Dosen : Prof. Ir. Muslim
Salam, M. Ec., Ph.D
Mata Kuliah : Perencanaan
Dan Kebijakan Pembangunan Pertanian
KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN PERTANIAN
MASA
LAh
Oleh :
1.
AMIRUDDIN
2.
Hj.
MASITA
3.
SUHERMAN
4.
HAERUDDIN
PROGRAM
STUDI AGRIBISNIS
PROGRAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PAREPARE
2014
II.
Kritikan
Rumusan Masalah
-
Kurangnya
dukungan penelitian dan data-data konkret pertanian untuk bahan-bahan perumusan
kebijakan pertanian yang diperlukan. Dalam keadaan demikian, pemerintah mungkin
mempunyai keinginan dan itikad baik untuk mendorong pembangunan pertanian,
tetapi politik pertanian yang dirumuskan tidak cocok dan tidak relevan dengan
kepentingan nyata petani. Hasil tujuan suatu kebijakan adalah baik sekali,
tetapi pelaksanaannya tidak mengenai sasaran.
-
Apakah
teori ekonomi yang asumsi – asumsinya pada dasarnya dari barat tersebut (teori
klasik, meoklasik atau keynesian) realistis untuk kita terapkan begitu saja
pada data-data di indonesia untuk pembangunan pertanian RI.
-
Mengapa
harus dilaksanakan (why) dan (how) bagaimana metode pelaksanaan kebijakan
pembangunan pertanian dengan mengacu kepada fakta sejarah untuk mendalami latar
belakang kebijakan / politik pembangunan pertanian.
-
Berbagai
kebijakan dan strategi dalam membangun sektor pertanian di pedesaan. Di era
soeharto, model bimas, inmas, pengembangan kawasan terpadu (PKT) \, dan inpres
desa tertinggal (IDT) adalah beberapa model pembangunan pertanian dan pedesaan
yang telah dikembangkan dalam rangka penyediaan pangan bagi penduduk dan
meningkatkan pendapatan masyarakat desa. GBHN yang cukup populer dan sistematis
akan terkubur seiring lengsernya soeharto. Setiap pemerintahan berganti,
istilah pembangunan, dokumen perencanaan nasional, strategi dan model serta
fokus pembangunanpun berganti. Penomena ini disebut-sebut diskontinuitas
pembangunan dan terfragmentasi serta tidak fokus.
-
Apa
yang menyebabkan monitoring dan evaluasi hasil kegiatan dimasa laluuu relatif
lemah dan bahkan boleh dikatakan tidak ada hasil evaluasi dampak.
III.
Beberapa
Model Kebijakan Pembangunan Pertanian
Bimas yang
merupakan singkatan dari bimbingan massal, dalam pengertian resmi dan aslinya
merupakan suatu sistem penyuluhan yaitu pembimbingan petani sawah usahati tani yang
lebih baik dan lebih maju, sehingga ia mampu meningkatkan pendapatan usaha
taninya.
Istilah
bimas mulai dipakai secara resmi pertama pada tahun 1967/1968, pada saat
pemerintah ingin melaksanakan intensifikasi padi sawah seluas 1.000.000 ha
dengan menerapkan sistem panca usaha tani.
Salah satu
dari usaha meningkatkan produksi padi ini adalah penggunaan bibit unggul.
Karena pada tahun 1967/1968 ada bibit unggul PB 5 dan PB 8 yang tersedia dalam
jumlah besar, bibit unggul inilah yang menjadi simbol pengenalan sistem bimas.
Di asia bibit unggul ini mampu meningkatkan produksi rata-rata 50% sehingga
merupakan suatu kemajuan yang besar yang termasuk revolusioner”. Inikah tahun
permulaan “revolusi hijau di indonesia.
Tanpa
maksud memperkecil arti saran produksi yang lain, faktor kedua yang sangat
penting peranannya dalam program baru ini adalah kredit. Karena untuk
memungkinkan efektifannya bibit unggul tersebut, harus digunakan cukup banyak
pupuk buatan, dan karena pupuk ini harus dibeli dengan uang umumnya tidak
dimiliki oleh petani kecil, maka pemerintah menyediakan kredit yang diperlukan
karena cadangan devisa tidak mencukupi maka dari 1.000.000 ha sawah yang
ditargetkan, hanya 500.000 ha yang dapat di Bimaskan selebihnya dimasukkan
dalam program inmas (intensifikasi massal), artinya intensifikasi padi dengan
fasilitas penyuluhan yang sama tetapi tanpa kredit. Syarat untuk inmas harus
beririgasi teknis dan setengah tekhnis dan petani maju.
Peningkatan
produksi padi merupakan prioritas tertinggi pada pelita I, dengan harapan
dicapai swasembada pada akhir pelita I, maka dibentuklah organisasi bimas
tingkat nasional sampai tingkat Kabupaten. Di pusat organisasi bimas badan
pembina bim di provinsi dan badan pelaksana bimas di kabupaten. Badan pada
tingkat kabupaten di ketuai oleh bupati dan pelaksana bimas pada tingkat
kabupaten di ketuai oleh bupati dan pelaksana hariannya adalah sekretaris bimas
sebagai penanggung jawab operasional. Program bimas hanya sampai tahun 2000
pada badan pelaksana bimas di tingkat kabupaten / kota.
IV.
PEMABAHASAN
Tiga komponen dasar yang
harus dibina, yaitu petani, komoditi hasil pertanian dan wilayah pembangunan
dimana kegiatan pertanian berlangsung. Pembinaan terhadap petani diarahkan
sehingga menghasilkan peningkatan, pendapatan petani. Pengembangan komoditi
hasil pertanian diarahkan benar-benar berfungsi sebagai sektor yang
menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku bagi industri. Pembinaan
terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembangunan wilayah
seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah.
Kebijakan dasar
pembangunan pertanian mencakup aspek produksi, faktor-faktor produksi,
pemasaran dan kelembagaannya dan memungkinkan dukungan yang buat terhadap
pembangunan industri.
Tanaman
Pangan
Pengembangan produksi
pangan, baik melalui program intensifikasi maupun dengan program bimas dan
inmas, memerlukan tersedianya sarana yang cukup maka kepada para petani peserta
tetap disediakan bantuan kredit untuk pengadaan sarana produksi yang
dibutuhkan. Usaha peningkatan produksi palawija telah ditunjang dengan
penyaluran kredit bimas palawija. Pengembangan produksi hortikultura ditekankan
pada sayur-sayuran dan buah-buahan wilayah yang dekat dengan perkotaan sehingga
akses petani cepat pada sampai di pasaran sehingga petani dapat langsung
menikmati keuntungan dari hasil usahanya.
Tanaman
Perkebunan
Pembangunan bidang
perkebunan dalam pelita III diarahkan untuk lebih mempercepat laju pertumbuhan
produksi baik dari perkebunan besar swasta maupun perkebunan negara. Mendukung
pembangunan industri serta meningkatkan pemanfaatan dan kelestarian sumber daya
alam berupa tanah dan air. Usaha pokok yang telah dilakukan meliputi perluasan,
peremajaan, intensifikasi dan rehabilitasi perkebunan. Peranan sektor
perkebunan yang demikian besar, bagi peningkatan pendapatan petani dan
penyediaan bahan baku industri dalam negeri serta sebagai sumber devisa negara.
Penganekaragaman tanaman
dan rehabilitasi, fasilitas pengolahan hasil-hasil perkebunan rakyat yang
pelaksanaannya dilakukan melalui sistem unit pelaksana proyek (UPP). Sedangkan
pembinaan melalui sistem perkebunan inti rakyat (PIR), petani yang diikut
sertakan adalah petani ladang, buruh tani dan buruh perkebunan. Tujuan dari
program tersebut, selain dapat melakukan perkebunan besar juga dapat membantu
pengembangan perkebunan rakyat yang ada disekitarnya dengan teknologi yang
lebih maju dan pengelolaan pemasaran hasil-hasilnya. Proyek pengembangan karet
rakyat atau dikenal sebagai smallholder rubber, development project (SKDP).
Ketiga sistem tersebut telah dilakukan di Aceh, sumatera utara, sumatera
selatan, riau, jambi, jawab barat, kalimantan selatan, dan kalimantan barat.
Kehutanan
Pada pelita I dan II
kebijakan dititik beratkan pada peningkatan devisa negara melalui ekspor laju
gelondongan, maka pelita III ditekankan pada pengembangan industri pengolahan
serta perluasan pemasarannya. Kebijakan tersebut dibarengi pula dengan usaha peningkatan
potensi hutan serta pengembalian fungsi tanah kritis agar dapat menjadi bahan
produktif yang sekaligus berfungsi pula sebagai konservasi tanah dan air.
Pengusahaan hutan di
indonesia sebagian besar dilaksanakan oleh pemegang hak pengusahaan hutan (HPH)
diluar jawa, sedang produk kayu jati di pulau jawa diusahakan oleh perusahaan
umum perhutani. Pada tahun 1980 pemegang HPH sebanyak 503 perusahaan.
Penyuluhan tentang
reboisasi, penghijuan dan kelestarian alam telah dilakukan di masyarakat dengan
pembiayaan APBN , APBD serta pengusaha hutan.
Peternakan
Pembangunan bidang
peternakan ditujukan untuk meningkatkan populasi ternak, pendapatan para
peternak dan memperluas kesempatan kerja. Kegiatan dan pengamana ternak,
penyediaan dan penyebaran bibit ternak, pengadaan produksi dan distribusi
ransum, obat-obatan serta penyediaan kredit bagi peternak terus ditingkatkan.
Kegiatan tersebut dikenal sebagai panca usaha ternak potong (PUTP) yang pada
hakekatnya merupakan titik berat pembangunan peternakan pada pelita III.
Kegiatan intensifikasi
dilaksanakan dalam bentuk pengembangan bimas ayam, pengembangan usaha sapi
perah (PUSP); proyek kredit pedesaan (PKP) dalam bentuk pemberian paket-paket
kredit bagi para peternak yang meliputi pemberian bibit ternak, makanan ternak,
dan obat-obatan serta uang tunai.
Perikanan
Melindungi nelayan
tradisional dengan pembagian wilayah dan pembatasan kegiatan kapal trawl.
Dibidang pengembangan budidaya perikanan, budidaya tambak dilakukan
rehabilitasi saluran tambak di daerah istimewa aceh, sumatera utara, jawab
barat, jawa timur serta sulawesi selatan.
Sejak tahun 1973 hingga
tahun 1979, ekspor hasil perikanan mengalami kenaikan. Pada periode tersebut,
udang merupakan komoditi ekspor utama yang dalam tahun 1979 merupakan 51,0 persen
dari pada volume ekspor.
Pangan dan gizi
Untuk memperbaiki tingkat
kesehatan masyarakat serta anak-anak yang bertumbuh sebagai tunas bangsa, maka
perbaikan gizi makanan menepati prioritas utama disamping penyediaan pangan
yang cukup. Selain beras, produksi jagung, ubu kayu, ubi jalur, kacang tanah,
kedelai, sayur-sayuran, ikan, daging, telur, susu telah semakin ditingkatkan.
KESIMPULAN
Dengan melihat kebijakan
pertanian masa lalu dapatlah ditarik suatu kesimpulan :
-
Bahwa
kebijakan pembangunan pertanian era orde baru, disusun secara sistematis dan
kerkelanjutan setiap repelita I sampai repelita III yang dimulai pada tahun
1969 sampai dengan 1984, sehingga swasembada beras dapat tercapai.
-
Bimas
tahun 1969 dengan rumus tani, harga 1 Kg urea sama dengan harga 1 Kg beras,
dengan jurus panca usaha : 1) Bibit Unggul, 2) Pengairan, 3) Pemupukan, 4)
pemberantasan hama, 5) sistem budidaya yang lebih baik.
-
Tiga
komponen utama yang mendapat pembinaan dan perhatian yang diperhatikan sangat
serius :
1)
Peta
: sebagai pelaku utama akan dibina sehingga pola pikir, sikat dan
keterampilannya akan terarah lebih maju.
2)
Komoditi
hasil pertanian ; sebagai sektor penghasil bahan pangan, bahan ekspor dan bahan
baku bagi industri dan diupayakan sebelum ekspor akan diolah minimal bahan baku
setengah jadi.
3)
Pembinaan
terhadap wilayah pertanian, ditujukan agar dapat menunjang pembangunan wilayah
seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah.
0 komentar:
Posting Komentar