas.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan sehingga penulis mengharapkan partisipasi dari
pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang membangun demi memperbaiki
kekurangan makalah ini..Terakhir kalinya penulis berharap semoga makalah yang
disusun ini dapat bermanfaat bagi pembaca
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Dalam
GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah
Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia.
Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan kesehatan masyarakat dengan
pembangunan, karena tanpa modal kesehatan niscaya akan gagal pula pembangunan
kita.
Usaha peningkatan
kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan
telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit
yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu
ibu dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki serta anak bawah lima tahun (1).
Salah satu penyakit yang
diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut
saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak
diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan
sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya
cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak
dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya
hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive
Pulmonary Disease
ISPA masih merupakan
masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang
cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari
kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan
oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena
pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.
Hingga saat ini angka
mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan
karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai
penyulit-penyulit dan kurang gizi (3). Data morbiditas penyakit pneumonia di
Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini
didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ;
Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 %
pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia
berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari
Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh
dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan
Program pemberantasan
ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita
yang disebabkan oleh ISPA , namun
© 2004 Digitized by USU digital library, kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut
masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang
telah disebutkan di atas
B. RUMUSAN MASALAH
A. Perkembangan
penyakit ?
1. Penyebab
penyakit
2. Model
3. Faktor agent
dari penyakit ispa ,social,biologis,kimiawi
B. Riwayat
alamiah
1. Tahap
prepotogenesis
2. Tahap
potogenesis
3. Tahap pasca
pathogenesis
C. Upaya
pencegahan penyakit
1. Primodial
prevention (tingkat awal )
2. Primery
prevention ( Pertama )
3. Secondary
prevention (Ke dua )
4. Tertoria
prevention( ke tiga )
D. Tramsisi
epidemologi penyakit
E. Etika
epidemologi dari penyakit ispa
F. Sagitiga
epidemologi
G. Aplikasi epidemologi
terhadap penyakit ispa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian penyakit ispa
.infeksi saluran
napas akut dalam bahasa
Indonesia juga di kenal sebagai ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut) atau URI dalam bahasa Inggris adalah penyakit infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernapasan, hidung, sinus, faring,
atau laring.
ispa adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari.
Yang dimaksud dengan saluran pernapasanadalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru,
beserta organ-organ di sekitarnya seperti : sinis, ruang telinag tengah dan
selaput paru (Setiowulan, 2001).
Sebagian
besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek
dan tidak memerlukan pengobatan dengan anti biotic. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi
antibiotik.
Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan
harus diobati dengan antibiotik
penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat anti bioyik (depkes RI ,
2007)
Infeksi
saluran pernafasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering
terjadi pada semuagolongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin
(Pusdiknakes, 1990). Resiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan
infeksi silang,beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit
parasitdan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian
antibiotik.(Setiowulan, 2001).
1. Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995). Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine di sebutkan bahwa penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1995)
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995). Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine di sebutkan bahwa penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1995)
Beberapa
faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak
adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi
lingkungan.
Perjalanan
alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis
: penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap
inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap
dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan
batuk.
4. Tahap
lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh dengan
atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.
2. Gejala klinis
·
Gejala ISPA
ringan
seorang dinyatakan menderita ISPA
ringan jika di temukan gejala sebagai berikut :
a) Batuk.
b) Serak, yaitu
bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
c) Pilek yaitu
mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d) Panas atau
demam, suhu badan lebih dari 370C.
Jika menderita ISPA ringan maka perawatan cukup dilakukan di rumah
tidakperlu dibawa ke dokter atau Puskesmas. Di rumah dapat diberi obat penurunpanas yang dijual bebas di toko-toko atau Apotik
tetapi jika dalam dua hari gejala belum hilang, harus segera di bawa ke dokter
atau puskesmas terdeka.
·
Gejala ISPA
sedang
Seorang dinyatakan menderita ISPA
sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut
:
a) Pernafasan lebih dari 50x/m pada
anak umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu
tahun atau lebih
b) suhu lebih dari 390’C.
c) tenggorokan berwarna merah
d) Timbul bercak-bercak pada kulit
menyerupai bercak campak
e) Telinga sakit atau mengeluarkan
nanah dari lubang telinga
f) pernafasan berbunyi seperti
mendengkur
g) Pernafasan
berbunyi seperti mencuit-cuit.
·
Gejala ISPA
berat
Seorang dinyatakan menderita ISPA
berat jika ada gejala ISPA ringanatau sedang disertai satu atau lebih gejala
sebagai berikut :
a) bibir atau kulit membiru, lubang
hidung kembang kempis pada waktu bernafas.
b) tidak sadar atau kesadaran menurun.
c) Pernafasan berbunyi mengorok dan
tampak gelisah.
d) Pernafasan menciut, sela iga
tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
e) Nadi cepat lebih dari 60x/menit atau
tidak teraba
f) Tenggorokan berwarna merah
ISPA berat harus dirawat di rumah
sakit atau puskesmas karenaperlu mendapat
perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen dan infus
Model
1) Kausal
mutlak : Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis
bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan
frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian
bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995). Dalam Harrison’s Principle of
Internal Medicine di sebutkan bahwa penyakit infeksi saluran nafas akut bagian
atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring
hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian
bawah hamper 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah yang
bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan
H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran
pernapasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun
virus tersebut (WHO, 1995)
2)
Kausal esensial : 40 %
-60 % dari kunjungan pasien di Puskesmas adalah disebabkan oleh penyakit ISPA.
adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara
berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu
masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Kemungkinan yang terajdi
adalah dikarenakan infeksi saluran respiratorik, yang dapat berakibat buruk
bagi kesehatan respiratorik mereka, tidak hanya pada masa tumbuh kembang namun
juga dapat berpengaruh hingga dewasa, karena penyakit-penyakit saluran pernapasan pada bayi dan anak-anak mempunyai
kemungkinan menyebabkan kecacatan pada masa dewasa.
3)
Kausal suffisien :
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin,
udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
pernapasannya. Kelainan pada
sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah,
asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus,
sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi
pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang
dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama
terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban
immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing,
serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.
Ø Faktor Agent dari penyakit ispa terbagi 3 yaitu faktor
biologis,sosial dan kimiawi
a. Faktor biologis : perilaku adalah suatu kegiatan atau
aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan,bakteri,virus
b. Faktor sosial : kurangnya
perhatian masyarakat terhadap lingkungan dan kesehatan anaknya
c. Faktor kimiawi : cuaca, debu, radiasi, dll.
B. Riwayat alamiah penyakit ispa
Perjalanan
alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
1. Tahap
prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap
dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan
batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi
menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi
kronos dan meninggal akibat pneumonia
C. Upaya pencegahan
1. Primordial prevention ( pencegahan awal / tingakt dasar )
Terdiri
dari:
1. Health
promotion (promosi kesehatan)
2. Specific
protection (perlindungan khusus)
kegiatan
yang dilakukan melalui upaya tersebut adalah :
A.
Health
promotion (promosi kesehatan)
Pendidikan
kesehatan, penyuluhan
Gizi yang
cukup sesuai dengan perkembangan
Penyediaan
perumahan yg sehat
Rekreasi yg
cukup
Pekerjaan yg
sesuai
Konseling
perkawinan
Genetika
Pemeriksaan
kesehatan berkala
B.
Specific
protection (perlindungan khusus )
Imunisasi
Kebersihan
perorangan
Sanitasi
lingkungan
Perlindungan thdp kecelakaan
akibat kerja
Penggunaan
gizi tertentu
Perlindungan
terhadap zat yang dapat menimbulkan kanker
2. Primary prevention ( pencegahan tingkat pertama )
Ditujukan kepada orang sehat dengan
usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion) dan pencegahan khusus (specific
prevention),diantaranya:
a.Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh tenaga
ksehatan dimana kegiatan in diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku
masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya
ISPA.kegiatan
penyuluhan
ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA,penyuuhan ASI eksklusif,penyuluhan
gizi seimbang paa ibu dan anak,penyuluhan kesehatan lingkungan,penyuluhan
bahaya rokok.
b.Imunisasi
Mengusahakan kekebalan anak dengan
imunisasi agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan
imunisasi yaitu DPT. Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah
penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas[6].
c.Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik[2,3,6]
c.Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik[2,3,6]
Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang
paling baik untuk bayi.
Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup
protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat
di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari
kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-buahan.
Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah
beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang
menghambat pertumbuhan.
d.Program KIA yang menangani
kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah[8]
e.Program penyehatan lingkungan
pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi baik di dalam maupun di luar
rumah. Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan
penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan
menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya
memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat[6].
3. Secondary prevention (pencegahan tingkat ke dua)
Dalam penanggulangan ISPA dilakukan
dengan upaya pengobatan dan diagnosis sedini mungkin.Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu untuk
mengatasi anaknya yang menderita ISPA adalah :
I. Mengatasi panas (demam)
·
Untuk orang dewasa,
diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
·
Untuk anak
usia 2 bulan sampai 5 tahun, demam diatasi dengan memberikan parasetamol dan
dengan kompres.
-
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya,
tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
- Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air biasa (tidak perlu
air es).
·
Bayi di
bawah 2 bulan dengan demam sebaiknya segera dibawa ke pusat pelayanan kesehatan.
II. Mengatasi batuk
·
Dianjurkan
memberi obat batuk yang aman, yaitu ramuan tradisional berupa jeruk nipis ½
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali
sehari.
·
Dapat
digunakan obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein, dekstrometorfan, dan antihistamin.
III. Pemberian makanan
·
Berikan
makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
·
Pemberian
ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
IV. Pemberian minuman
Kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang
diderita. Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah, dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak dan mencegah
kekurangan cairan.
V. Lain-lain
·
Tidak
dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat,
lebih-lebih pada anak dengan demam à menghambat keluarnya panas.
·
Jika pilek,
bersihkan hidung untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang
lebih parah.
·
Usahakan
lingkungan tempat tinggal yang sehat, yaitu yang berventilasi cukup, dengan
pencahayaan yang memadai, dan tidak berasap.
·
Apabila
selama perawatan dirumah keadaan memburuk, maka dianjurkan untuk membawa ke
dokter.
·
Untuk
penderita yang mendapat obat antibiotik, obat yang diperoleh tersebut harus
diberikan dengan benar sampai habis.
·
Dan untuk
penderita yang tidak mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari
kembali ke dokter untuk pemeriksaan ulang
4.Tertiary prevention ( pencegahan tingkat ke tiga )
Tingkat Pencegahan ini ditujukan
kepada balita yang buka pneumonia agar tidak menjadi lebih parah (pneumonia)dan
mengakibatkan kecacatan dan berakhir kematian.Upaya yang dapat dilakukan pada
pencegahan penyakit bukan pneumonia pada bayi dan balita yaitu perhatikan
apabila timbul gejala pneumonia seperti nafas menjadi sesak,anak tidak mampu
minum,dan sakit bertambah menjadi parah,agar tidak menjadi parh bwalah anak
kembali ke petugas kesehatan dan melakukan perawatan spesifik dirumah dengan memberikan
asupan
gizi dan lebih sering memberikan ASI
D.Transisi Epidemologi penyakit
Transisi epodemiologi yang dimaksud adalah perubahan distribusi dan
faktor-faktor penyebab terkait yang melahirkan masalah epodemiologi yang baru.
Keadaantransisi epidemiologi ini ditandai dengan perubahan pola frekuensi
penyakit.Transisiepidemiologi bermula dari
suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatandan pola penyakit utama
penyebab kematian dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit infeksi
(penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidakmenular)
justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan berubahnya gayahidup,
social ekoomi dan meningkatnya umur harapan hidup yang berarti meningkatnya
pola risiko timbulnya penyakit degenerative seperti penyakit jantung korone,
diabetes, hipertensi, dll
a. Transisi Demografi : Transisi
demografi pada dasarnya adalah keadaan dimana struktur pendudukmengalami perubahan dengan berkurangnya proporsi
balita serta meningkatnyaproporsi usia remaja, usia produktif dan usia
lanjut.
b. Transisi ekonomi dan social : Perkembangan ekonomi pedesaan menuju ekonomi
industri di kota yangorientasinya pasar, pada umumya akan menimbulkan penurunan
resiko penyakitmenular oleh karena sanitasi dan pengetahuan yang lebih
baik. Namun dalam waktuyang sama pertumbuhan
ekonomi menyebabkan masalah kesehatan yang baru.Biasanya ada peningkatan
angka kecelakaan yang disebabkanoleh kecelakaanlalu lintas dan kecelakaan
industri, maupun bahan kimia yang bersifat toksik (sepertipestisida). Kekurangan gizi dahulu, kini dapat
ditangani dengan adanya kemajuanpasar.
Namun disamping itu masalah ini beralih pada masalah kelebihan gizi seperti kegemukan (obesitas), hipertensi, penyakit jantung koroner,
penyempitanpembuluh darah dan
diabetes melitus. Kemudian pendapatan yang meningkat cendrung membawa perubahan pada gaya hidup masyarakat, misalnyapeningkatan
kebiasaan merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat terlarangyang mengakibatkan peningkatan resiko penderita
Penyakit Tidak Menular (menahun)
c. Transisi lingkungan : Transisi lingkungan
ditandai dengan persedian air bersih yang semakin sulitdan meningkatnya
kerusakan hutan
mengarah pada perubahan keseimbanganalam.
Disamping itu, akibat kepadatan penduduk terutama di kota besar, sanitasitambah buruk dan pola
penyakit penyakit juga berubah. Adannya transisi lingkungan
sangat
erat hubungannya dengan terjadinya proses transformasi industri. Tantangandan
permasalahan kesehatan lingkungan berbeda antar satu masa dengan lainnya
Transisi
lingkungan ditandai dengan persedian air bersih yang semakin sulitdan meningkatnya
kerusakan hutan
mengarah pada perubahan keseimbanganalam.
Disamping itu, akibat kepadatan penduduk terutama di kota besar, sanitasitambah buruk dan pola
penyakit penyakit juga berubah. Adannya transisi lingkungansangat erat
hubungannya dengan terjadinya proses transformasi industri. Tantangandan
permasalahan kesehatan lingkungan berbeda antar satu masa dengan lainnya .
E. Etika epidemologi dari penyakit
ispa
Epidemiologi
penyakit ISPA yaitu mempelajari frekuensi, distribusi penyakit ISPA serta
Faktor-faktor (determinan) yang mempengaruhinya. Dalam distribusi penyakit ISPA
ada 3 ciri variabel yang dapat dilihat yaitu variabel orang (person),
variabel tempat (place), dan variabel waktu (time).
a. Menurut Orang (person)
ISPA merupakan
penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Daya ahan tubuh anak sangat
berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat.
Apabila di dalam satu rumah ada anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan
lebih mudah tertular. Dengan kondisi anak yang masih lemah, proses penyebaran
penyakit menjadi lebih cepat. ISPA merupakan penyebab utama kematian pada bayi
dan balita di Indonesia. Menurut para ahli hampir semua kematian ISPA pada bayi
dan balita umumya disebabkan oleh ISPA
bawah. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) mengakibatkan kematian pada
anak dalam jumlah kecil, tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media yang
merupakan penyebab ketulian sehingga dapat mengganggu aktifitas belajar pada
anak.
Berdasarkan data SKRT 2001, menunjukkan bahwa proporsi ISPA
sebagai penyebab kematian bayi < 1 tahun adalah 27,6% sedangkan proporsi
ISPA sebagai penyebab kematian anak balita 22,68%. 5
Hasil survei program P2ISPA di 12
propinsi di Indonesia (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara
Barat) selama kurun waktu 2000-2002 prevalensi ISPA terlihat
berfluktuasi, tahun 2000 prevalensi sebesar 30,1% (479.283 kasus), tahun
2001 prevalensi sebesar 22,6% (620.147 kasus) dan tahun 2002 pervalensi
menjadi 22,1% (532.742 kasus)
b. Menurut Tempat (place)
ISPA masih merupakan masalah kesehatan baik di negara maju
maupun negara berkembang. Dalam satu tahun rata-rata seorang anak di pedesaan
dapat terserang ISPA tiga kali, sedangkan daerah perkotaan sampai enam kali.17
Dari pengamatan epidemiologi dapat
diketahui bahwa angka kesakitan ISPA di kota cenderung lebih besar daripada di
desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan
pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa.
c. Menurut Waktu (time)
Berdasarkan
Data SKRT (1986-2001), bahwa proporsi kematian karena ISPA di Indonesia pada
bayi dan balita menunjukkan penurunan dan peningkatan yaitu pada bayi pada
tahun 1986 dengan PMR 18,85%, tahun 1992 PMR 36,40%, tahun 1995 PMR 32,10% dan
tahun 2001 PMR 27,60%. Sementara pada balita pada tahun 1986 PMR 22,80%, tahun
1992 PMR 18,20%, tahun 1995 PMR 38,80% dan tahun 2001 PMR 22,80%.5
F. Sagitiga epidemologi
HOST
AGENT ENVIRONMENT
A. Faktor Agent
Agent dari ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995). Penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hamper 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1995).
Agent dari ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995). Penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hamper 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1995).
B. Faktor Host
Ø
Usia
Anak
yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA
lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya
tahan tubuhnya lebih rendah.
Ø
Jenis
kelamin
Meskipun
secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah
ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya
perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka
kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka
kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
Ø
Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama
dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu
merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh
menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan
yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama
dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
Ø Status imunisasi Imunisasi berasal dari kata
imun yang berarti kebal atau resisten. Anak yang diimunisasi berarti diberikan
kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Dalam imunologi, kuman atau racun
kuman (toksin) disebut sebagai antigen. Imunisasi merupakan upaya pemberian
ketahanan tubuh yang terbentuk melalui vaksinasi.28
Imunisasi bermamfaat untuk mencegah
beberapa jenis penyakit infeksi seperti, Polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus
dan hepatitis B. Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat
penyakit-penyakit tersebut. Sebagian besar kasus ISPA merupakan penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang tergolong ISPA yang dapat dicegah
dengan imunisasi adalah difteri, dan batuk rejan.
Ø Anak balita yang telah memperoleh
imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis sudah memiliki kekebalan
terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk ketubuhnya secara
langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman tersebut.
Ø Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan
yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI
bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat
antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara
sinergis membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif
melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran
pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
C. Environment
Lingkungan yang udaranya tidak baik,
seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok
dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA.
Pada ISPA, dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu
1. Melalui areosol
(partikel halus) yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.
2. Melalui areosol yang
lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin.
3. Melalui kontak
langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari oleh jasad
renik.
Faktor
lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik,
dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan
fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan
individu .
Anak-anak yang tinggal di apartemen
memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang
tinggal di rumah culster di Denmark .
b. Kepadatan
hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang
per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor
risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003)
membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status
sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan
penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat
dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan
antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang
bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi .
d. Kebiasaan
merokok
Pada keluarga yang merokok, secara
statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan
dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain
didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
e. Polusi
udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya
ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara
didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.
Adanya ventilasi rumah yang kurang
sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe
akan mempermudah terjadinya ISPA anak .
Lingkungan
yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap
rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
Ø PORTAL OF ENTRY AND EXIT
DAYATAHAN HOSPES (MANUSIA)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Meskipun seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.
PORTALMASUK
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute atau jalan yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk ke dalam tubuh.
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute atau jalan yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk ke dalam tubuh.
CARAPENULARAN
pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran napas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya.
pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran napas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya.
PORTALOFEXIT(jalankeluar)
Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus menemukan jalan keluar (portal of exit untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi, mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari reservoarnya. Jika reservoarnya manusia, kuman dapat keluar melalui saluran pernapasan, pencernaan, perkemihan, genitalia, kulit dan membrane mukosa yang rusak serta darah.
PROSESINFEKSI
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit.
Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus menemukan jalan keluar (portal of exit untuk masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi, mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari reservoarnya. Jika reservoarnya manusia, kuman dapat keluar melalui saluran pernapasan, pencernaan, perkemihan, genitalia, kulit dan membrane mukosa yang rusak serta darah.
PROSESINFEKSI
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit.
Perkembangan infeksi mempengaruhi
tingkat asuhan keperawatan yang diberikan.
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan, komponen-komponen baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan hal tersebut mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan orang-orang dengan kerusakan mayor yang berhubungan dengan respon imun spesifik disebut hospes yang terimunosupres.
Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan pertahanan hospes bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang rusak. Ciri-ciri umum yang berkaitan dengan hospes yang melemah adalah: infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit, diare, kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan terhadap kanker tertentu. Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut:
Periode inkubasi
Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya gejala pertama.
Contoh: flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu, mumps/gondongan 18 hari
Tahapprodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.
Tahapsakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis infeksi. Contoh: demam dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan, mumps dimanifestasikan dengan sakit telinga, demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.
Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi.
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan, komponen-komponen baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan hal tersebut mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan orang-orang dengan kerusakan mayor yang berhubungan dengan respon imun spesifik disebut hospes yang terimunosupres.
Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan pertahanan hospes bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang rusak. Ciri-ciri umum yang berkaitan dengan hospes yang melemah adalah: infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit, diare, kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan terhadap kanker tertentu. Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut:
Periode inkubasi
Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya gejala pertama.
Contoh: flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu, mumps/gondongan 18 hari
Tahapprodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.
Tahapsakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis infeksi. Contoh: demam dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan, mumps dimanifestasikan dengan sakit telinga, demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.
Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi.
G. Aplikasi
epidemologi terhadap penyakit ispa
KLASIFIKASI
ISPA
WHO (1986) telah
merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat keparahannya. Pembagian ini
dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul dan telah ditetapkan dalam
lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun pembagiannya sebagai berikut :
Secara
anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
1. ISPA
ringan
Ditandai
dengan satu atau lebih gejala berikut :
a. Batuk.
b. Pilek
dengan atau tanpa demam.
2. ISPA
sedang
Meliputi
gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut :
a.
Pernapasan cepat.
1) Umur
<>
2) Umur 1-4
tahun : 40 kali/menit atau lebih.
b. Wheezing(nafas
menciut-ciut).
c. Sakit
atau keluar cairan dari telinga.
d. Bercak
kemerahan (campak).
e. Khusus untuk bayi <2>
3. ISPA
berat
Meliputi
gejala sedang atau ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut :
a. Penarikan
sela iga kedalam sewaktu inspirasi.
b. Kesadaran
menurun.
c.
Bibir/kulit pucat kebiruan.
d. Stridor
(nafas ngorok) sewaktu istirahat.
e. Adanya
selaput membrane difteri.
Menurut
Depkes RI (1991), Pembagian ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis
yang didapat yaitu :
1. Untuk
anak umur 2 bulan-5 tahun
Untuk anak dalam berbagai golongan
umur ini ISP diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
a) Pneumonia
berat
Tanda utama
:
• Adanya tanda bahaya yaitu tidak
bisa minum, kejang, kesdaran menurun, stridor, serta gizi buruk.
• Adanya tarikan dinding dada
kebelakang. Hal ini terjadi bilaparu-paru menjadi kaku dan mengakibatkan
perlunya tenaga untuk menarik nafas.
• Tanda lain
yang mungkin ada :
- Nafas
cuping hidung.
- Suara
rintihan.
- Sianosis
(pucat).
b) Pneumonia
tidak berat
Tanda Utama
:
• Tidak ada
tarikan dinding dada ke dalam.
• Di sertai
nafas cepat :
- Lebih dari
50 kali/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun.
- Lebih dari
40 kali/menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.
c) Bukan
pneumonia
Tana utama :
• Tidak ada
tarikan dinding dada kedalam.
• Tidak ada
nafas cepat :
- Kurang
dari 50 kali/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun.
- Kurang
dari 40 kali/menit untuka anak usia 1 tahun – 5 tahun.
2. Anak umur
kurang dari 2 bulan
Untuk anak
dalam golongan umur ini, di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a) Pneumonia
berat
Tana utama :
• Adanya tanda bahaya yaitu kurang
bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demm atau dingin.
• Nafas
cepat dengan frekuensi 60 kali/menit atau lebih.
• Tarikan
dinding dada ke dalam yang kuat.
b) Bukan
pneumonia
Tanda utama
:
• Tidak ada
nafas cepat.
• Tidak ada
tarikan dinding dada ke dalam.
Berikut ini adalah klasifikasi ISPA berdasarkan P2
ISPA :
- PNEUMONIA : ditandai secara klinis oleh
adanya napas cepat.
- PNEUMONIA BERAT : ditandai secara klinis oleh
adanya tarikan dinding dada ke dalam.
- BUKAN PNEUMONIA : ditandai secara klinis oleh
batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam,
tanpa napas cepat
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAN SARAN
Mata kuliah dasar-dasar epidemiologi menurut saya adalah mata kuliah yang
menyenangkan , karena cara pemberian materinya yang singkat, jelas dan mudah di
pahami oleh kami para mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA
Bustan, M.N.
2000. Epidemiologi
Penyakit Tidak Menular.
Rineka Cipta: Jakarta.
Depkes
RI,1994. Pedoman Program P2 ISPA dan Penanggulangan Pneumonia Pada
Balita. Depkes RI: Jakarta.
Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan
Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien
Nindya, T. S. 1998 Hubungan
Sanitasi Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita. www. Google. Com 14 Desember 2007.
Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak.
Continuing Education Anak. FK-UNAIR. 1980
0 komentar:
Posting Komentar