MAKALAH :
EPIDEMIOLOGI
PENYAKIT LEPR
uNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat penyertaan dan bimbinganNya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas pada mata kuliah Dasar – Dasar Epidemiologi dengan judul makalah “ Penyakit Lepra “.
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata
kuliah Dasar –Dasar Epidemilogi.
Penulis
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk
perbaikan makalah ini.
Parepare, 17 Januari 2013
PENULIS
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR
…………………………………………………………………………... ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………… iii
BAB I LATAR BELAKANG………………………………………………………… 1
A. Pendahuluan …………………………………………………………… 1
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA ……………………………………………………….
4
I. Pembahasan
…………………………………………………………… 4
A. 1. Perkembangan Teori Terjadinya
Penyakit Lepra ……………. 4
2.
Hubungan Penyebab Penyakit Lepra ………………………… 6
3.
Model Hubungan Kausal Penyakit ……………………………. 7
4.
Faktor Agent Penyakit ………………………………………….. 7
B. Tahap Riwayat Alamiah Penyakit Lepra
………………………… 8
C. 1. Upaya Pencegahan Penyakit …………………………………. 8
2. Besarnya Kemungkinan Penyakit Lepra
…………………….. 9
D. Transisi Epidemiologi Penyakit Lepra
…………………………... 9
E. Etika Epidemiologi Penyakit Lepra
……………………………… 10
F. Konsep Dasar Epidemiologi Penyakit Lepra
…………………… 10
G. Aplikasi Epidemiologi Penyakit Lepra
…………………………… 10
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………….. 12
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………………………………….
13
BAB I
LATAR BELAKANG
A. PENDAHULUAN
Istilah lepra berasal
dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit
secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang
menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga
penyakit ini disebut Morbus Hansen.
Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat
sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak,
dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak
menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada penyakit tzaraath, yang digambarkan dan sering disamakan dengan kusta.
Lepra merupakan
penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia yang
dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Meskipun infeksius, tetapi derajat
infektivitasnya rendah. Waktu inkubasinya panjang, mungkin beberapa tahun, dan
tampaknya kebanyakan pasien mendapatkan infeksi sewaktu masa knak-kanak.
Tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta antara lain, kulit mengalami
bercak putih, merah, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemutan pada anggota
badan atau bagian raut muka, dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi.
Gejalanya memang tidak selalu tampak. Justru sebaiknya waspada jika ada anggota
keluarga yang menderita luka tak kunjung sembuh dalam jangka waktu lama. Juga
bila luka ditekan dengan jari tidak terasa sakit.
Kelompok yang berisiko
tinggi terkena lepra adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang
buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan
gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat
menekan sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi
dari wanita.
Penyakit Lepra atau
Morbus Hansen adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae yang secara primer menyerang syaraf tepi, selanjutnya
menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem
retikoloendotel, mata, otot, tulang dan testis. Kusta menyebar luas ke seluruh
dunia, dengan sebagian besar kasus terdapat di daerah tropis dan subtropis,
tetapi dengan adanya perpindaham penduduk maka penyakit ini bisa menyerang di
mana saja.
Pada umumnya penyakit lepra terdapat di negara
yang sedang berkembang, dan sebagian besar penderitanya adalah dari golongan
ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut
dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan,
kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Hal ini menyebabkan penyakit
kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, disamping besarnya masalah
di bidang medis juga masalah sosial yang ditimbulkan oleh penyakit ini
memerlukan perhatian yang serius.
Kusta kebanyakan
ditemukan di Afrika Tengan dan Asia Tenggara, dengan angka kejadian di atas 10
per 1.000. hal ini disebabkan meningkatnya mobilitas penduduk, misalnya
imigrasi, pengungsi dan sebagainya. Sebagaimana yang dilaporkan oleh WHO pada
115 negara dan teritori pada 2006 dan diterbitkan di Weekly Epidemiological
Record, prevalensi terdaftar kusta pada awal tahun 2006 adalah 219.826
kasus. Penemuan kasus baru pada tahun sebelumnya adalah 296.499 kasus. Alasan
jumlah penemuan tahunan lebih tinggi dari prevalensi akhir tahun dijelaskan
dengan adanya fakta bahwa proporsi kasus baru yang terapinya selesai pada tahun
yang sama sehingga tidak lagi dimasukkan ke prevalensi terdaftar.
Penemuan secara global terhadap kasus baru
menunjukkan penurunan. Di India jumlah kasus kira-kira 4 juta, pada tahun 1961
jumlah penderita kusta sebesar 2,5 juta, pada tahun 1971 jumlah penderita 3,2
juta dan tahun 1981 jumlah penderita 3,9 juta. Kusta juga banyak ditemykan di
Amerika Tengah dan Selatan dengan jumlah kasus yang tercatat lebih dari 5.000
kasus.
Selama tahun 2000 di
Indonesia ditemukan 14.697 penderita baru. Diantaranya 11.267 tipe MB (76,7%)
dan 1.499 penderita anak (10,1%). Selama tahun 2001 dan 2002 ditemukan 14.061
dan 14.716 kasus baru. Diantara kasus ini 10.768 dan 11.132 penderita tipe MB
(76,6% dan 75,5%). Sedangkan jumlah penderita anak sebanyak 1.423 kasus (10,0%)
pada tahun 2001 dan 1.305 kasus (8,9%) pada tahun 2002. Di tingkat propinsi,
Jawa Timur paling banyak menemukan penderita baru yaitu 3.785 kasus pada tahun
2001 dan 4.391 pada tahun 2002. Propinsi yang paling sedikit menemukan kasus baru
adalah propinsi adalah Bengkulu, yaitu 8 kasus pada tahun 2001 dan 4 kasus pada
tahun 2002.
Permasalahan penyakit lepra
bila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan yang sangat kompleks bukan
hanya dari segi medis tetapi juga menyangkut masalah sosial ekonomi, budaya dan
ketahanan Nasional. Dalam keadaan ini warga masyarakat berupaya menghindari
penderita. Sebagai akibat dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek
atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut
dapat mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya
dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau gangguan di
lingkungan masyarakat. Hal ini disebabkan rasa takut, malu dan isolasi sosial
berkaitan dengan penyakit ini.
Laporan tentang lepra lebih kecil daripada
sebenarnya, dan beberapa negara enggan untuk melaporkan angka kejadian
penderita lepra sehingga jumlah yang sebenarnya tidak diketahui. Melihat
besarnya manifestasi penyakit ini maka perlu dilakukan suatu langkah
penanggulangan penyakit tersebut. Program pemberantasan penyakit menular
bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan
angka kematian serta mencegah akibat buruk lebih lanjut sehingga memungkinkan
tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Masalah yang dimaksud bukan
saja dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya,
keamanan dan ketahanan sosial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PEMBAHASAN
A. 1. PERKEMBANGAN TEORI TERJADINYA PENYAKIT LEPRA
Konon, lepra telah
menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok kuno, Mesir kuno,
dan India. Pada 1995, Penyakit kusta atau lepra menjadi salah satu
penyakit tertua yang hingga kini awet bertahan di dunia. Dari catatan yang
ditemukan di India, penderita lepra udah ditemukan sejak tahun 600 Sebelum
Masehi. Dalam buku City of Joy (Negeri Bahagia) karya Dominique, mantan
reporter untuk sejumlah penerbitan di Prancis pada dekade 1960-an hingga
1970-an, kusta menjadi penyakit yang 'populer' dan menjadi bagian dari
kehidupan miskin di Calcutta, India. Namun, kuman penyebab kusta kali pertama
baru ditemukan pada tahun 1873 oleh Armauer Hansen di Norwegia.Karena itu
penyakit ini juga sering disebut penyakit Hansen. Saat ini penyakit kusta
banyak terdapat di Benua Afrika, Asia, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan.
Menurut sejarah
pemberantasan penyakit kusta di dunia dapat kita bagi dalam 3 (tiga) zaman
yaitu zaman purbakala, zaman pertengahan dan zaman moderen. Pada zaman
purbakala karena belum ditemukan obat yang sesuai untuk pengobatan penderita
kusta, maka penderita tersebut telah terjadi pengasingan secara spontan karena
penderita merasa rendah diri dan malu, disamping itu masyarakat menjauhi mereka
karena merasa jijik. Pada zaman pertengan penderita lepra diasingkan lebih
ketat dan dipaksa tinggal di Leprosaria/koloni perkampungan penderita kusta
seumur hidup.
a. Zaman Purbakala.
Penyakit lepra dikenal
hampir 2000 tahun SM. Hal ini dapat diketahui dari peninggalan sejarah seperti
di Mesir, di India 1400 SM, istilah kusta yang sudah dikenal didalam kitab
Weda, di Tiongkok 600 SM, di Nesopotamia 400 SM. Pada zaman purbakala tersebut
telah terjadi pengasingan secara spontan penderita merasa rendah diri dan malu,
disamping masyarakat menjauhi penderita karena merasa jijik dan takut.
b. Zaman Pertengahan.
Kira-kira setelah abad
ke 13 dengan adanya keteraturan ketatanegaraan dan system feodal yang berlaku
di Eropa mengakibatkan masyarakat sangat patuh dan takut terhadap penguasa dan
hak azasi manusia tidak mendapat perhatian. Demikian pula yang terjadi pada
penderita kusta yang umumnya merupakan rakyat biasa. Pada waktu itu penyebab
penyakit dan obat-obatan belum ditemukan maka penderita kusta diasingkan lebih
ketat dan dipaksakan tinggal di Leprosaria/Koloni Perkampungan penderita kusta
untuk seumur hidup.
c. Zaman Modern.
Dengan ditemukannya
kuman kusta oleh G.H. Hansen pada tahun 1873, maka mulailah era perkembangan
baru untuk mencari obat anti kusta dan usaha penanggulangannya. Pengobatan yang
efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940-an dengan
diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri penyebab lepra
secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar. Hal
ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan multiobat pada awal 1980-an dan penyakit ini pun
mampu ditangani kembali.
Demikian halnya di Indonesia dr. Sitanala
telah mempelopori perubahan sistem pengobatan yang tadinya dilakukan secara
isolasi, secara bertahap dilakukan dengan pengobatan jalan. Perkembangan
pengobatan selanjutnya adalah sebagai berikut :
-. Pada tahun 1951
dipergunakan DDS sebagai pengobatan penderita kusta.
-. Pada tahun 1969
pemberantasan penyakit kusta mulai diintegrasikan di puskesmas.
- Sejak tahun 1982 Indonesia
mulai menggunakan obat Kombinasi Multidrug Therapy (MDT) sesuai dengan
rekomendasi WHO.
1.
HUBUNGAN PENYEBAB PENYAKIT
Meskipun
cara masuk M.leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti,
beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa tersering ialah melalui kulit
yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Pengaruh M. leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas
seseorang, kemampuan hidup M.leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu
regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulen dan nontoksis.
M.leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang
terutama terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada
dermis atau sel Schwan di jaringan saraf. Bila kuman M.leprae masuk ke
dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel
monosit darah, sel mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya.
Pada lepra tipe LL
terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan demikian makrofag tidak
mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas,
yang kemudian dapat merusak jaringan.
Pada lepra tipe TT
kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag sanggup
menghancurkan kuman. Sayangnya setelah semua kuman di fagositosis, makrofag
akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang
bersatu membentuk sel datia langhans. Bila infeksi ini tidak segera di atasi
akan terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan
saraf dan jaringan disekitarnya.
Sel Schwan merupakan
sel target untuk pertumbuhan M.lepare, disamping itu sel Schwan berfungsi
sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi,
bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalm sel Schwan, kuman dapat bermigrasi
dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi
kerusakan saraf yang progresif.
Sampai saat ini
manusia merupakan satu-satunya yang diketahui berperan sebagai reservoir. Di
Lusiana dan Texas binatang armadillo liar diketahui secara alamiah dapat
menderita penyakit yang mempunyai kusta seperti pada percobaan yang dilakukan
dengan binatang ini. Diduga secara alamiah dapat terjadi penularan dari armadilo
kepada manusia. Penularan lepra secara alamiah ditemukan terjadi pada
monyet dan simpanse yang ditangkap di Nigeria dan Sierra Lione.
2.
MODEL HUBUNGAN KAUSAL PENYAKIT
Meskipun cara
penularannya yang pasti belum diketahui dengan jelas penularan di dalam rumah
tangga dan kontak/hubungan dekat dalam waktu yang lama tampaknya sangat
berperan dalam penularan. Berjuta-juta basil dikeluarkan melalui lendir hidung
pada penderita kusta tipe lepromatosa yang tidak diobati, dan basil terbukti
dapat hidup selama 7 hari pada lendir hidung yang kering. Ulkus kulit pada
penderita kusta lepromatusa dapat menjadi sumber penyebar basil. Organisme
kemungkinann masuk melalui saluran pernafasan atas dan juga melalui kulit yang
terluka. Pada kasus anak-anak dibawah umur satu tahun, penularannya diduga
melalui plasenta.
Dua pintu keluar dari M.
leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung.
Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adanya sejumlah organisme
di dermis kulit. Bagaimanapun masih belum dapat dibuktikan bahwa
organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit. Walaupun terdapat
laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di epitel deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak
menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan adanya
sejumlah M. leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal ini
membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat. Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan
oleh Schäffer pada 1898. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung
di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri.
Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya
bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret
hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari.
3. FAKTOR AGENT PENYAKIT
Penyakit lepra dapat
ditularkan dari penderita kusta tipe multi basiler (MB) kepada orang lain
dengan cara penularan langsung. Penularan yang pasti belum diketahui, tapi
sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan
melalui saluran pernapasan dan kulit. Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang
tidak mudah dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara
lain :
a. Faktor sumber penularan
Adalah penderita kusta tipe MB. Penderita
Multi Basiler ini pun tidak akan menularkan lepra apabila berobat teratur.
b. Faktor kuman lepra
Kuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia
antara 1-9 hari tergantung pada suhu dan cuaca dan diketahui kuman kusta yang
utuh yang dapat menimbulkan penularan.
c. Faktor daya tahan tubuh
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit
kusta. Dari hasil penelitian menunjukkan gambar sebagai berikut dari 100 orang
yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat,
2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan.
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita lepra dan
diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan
pengamatan pada kelompok penyakit lepra di keluarga tertentu. Belum diketahui
pula mengapa dapat terjadi tipe lepra yang berbeda pada setiap individu. Faktor
ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.
B. TAHAP RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT LEPRA
Tahap riwayat alamiah
penyakit lepra, terdiri dari lima tahap yaitu :
1.
Tahap prepatogenesis, dimana ada interaksi penjamu dan bibit penyakit
2.
Tahap inkubasi, dimana bibit penyakit masuk tetapi gejala belum
Nampak
3.
Tahap penyakit dini , dimana muncul gejala penyakit dan penjamu
jatuh sakit
4.
Tahap penyakit lanjut
5.
Tahap penyakit akhir yaitu sembuh sempurna, sembuh tapi cacat,
karier atau mati
C. 1. UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT
Hingga saat ini tidak
ada vaksinasi untuk penyakit lepra. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa
kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan
penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan adalah
amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah.
Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk
menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara teratur. Pengobatan kepada
penderita kusta adalah merupakan salah satu cara pemutusan mata rantai
penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam dan ada yang
berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh
manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam
hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya
tempat-tempat yang lembab. Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit
kusta. Tetapi kita tidak dapat menyembuhkan kasus-kasus kusta kecuali
masyarakat mengetahui ada obat penyembuh kusta, dan mereka datang ke Puskesmas
untuk diobati. Dengan demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan
penyuluhan lepra kepada setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap orang,
materi penyuluhan berisikan pengajaran bahwa :
a. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta
b. Sekurang-kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin
terkena kusta
2. BESARNYA
KEMUNGKINAN PENYAKIT LEPRA
Penyakit lepra sering dipercaya
bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang terinfeksi dengan orang
sehat, dengan berbagai kemungkinan resiko mengalami kecacatan dan berbagai
resiko. Penularan yang tinggi pada penyakit lepra maka akan membuat para
penderita harus diisolasi untuk mendapat kesembuhan . Keberadaan penderita
lepra dapat membuat dia stress, kecacatan.
D. TRANSISI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT LEPRA
Transisi epidemiologi
bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan dan pola
penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit.
Sebelum penderita positif terkena penyakit lepra, akan terlihat berbagai macam
gejala salah satunya adalah timbul bercak merah jika disentuh dengan benda
tajam penderita tidak akan merasakan sesuatu.
E. ETIKA EPIDEMIOLOGI PENYAKIT LEPRA
Etika epidemiologi
penyakit lepra itu sendiri, perlu dilakukan tahap-tahapan sehingga
penyebarannya tidak meluas, dalam hal ini bagi penderita yang sudah berada pada
tahap lanjut segera diisolasi untuk menghindari menularnya penyakit tersebut
kepada orang lain. Selain itu ada upaya pengrehabilitasian pada penderita agar
nantinya dapat kembali diterima oleh masyarakat.
F. KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI PENYAKIT LEPRA
1. SEGITIGA EPIDEMIOLOGI
agent
host
environtment
Dimana sebagai agent dari penyakit lepra adalah mikobakterium
leprae, sebagai host adalah manusia, dan environmentnya adalah lingkungan yang
sudah terinfeksi penyakui lepra.
2. PORTAL OF ENTRY
Pintu masuk dari mikobakterium leprae ke tubuh manusia masih
menjadi tanda Tanya , saat ini diperkirakan bahwa kulit yang terluka dan
saluran pernapasan atas menjadi gerbong dari masuknya bakteri.
PORTAL OF EXIT
Kulit dan mukosa hidung telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa
menunjukkan adanya sejumlah organism di dermis kulit.
G. APLIKASI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT LEPRA
Pengaplikasian epidemiologi penyakit lepra, sangat dikaitkan
dengan kesehatan lingkungan, dimana seseorang yang selalu menerapkan Pola Hidup
Bersih dan Sehat(PHBS) akan terhindar
dari penyakit termasuk penyakit lepra ini. Selain itu Lepra secara klinik
adalah penyakit menular yang pengobatannya membutuhkan waktu yang cukup lama
dan diperlukan pengisolasian agar tidak menular kepada orang lain.
BAB III.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil semester
III, penulis dapat memberi kesimpulan serta saran kepada Dosen Dasar-Dasar
Epidemiolog antara lain:
1.
Mata kuliah Dasar-Dasar Epidemiologi cukup menarik dan
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya untuk diri sendiri tapi
juga untuk orang banyak
2.
Selaku dosen harus lebih kreatif lagi dalam memberi materi di
perkuliahan agar mahasiswa lebih semangat dan memiliki inspirasi yang dapat
membantu mahasiswa menjadi lebih baik
3.
Khusus Dosen Dasar-Dasar Epidemiologi, kiranya agar berusaha
untuk bisa dekat dengan mahasiswa, saling mengerti, saling menghargai, karena
dosen dan mahasiswa adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan, mereka saling
membutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Daili, dkk. 1998. Kusta.
UI PRES. Jakarta.
Djuanda, Edwin. 1990. Rahasia Kulit
Anda. FKUI. Jakarta.
Graham, Robin. 2002. Lecture
Notes Dermatologi. Erlangga. Jakarta.
Melniek, dkk. 2001. Mikrobiologi
Kedokteran. Unair. Surabaya.
Nadesul,
Hendrawan. 1995. Bagaimana Kalau Terkena Penyakit Kulit. Puspa Swara. Jakarta.
1 komentar:
baca dolo.....
www.green404.blogspot.com
Posting Komentar