KEGIATAN PERENCANAAN DAN EVALUASI SISTEM SURVAILANS
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS ANGGERAJA TAHUN 2012 KABUPATEN
ENREKANG.
DISUSUN
OLEH :
NAMA :
SUHERMAN
NIM : 210240057
KONSENTRASI : EPIDEEMIOLOGI
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH KOTA PAREPARE
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan
yang maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayanya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas ini
tepat pada waktunya. makalah ini di susun berdasarkan atas
bebagai sumber referensi, dengan judul”kegiatan perencanaan dan evaluasi sistem survailans
epidemiologi penyakit ispa di pusksmas anggeraja tahun 2012. Kab,Enrekang”
Penulis
menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Tetapi penulis tetap bangga dengan hasilnya
walaupun mungkin jauh dari segala kesempurnaan.
Dengan
tersusunnya makalah
ini penulis ucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak/Ibu dosen yang selalu memberikan bimbingan kepada kami, Tidak lupa pula kami mengharapkan saran dan
kritik dari berbagai pihak yang membangun demi perbaikan
dan kesempurnaan makalah ini di masa akan datang, agar terciptanya pendidikan yang bermutu dan
berkualitas bagi generasi-generasi penerus. Amin.
Parepare,20 november 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epidemiologi adalah suatu rangkaian proses yang terus menerus dan sistematik dalam pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi serta disiminasi informasi untuk aksi atau perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program kesehatan masyarakat berdasarkan eridens base.
Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif bila dapat dukungan oleh sistem yang handal karena fungsi utamanya adalah menyediakan informasi epidemiologi yang peka terhadap perubahan yang terdapat dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit yang menjadi prioritas pembangunan.
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, di mana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat yang paling rawan terutama pada ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta anak di bawah lima tahun.
Salah satu penyakit yang di derita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), yaitu meliputi infeksi akut saluran pernafasan bagian atas dan akut saluran pernafasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak di derita oleh anak; baik di negara berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu banyak diantara mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa, sebagai
ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya chromic obstructive pulmonary disease.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dan 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 – 6 episode ISPA setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari kunjungan ke puskesmas mencapai 40 – 60 % adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang 2 bulan.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi, kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit kurang gizi..
Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 – 20 % dan populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian di lapangan (kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8%). Bila kita mengambil angka morbiditas 10% pertahun, berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta.
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan beerupaya untuk menurunkan kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
B. Identifikasi masalahan
Penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) masih mendominasi pola penyakit utama rawat jalan di puskesmas anggeraja di kab, Enrekang
C. Rumusan masalah
·
Bagiamana Epidemiologi Dari penyakit ispa
?
·
Bagaimana Analisis Epidemiologi penyakit
ispa ?
·
Bagaimana perncanaan penanggulangan
penyakit ispa?
·
Bagaimana Evaluasi Sistem Surveilans
Pada penyakit ispa?
D. Tujuan
·
Untuk Mengetahui Epidemiologi penyakit
ispa ?
·
Untuk Mengetahui Analisis Epidemiologi
Pada penyakit ispa ?
·
Untuk mengetahui perencanaan
penanggulangan penyakit ispa?
·
Untuk Mengetahui Evaluasi Sistem
Surveilans penyakit ispa?
BAB II
PEMBAHASAN
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan
Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute
Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu
bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura.
A. Agent
Agent dari ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995). Penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hamper 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1995).
Agent dari ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995). Penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hamper 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1995).
B. Host
a) Faktor keturunan
b) ISPA memang bukan penyakit keturunan
namun adakalanya ISPA disebabkan oleh alergi yang merupakan penyakit
keturunan.Mekanisme pertahanan tubuh
c) ISPA banyak diderita oleh anak-anak
karena mekanisme pertahanan tubuh anak masih rentan dibanding mekanisme
pertahan tubuh orang dewasa yang sudah kuat.
d) Umur Banyak diderita oleh anak-anak
e) Pekerjaan ,Orang yang bekerja di
lingkungan yang berdebu, berpolusi atau dilingkungan yang dipenuhi oleh zat
kimia cenderung banyak yang menderita ISPA.
f) Kebiasaan hidup Seseorang yang
terbiasa hidup kurang bersih, tentunya lebih mudah terkena penyakit infeksi
daripada sebaliknya
A. Environment
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA.
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA.
Pada ISPA, dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu :
1.
Melalui
areosol (partikel halus) yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.
2.
Melalui
areosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin.
3.
Melalui
kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari oleh
jasad renik.
Pengenalan
Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks dan heterogen
yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di
sepanjang saluran nafas (WHO, 1986).
ISPA
merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan angka
kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia. Dalam Pelita IV penyakit tersebut
mendapat prioritas tinggi dalam bidang kesehatan (Depkes, 1998).
ISPA merupakan infeksi saluran pernapasan yang
berlangsung sampai 14 hari. Saluran pernapasan meliputi organ mulai dari hidung
sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang
telinga tengah dan selaput paru.
ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan
bersifat ringan, misalnya batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotik. Namun demikian jangan dianggap enteng, bila infeksi paru ini tidak
diobati dengan antibiotik dapat menyebabkan anak menderita pneumoni yang dapat
berujung pada kematian.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi
penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia.
Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan
pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis,
tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai
bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas
ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman
Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan
antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik (6).
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah,
bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat
kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi
saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati
bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan
bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua
golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering
terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi
dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada
anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya
terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak
tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.
Penyebaran/
Epidemiologi
Epidemiologi adalah suatu rangkaian proses yang terus
menerus dan sistematik dalam pengumpulan data, pengolahan, analisis dan
interpretasi serta disiminasi informasi untuk aksi atau perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian program kesehatan masyarakat berdasarkan eridens
base.
Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan
sangat efektif bila dapat dukungan oleh sistem yang handal karena fungsi
utamanya adalah menyediakan informasi epidemiologi yang peka terhadap perubahan
yang terdapat dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit yang menjadi
prioritas pembangunan.
Salah satu penyakit yang di derita oleh masyarakat
terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), yaitu meliputi infeksi
akut saluran pernafasan bagian atas dan akut saluran pernafasan bagian bawah.
ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak di derita oleh anak; baik di negara
berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu banyak diantara mereka perlu
masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran
pernafasan pada masa bayi dan anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada
masa dewasa.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting
karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1
dan 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 – 6 episode
ISPA setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari kunjungan ke puskesmas mencapai
40 – 60 % adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA
adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang 2 bulan.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih
sangat tinggi, kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk
berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit kurang gizi.
Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 –
20 % dan populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian di lapangan
(kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8%). Bila kita mengambil angka morbiditas 10%
pertahun, berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar
2,3 juta.
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai
sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan kesakitan dan
kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun
kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti
yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
Tanda-tanda
bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai
dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh
dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam
kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun
demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak
menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar
tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan
tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda
klinis
· Pada sistem respiratorik adalah:
tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping
hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan
wheezing.
· Pada sistem cardial adalah:
tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
· Pada sistem cerebral adalah :
gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan
coma.
· Pada hal umum adalah : letih dan
berkeringat banyak.
Tanda-tanda
laboratoris
· hypoxemia,
· hypercapnia dan
· acydosis (metabolik dan atau
respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan
gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan
adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari
setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor,
Wheezing, demam dan dingin.
Penatalaksanaan
ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
Upaya pencegahan
Pencegahan
dapat dilakukan dengan :
· Menjaga keadaan gizi agar tetap
baik.
· Immunisasi.
· Menjaga kebersihan perorangan dan
lingkungan.
· Mencegah anak berhubungan dengan
penderita ISPA.
Perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
· Menigkatkan istirahat minimal 8 jam
perhari
· Meningkatkan makanan bergizi
· Bila demam beri kompres dan
banyak minum
· Bila hidung tersumbat karena pilek
bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih
· Bila badan seseorang demam gunakan
pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
· Bila terserang pada anak tetap
berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menyusui.
Faktor
resiko
Beberapa
faktor mempengaruhi tingginya mortalitas dan morbiditas ISPA serta berat
ringannya penyakit, faktor inilah yang dikenal sebagai faktor risiko. Berbagai
penelitian mengenai faktor risiko telah dilakukan baik di negara maju maupun di
negara berkembang. Nampaknya faktor risiko di negera industri agak berlainan
dari faktor risiko di negara berkembang. Beberapa faktor risiko yang telah
diketahui antara lain, malnutrisi, kelahiran dengan berat badan rendah (BBLR),
pemberian ASI, kepadatan hunian, sosioekonomi yang rendah, asap rokok, cuaca,
pendidikan orang tua, dan lain-lain. Sedangkan beberapa lainnya masih
diperdebatkan, seperti peran vitamin A. Secara umum faktor risiko dapat
dikelompokkan menjadi faktor diri (host) dan faktor lingkungan
(Koch et al, 2003).
Menurut
WHO (1992) beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi pneumonia dan
kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi tidak
lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan hunian, udara dingin,
jumlah kuman yang banyak di tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok,
gas beracun dan lain-lain.
Faktor-faktor
resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan
infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak
pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut
(Koch et al, 2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun
secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah
ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya
perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka
kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka
kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
(Koch et al, 2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan
Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini
sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya
(Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih
kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan
tersebut adalah status gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi
(1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan
peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan
penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan
peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Kochet al,
2003).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian
vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan
tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami
diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah
makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga
sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor
yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan
imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke
permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah
merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan
yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik
untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak
yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark
(Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan
hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003)
membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah
diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status
keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan
tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan
rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).
d. Kebiasaan merokok
Pada
keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena
ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok.
Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali
lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui
bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek
pencemaran udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar
(SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran
udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di
Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru
atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua
wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi
tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak
ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan
saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh
terhadap terjadinya penyakit ISPA.
Adanya
ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti
yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra,
2003).
Patofisiologi
Perjalanan
klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah
faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi
virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe,
1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending
and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol
adalah batuk.
Adanya
infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang
merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi
bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas sepertistreptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick,
1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak
dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga
menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian
menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas
dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus
yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar
ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa
menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus,
dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann,
1985).
Penanganan
penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang
sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada
umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan
IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari
uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita
belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal
akibat pneumonia.
Pencegahan
& Pemberantasan Penyakit
Hal-hal yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain :
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik,
diantaranya dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup
gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar
daya tahan tubuh terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar
tetap bersih.
Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
Pemberantasan
ISPA yang dilakukan adalah :
a. Penyuluhan kesehatan yang terutama
di tujukan pada para ibu.
b. Pengelolaan kasus yang
disempurnakan.
c. Immunisasi
PLANING OF
ACTION (POA)
PEMBERANTASAN
PENYAKIT ISPA
DI PUSKESMAS PERAWATAN ANGGERAJA
No.
|
JENIS KEGIATAN
|
TUJUAN
|
SASARAN
|
JADWAL KEGIATAN
|
LOKASI
|
PELAKSANA
|
1
|
Pemeriksaan
terhadap bayi dan balita
|
Deteksi
dini penyakit ISPA
|
Bayi,
Balita
|
Awal
Tahun
|
Posyandu
|
P2ISPA
Kader Kesehatan
|
2
|
Pelatihan
Kader Kesehatan
|
Melatih
Kader untuk mengenal penyakit ISPA
|
Kader
Kesehatan
|
|
Puskesmas
|
Kepala Puskesmas
P2ISPA
|
3
|
Penyuluhan
tentang ISPA
|
Memberikan
pengetahuan kepada ibu-ibu tentang gejala dan pencegahan penyakit ISPA
|
Ibu-ibu
|
|
Puskesmas
|
Kepala Puskesmas
P2ISPA
Kader Kesehatan
|
4
|
Pelatihan
pengobatan ISPA
|
Memberikan
pelatihan kepada petugas kesehatan Puskesmas Pembantu dan Poskesdes yang diberikan wewenang untuk
mengobati ISPA
|
Petugas
Kesehatan Pustu dan Poskesdes
|
|
Puskesmas
|
P2ISPA
Dokter
|
5
|
Imunisasi
|
Pemberian
imunisai untuk mencegah penyakit ISPA
|
Bayi
dan Balita
|
|
Posyandu
|
P2ISPA
|
6
|
Monitoring
|
Memantau
pelaksanaan program penanganan penyakit ISPA
|
Bayi/Balita
Kader
Kesehatan
|
|
Wilayah Kerja
|
P2ISPA
|
7
|
Evaluasi
|
Mengukur
tingakat keberhasilan program dan mengidentifikasi hambatan-hambatan
pelaksanaan
|
Petugas
Kesehatan
Kader
Kesehatan
|
|
Puskesmas
|
P2ISPA
|
DAPTAR
PUSTAKA:
Depkes RI,1994. Pedoman Program P2 ISPA dan
Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Depkes RI: Jakarta.
Doenges,
Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien
Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar