BAB II
NARKOTIKA DAN
PSIKOTROPIKA
A.
Narkotika
Pendahuluan
Sebagaimana
kita ketahui, narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat
di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, tetapi disisi lain sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama misalnya ketergantungan
obat.
Juga menanam,
menyimpan, mengimpor, memproduksi, mengedarkan dan menggunakan narkotika tanpa
pengendalian dan tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
adalah suatu kejahatan karena sangat merugikan dan menimbulkan bahaya yang
sangat besar. Kejahatan narkotika saat ini telah bersifat transnasional /
internasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi tinggi dan
teknologi canggih, oleh karena itu, UU No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika sudah
tidak sesuai lagi, maka perlu dibuat UU baru tentang Narkotika, yaitu UU no. 22
th 1997.
Pengertian
Beberapa
istilah penting yang perlu diketahui dalam UU
RI No. 22 Th 1997 antara lain :
1.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
2.
Peredaran
gelap narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara tanpa hak dan melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana
narkotika.
3.
Pecandu
adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan
ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
4.
Ketergantungan
narkotika adalah gejala dorongan untuk menggunakan narkotika secara
terus menerus, toleransi dan gejala putus narkotika apabila penggunaan dihentikan.
5.
Penyalahguna
adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan
dokter.
6.
Rehabilitasi
medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
Pengaturan
1.
Pengaturan narkotika bertujuan
untuk :
·
Menjamin ketersediaan narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan / atau pengembangan ilmu pengetahuan.
·
Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan
·
Memberantas peredaran gelap narkotika.
2.
Narkotika hanya dapat dipergunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan / atau pengembangan ilmu pengetahuan.
3.
Narkotika golongan I hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk
kepentingan lainnya.
Penggolongan
Berdasarkan UU RI No. 22 Th 1997,
narkotika dibagi atas 3 golongan :
1. Golongan
I
Golongan
I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh
terdiri dari 26 macam, antara lain :
a.
Tanaman Papaver
somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya,
kecuali bijinya.
b.
Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri,
diperoleh dari buah tanaman Papaver
somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan
pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.
c.
Opium masak terdiri dari :
·
candu,
hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan
khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan
bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok
untuk pemadatan.
·
Jicing,
sisa – sisa candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu
dicampur dengan daun atau bahan lain.
·
Jicingko,
hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
d.
Tanaman koka
seperti Erythroxylon coca,
semua tanaman dari genus Erythroxylon
dari keluarga Erythroxylaceae
termasuk buah dan bijinya.
e.
Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau
dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxlyon dari keluarga Erythroxylaceae
yang menghasilan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.
f.
Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari
daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
g.
Kokaina, metil ester-I-bensoil ekgonina.
h.
Tanaman ganja (Cannabis
indica), semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman
termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman
ganja termasuk damar ganja dan hashis.
i.
Tetrahydrocannabinol,
dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.
j.
Delta 9
tetrahidrocannabinol dan semua bentuk stereo kimianya.
k.
Asetorfina
l.
Etorfina
m. Heroina
n.
Tiofentanil
2. Golongan II
Golongan
II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh
terdiri dari 87 macam, antara lain :
a.
Alfasetilmetadol
b.
Difenoksilat
c.
Dihidromorfina
d.
Ekgonina
e.
Fentanil
f.
Metadona
|
g.
Morfina
h.
Opium
i.
Petidina
j.
Tebaina
k. Tebakon
|
3. Golongan III
Golongan
III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh
antara lain terdiri dari :
a.
Asetildihidrokodeina
b.
Dekstropropoksifena
c.
Dihidrokodeina
d.
Etilmorfina
e.
Kodeina
|
f.
Nikodikodina
g.
Nikokodina
h.
Norkodeina
i.
Polkodina
j.
Propiram
|
Penyimpanan dan Pelaporan
1. Penyimpanan
Narkotika
yang berada dalam penguasaan importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar
farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib
disimpan secara khusus.
Pabrik
farmasi, importir dan PBF yang menyalurkan narkotika harus memiliki gudang
khusus untuk menyimpan narkotika dengan persyaratan sebagai berikut :
a.
Dinding terbuat dari tembok dan hanya mempunyai satu
pintu dengan dua buah kunci yang kuat dengan merk yang berlainan.
b.
Langit-langit dan jendela dilengkapi dengan jeruji
besi.
c.
Dilengkapi dengan lemari besi yang beratnya tidak
kurang dari 150 kg serta harus mempunyai kunci yang kuat.
Apotek
dan rumah sakit harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika dengan
persyaratan sebagai berikut :
a.
Harus terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat
(tidak boleh terbuat dari kaca)
b.
Harus mempunyai kunci yang kuat
c.
Dibagi dua bagian, masing-masing dengan kunci yang
berlainan.
Bagian pertama
untuk menyimpan morfina, petidina serta persediaan narkotika, sedangkan bagian
kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
2. Pelaporan
Importir, eksportir, pabrik obat, pedagang
besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib
membuat, menyampaikan dan penyimpan laporan berkala, pemasukan dan / atau
pengeluaran narkotika.
Laporan
dibuat secara rutin setiap bulan oleh pabrik, PBF, apotek dan rumah sakit yang
dikirimkan/ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Kotamadya/ Kabupaten /
Dati II dengan tembusan kepada :
§
Kepala BPOM setempat
§
Kepala Dinas Kesehatan Tingkat Provinsi
§
Arsip ybs.
Bentuk
laporan narkotika sebagai berikut :
LAPORAN
PEMAKAIAN NARKOTIKA
Nama apotek : Bulan :
No. izin apotek
:
Tahun :
Alamat
:
No. telpon
:
No.
|
Nama
Sediaan
|
Sediaan
Awal
bulan
|
Penambahan
|
Jumlah
(3+4+5)
|
Pengurangan
|
Jumlah
(7+8)
|
Persediaan
Akhir bulan
( 6 – 9 )
|
Ket
|
||
Pembelian
|
Pembuatan
|
Pembuatan R/
|
Lain-lain
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tempat, tanggal, bulan, tahun
Apoteker
Pengelola Apotik
Peredaran
1)
Peredaran narkotika meliputi setiap kegiatan atau
serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan narkotika baik dalam rangka
perdagangan, bukan perdagangan, maupun pemindahtanganan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
2) a). Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat
diedarkan setelah terdaftar pada Departemen Kesehatan (sekarang Badan POM).
b). Narkotika
golongan II dan III yang berupa bahan baku baik alamiah maupun sintetis dapat
diedarkan oleh pihak yang berhak tanpa wajib daftar.
Penyaluran
Importir,
eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah dapat melakukan kegiatan penyaluran narkotika sesuai
ketentuan dalam UU.
Importir,
eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah harus memiliki izin khusus penyaluran narkotika.
1.
Importir hanya dapat menyalurkan narkotika kepada
pabrik obat tertentu atau PBF tertentu.
2.
Pabrik obat tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika
kepada eksportir, PBF tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah tertentu , rumah sakit dan
lembaga ilmu pengetahuan tertentu.
3.
Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan
narkotika kepada pedagang besar farmasi tertentu lainnya, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
tertentu, rumah sakit, lembaga ilmu pengetahuan tertentu dan eksportir
4. Sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan
narkotika kepada rumah sakit pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan pemerintah tertentu.
5.
Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan kepada
pabrik obat tertentu dan / atau pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga
ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
Penyerahan
1.
Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek,
rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter.
2.
Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah
sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan pasien.
3.
Rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai pengobatan
hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan dalam hal:
§
menjalankan praktek dokter dan diberikan melalui
suntikan
§
menolong orang sakit dalam keadaan darurat
melalui suntikan atau
§
menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak
ada apotek
Narkotika
dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan dokter hanya dapat
diperoleh dari apotek.
Pemusnahan
Pemusnahan
narkotika dilakukan apabila :
1.
Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang
berlaku dan / atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi.
2.
Kadaluarsa
3.
Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan / atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan atau ;
4.
Berkaitan dengan tindak pidana.
Pemusnahan narkotika dilaksanakan oleh
orang atau badan yang bertanggung-jawab atas produksi dan peredaran narkotika
yang disaksikan oleh pejabat yang berwenang dan membuat Berita Acara Pemusnahan
yang memuat antara lain ;
§
hari, tanggal, bulan dan tahun
§
nama pemegang izin khusus (APA/Dokter)
§
nama saksi (1 orang dari pemerintah dan 1 orang
dari badan/instansi ybs)
§
nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan
§
cara pemusnahan
§
tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang
izin khusus/dokter pemilik narkotik dan saksi-saksi.
Ketentuan Pidana
Bagi
pihak-pihak yang melanggar UU Narkotika akan mendapat sanksi pidana sesuai
dengan kesalahannya.
Contoh :
1.
Barang siapa tanpa hak dan melawan
hukum :
a.
menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan,
memiliki, menyimpan atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman ;
atau
b.
memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk
persediaan, atau menguasai narkotika golongan I bukan tanaman, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000.
-
Bila narkotika golongan II maka pidananya paling
lama 7 tahun dan denda paling banyak
Rp. 250.000.000.
-
Bila golongan III, maka pidana penjaranya paling
lama 5 tahun dan denda paling
banyak Rp. 100.000.000.
2.
Barang siapa tanpa hak dan melawan
hukum :
a. memproduksi,
mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika
golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.
b. Bila
narkotika golongan II, maka pidananya 15 tahun dan denda Rp. 500 juta rupiah.
c. Bila
golongan III, maka pidananya 7 tahun dan denda 200 juta rupiah.
3.
Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau
memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000.
Bila golongan II maupun III, maka pidananya pun berbeda.
4.
Demikian juga bila menggunakan narkotika golongan I
bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun, bila
golongan II lamanya 2 tahun, sedangkan golongan III dipidana 1 tahun.
5.
Sedangkan juga dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 tahun dan denda paling banyak 200 juta rupiah bagi :
a.
Pimpinan rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, apotek dan dokter yang
mengedarkan narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan.
b.
Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam,
membeli, menyimpan atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan.
c.
Pimpinan pabrik obat tertentu yang memproduksi
narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan ;
atau
d.
Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan
narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
atau mengedarkan narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan.
B. Psikotropika
Pendahuluan
Sebagaimana
kita ketahui psikotropika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, sehingga ketersediaannya perlu
dijamin. Tetapi penyalahgunaan psikotropika dapat merugikan kehidupan manusia
dan kehidupan bangsa sehingga dapat mengancam ketahanan nasional. Juga dengan makin
pesatnya kemajuan iptek, transportasi, komunikasi dan informasi telah
mengakibatkan gejala peredaran gelap psikotropika yang makin meluas dan
berdimensi internasional. Oleh karena itu dipandang perlu ditetapkan UU tentang
Psikotropika yaitu UU RI No. 5 tahun 1997.
Pengertian
Berdasarkan
UU RI No. 5 Th 1997 psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau
sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada SSP yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Pengaturan
1.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
a.
menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b.
mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c.
memberantas peredaran gelap psikotropika.
2.
Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan / atau ilmu pengetahuan.
3.
Psikotropika Golongan I hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan.
Penggolongan
Menurut
UU RI No. 5 Th 1997, psikotropika dibagi menjadi 4 golongan :
1.
Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika
Golongan I terdiri dari 26 macam, antara lain Lisergida (LSD), MDMA (Metilen
Dioksi Meth Amfetamin), Meskalina, Psilosibina, Katinona.
2.
Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika
Golongan II terdiri dari 14 macam, antara lain Amfetamina, Metakualon,
Sekobarbital, Metamfetamin, Fenmetrazin.
3.
Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Psikotropika Golongan III terdiri dari 9 macam, antara lain
Amobarbital, Flunitrazepam, Pentobarbital, Siklobarbital, Katina
4.
Golongan IV, berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika Golongan IV
terdiri dari 60 macam, antara lain Allobarbital, Barbital, Bromazepan,
Diazepam, Fencamfamina, Fenobarbital, Flurazepam, Klobazam, Klordiazepoksida,
Meprobamat, Nitrazepam, Triazolam.
Peredaran
Peredaran
psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan. Psikotropika yang berupa
obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar di Depkes RI (sekarang Badan POM)
1.
Penyaluran
a.
Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh
pabrik obat, PBF dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah (SPSFP).
b.
PBF hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada PBF lain, apotek, SPSFP, rumah sakit, lembaga
penelitian dan / atau lembaga pendidikan.
c.
SPSFP hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada rumah sakit
pemerintah, puskesmas, BP pemerintah
d.
Psikotropika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh
pabrik obat dan PBF kepada lembaga penelitian dan / atau lembaga pendidikan
guna kepentingan ilmu pengetahuan.
e.
Psikotropika yang dapat digunakan untuk ilmu
pengetahuan hanya dapat
·
disalurkan oleh pabrik obat dan PBF kepada
lembaga penelitian dan / atau lembaga pendidikan atau.
·
Diimpor langsung oleh lembaga penelitian dan /
atau lembaga pendidikan.
2. Penyerahan
a.
Penyerahan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh
apotek, rumah sakit, puskesmas, Balai Pengobatan dan dokter.
b.
Apotek hanya dapat menyerahkan psikotropika kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas,
dokter, pengguna / pasien
c.
Rumah sakit, BP & puskesmas hanya dapat menyerahkan
kepada pengguna / pasien.
d.
Apotek, rumah sakit, BP & puskesmas menyerahkan
psikotropika berdasarkan resep dokter.
e.
Dokter menyerahkan psikotropika dalam hal menjalankan praktek terapi dan diberikan
melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat, menjalankan tugas
didaerah terpencil yang tidak ada apotek.
Psikotropika
yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.
Pemusnahan
§
Pemusnahan dilaksanakan dalam hal :
§
berhubungan dengan tindak pidana
§
diproduksi tanpa memenuhi standar
§
kadaluarsa
§
tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan / atau ilmu pengetahuan.
Pemusnahan
psikotropika dilaksanakan oleh orang atau badan yang bertanggung-jawab atas
produksi dan peredaran psikotropika yang disaksikan oleh pejabat yang berwenang
dan membuat Berita Acara Pemusnahan yang memuat antara lain ;
1.
hari, tanggal, bulan dan tahun
2.
nama pemegang izin khusus (APA/Dokter)
3.
nama saksi (1 orang dari pemerintah dan 1 orang dari
badan/instansi ybs)
4.
nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan
5.
cara pemusnahan
6.
tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang izin
khusus/dokter pemilik psikotropika dan saksi-saksi.
Ketentuan Pidana
1.
Setiap pelanggaran terhadap UU Psikotropika mendapat
sanksi pidana maupun denda, misalnya :
a.
Barang siapa yang
:
·
menggunakan / mengimpor psikotropika golongan I
selain untuk ilmu pengetahuan,
·
memproduksi / menggunakan psikotropika golongan
I,
·
tanpa hak memiliki, menyimpan, membawa
psikotropika golongan I
maka
dipidana penjara minimal 4 tahun, maksimal 15 tahun dan pidana denda minimal
Rp. 150 juta, maksimal Rp. 750 juta.
b. Barang
siapa yang :
·
memproduksi psikotropika selain yang telah
ditetapkan,
·
memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang
tidak memenuhi standar dan yang tidak terdaftar
maka
dipidana penjara maksimal 15 tahun dan pidana denda maksimal Rp. 200 juta.
c.
Barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan
dan/atau membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
tahun dan pidana denda paling banyak Rp.100 juta.
2.
Pidana penjara dan pidana denda dijatuhkan kepada
macam-macam pelanggaran psikotropika dengan ancaman hukuman paling ringan
penjara 1 tahun dan denda Rp. 60 juta.
3.
Tindakan pidana di bidang psikotropika adalah suatu
kejahatan.
C.
Lain-Lain
Prekursor
1. Prekursor
Narkotika (Kepmenkes No. 890/1998)
Prekursor
narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan
dalam pembuatan narkotika.
Jenis
prekursor narkotika adalah anhidrida
asam asetat, aseton, asam klorida, asam sulfat, etil eter, kalium permanganat,
metil etil keton dan toluene.
2. Prekursor
Psikotropika (Kepmenkes No. 917/1997)
Prekursor
psikotropika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan
dalam pembuatan psikotropika.
Jenis
prekursor psikotropika yaitu asam N asetil antranilat, efedrin, ergometrin,
ergotamin, isosafrol , asam lisergat,
3,4 metilen dioksi fenil propanon, 1-fenil-2-propanon, piperonal, pseudo
efedrin dan safrol.
Perbedaan dan Persamaan Narkotika dan Psikotropika
|
Psikotropika
|
Narkotika
|
|
Persamaan
|
Sama-sama
bekerja secara selektif pada susunan syaraf pusat
|
||
Perbedaan
|
Psikoaktif
|
Adiksi/ ketergantungan
|
|
Efek
utama
|
Terhadap aktifitas
mental dan prilaku
|
Penurunan / perubahan kesadaran
Hilangnya rasa, mengurangi
nyeri
|
|
Terapi
|
Gangguan
psikiatrik
|
Analgesik, antitusif,
anti-spasmodik, premedikasi anaestesi
|
|
BAB II
NARKOTIKA DAN
PSIKOTROPIKA
A.
Narkotika
Pendahuluan
Sebagaimana
kita ketahui, narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat
di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, tetapi disisi lain sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama misalnya ketergantungan
obat.
Juga menanam,
menyimpan, mengimpor, memproduksi, mengedarkan dan menggunakan narkotika tanpa
pengendalian dan tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
adalah suatu kejahatan karena sangat merugikan dan menimbulkan bahaya yang
sangat besar. Kejahatan narkotika saat ini telah bersifat transnasional /
internasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi tinggi dan
teknologi canggih, oleh karena itu, UU No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika sudah
tidak sesuai lagi, maka perlu dibuat UU baru tentang Narkotika, yaitu UU no. 22
th 1997.
Pengertian
Beberapa
istilah penting yang perlu diketahui dalam UU
RI No. 22 Th 1997 antara lain :
1.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
2.
Peredaran
gelap narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara tanpa hak dan melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana
narkotika.
3.
Pecandu
adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan
ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
4.
Ketergantungan
narkotika adalah gejala dorongan untuk menggunakan narkotika secara
terus menerus, toleransi dan gejala putus narkotika apabila penggunaan dihentikan.
5.
Penyalahguna
adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan
dokter.
6.
Rehabilitasi
medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
Pengaturan
1.
Pengaturan narkotika bertujuan
untuk :
·
Menjamin ketersediaan narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan / atau pengembangan ilmu pengetahuan.
·
Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan
·
Memberantas peredaran gelap narkotika.
2.
Narkotika hanya dapat dipergunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan / atau pengembangan ilmu pengetahuan.
3.
Narkotika golongan I hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk
kepentingan lainnya.
Penggolongan
Berdasarkan UU RI No. 22 Th 1997,
narkotika dibagi atas 3 golongan :
1. Golongan
I
Golongan
I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh
terdiri dari 26 macam, antara lain :
a.
Tanaman Papaver
somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya,
kecuali bijinya.
b.
Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri,
diperoleh dari buah tanaman Papaver
somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan
pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.
c.
Opium masak terdiri dari :
·
candu,
hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan
khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan
bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok
untuk pemadatan.
·
Jicing,
sisa – sisa candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu
dicampur dengan daun atau bahan lain.
·
Jicingko,
hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
d.
Tanaman koka
seperti Erythroxylon coca,
semua tanaman dari genus Erythroxylon
dari keluarga Erythroxylaceae
termasuk buah dan bijinya.
e.
Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau
dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxlyon dari keluarga Erythroxylaceae
yang menghasilan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.
f.
Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari
daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
g.
Kokaina, metil ester-I-bensoil ekgonina.
h.
Tanaman ganja (Cannabis
indica), semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman
termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman
ganja termasuk damar ganja dan hashis.
i.
Tetrahydrocannabinol,
dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.
j.
Delta 9
tetrahidrocannabinol dan semua bentuk stereo kimianya.
k.
Asetorfina
l.
Etorfina
m. Heroina
n.
Tiofentanil
2. Golongan II
Golongan
II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh
terdiri dari 87 macam, antara lain :
a.
Alfasetilmetadol
b.
Difenoksilat
c.
Dihidromorfina
d.
Ekgonina
e.
Fentanil
f.
Metadona
|
g.
Morfina
h.
Opium
i.
Petidina
j.
Tebaina
k. Tebakon
|
3. Golongan III
Golongan
III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh
antara lain terdiri dari :
a.
Asetildihidrokodeina
b.
Dekstropropoksifena
c.
Dihidrokodeina
d.
Etilmorfina
e.
Kodeina
|
f.
Nikodikodina
g.
Nikokodina
h.
Norkodeina
i.
Polkodina
j.
Propiram
|
Penyimpanan dan Pelaporan
1. Penyimpanan
Narkotika
yang berada dalam penguasaan importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar
farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib
disimpan secara khusus.
Pabrik
farmasi, importir dan PBF yang menyalurkan narkotika harus memiliki gudang
khusus untuk menyimpan narkotika dengan persyaratan sebagai berikut :
a.
Dinding terbuat dari tembok dan hanya mempunyai satu
pintu dengan dua buah kunci yang kuat dengan merk yang berlainan.
b.
Langit-langit dan jendela dilengkapi dengan jeruji
besi.
c.
Dilengkapi dengan lemari besi yang beratnya tidak
kurang dari 150 kg serta harus mempunyai kunci yang kuat.
Apotek
dan rumah sakit harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika dengan
persyaratan sebagai berikut :
a.
Harus terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat
(tidak boleh terbuat dari kaca)
b.
Harus mempunyai kunci yang kuat
c.
Dibagi dua bagian, masing-masing dengan kunci yang
berlainan.
Bagian pertama
untuk menyimpan morfina, petidina serta persediaan narkotika, sedangkan bagian
kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
2. Pelaporan
Importir, eksportir, pabrik obat, pedagang
besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib
membuat, menyampaikan dan penyimpan laporan berkala, pemasukan dan / atau
pengeluaran narkotika.
Laporan
dibuat secara rutin setiap bulan oleh pabrik, PBF, apotek dan rumah sakit yang
dikirimkan/ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Kotamadya/ Kabupaten /
Dati II dengan tembusan kepada :
§
Kepala BPOM setempat
§
Kepala Dinas Kesehatan Tingkat Provinsi
§
Arsip ybs.
Bentuk
laporan narkotika sebagai berikut :
LAPORAN
PEMAKAIAN NARKOTIKA
Nama apotek : Bulan :
No. izin apotek
:
Tahun :
Alamat
:
No. telpon
:
No.
|
Nama
Sediaan
|
Sediaan
Awal
bulan
|
Penambahan
|
Jumlah
(3+4+5)
|
Pengurangan
|
Jumlah
(7+8)
|
Persediaan
Akhir bulan
( 6 – 9 )
|
Ket
|
||
Pembelian
|
Pembuatan
|
Pembuatan R/
|
Lain-lain
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tempat, tanggal, bulan, tahun
Apoteker
Pengelola Apotik
Peredaran
1)
Peredaran narkotika meliputi setiap kegiatan atau
serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan narkotika baik dalam rangka
perdagangan, bukan perdagangan, maupun pemindahtanganan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
2) a). Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat
diedarkan setelah terdaftar pada Departemen Kesehatan (sekarang Badan POM).
b). Narkotika
golongan II dan III yang berupa bahan baku baik alamiah maupun sintetis dapat
diedarkan oleh pihak yang berhak tanpa wajib daftar.
Penyaluran
Importir,
eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah dapat melakukan kegiatan penyaluran narkotika sesuai
ketentuan dalam UU.
Importir,
eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah harus memiliki izin khusus penyaluran narkotika.
1.
Importir hanya dapat menyalurkan narkotika kepada
pabrik obat tertentu atau PBF tertentu.
2.
Pabrik obat tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika
kepada eksportir, PBF tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah tertentu , rumah sakit dan
lembaga ilmu pengetahuan tertentu.
3.
Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan
narkotika kepada pedagang besar farmasi tertentu lainnya, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
tertentu, rumah sakit, lembaga ilmu pengetahuan tertentu dan eksportir
4. Sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan
narkotika kepada rumah sakit pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan pemerintah tertentu.
5.
Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan kepada
pabrik obat tertentu dan / atau pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga
ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
Penyerahan
1.
Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek,
rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter.
2.
Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah
sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan pasien.
3.
Rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai pengobatan
hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan dalam hal:
§
menjalankan praktek dokter dan diberikan melalui
suntikan
§
menolong orang sakit dalam keadaan darurat
melalui suntikan atau
§
menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak
ada apotek
Narkotika
dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan dokter hanya dapat
diperoleh dari apotek.
Pemusnahan
Pemusnahan
narkotika dilakukan apabila :
1.
Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang
berlaku dan / atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi.
2.
Kadaluarsa
3.
Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan / atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan atau ;
4.
Berkaitan dengan tindak pidana.
Pemusnahan narkotika dilaksanakan oleh
orang atau badan yang bertanggung-jawab atas produksi dan peredaran narkotika
yang disaksikan oleh pejabat yang berwenang dan membuat Berita Acara Pemusnahan
yang memuat antara lain ;
§
hari, tanggal, bulan dan tahun
§
nama pemegang izin khusus (APA/Dokter)
§
nama saksi (1 orang dari pemerintah dan 1 orang
dari badan/instansi ybs)
§
nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan
§
cara pemusnahan
§
tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang
izin khusus/dokter pemilik narkotik dan saksi-saksi.
Ketentuan Pidana
Bagi
pihak-pihak yang melanggar UU Narkotika akan mendapat sanksi pidana sesuai
dengan kesalahannya.
Contoh :
1.
Barang siapa tanpa hak dan melawan
hukum :
a.
menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan,
memiliki, menyimpan atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman ;
atau
b.
memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk
persediaan, atau menguasai narkotika golongan I bukan tanaman, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000.
-
Bila narkotika golongan II maka pidananya paling
lama 7 tahun dan denda paling banyak
Rp. 250.000.000.
-
Bila golongan III, maka pidana penjaranya paling
lama 5 tahun dan denda paling
banyak Rp. 100.000.000.
2.
Barang siapa tanpa hak dan melawan
hukum :
a. memproduksi,
mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika
golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.
b. Bila
narkotika golongan II, maka pidananya 15 tahun dan denda Rp. 500 juta rupiah.
c. Bila
golongan III, maka pidananya 7 tahun dan denda 200 juta rupiah.
3.
Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau
memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000.
Bila golongan II maupun III, maka pidananya pun berbeda.
4.
Demikian juga bila menggunakan narkotika golongan I
bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun, bila
golongan II lamanya 2 tahun, sedangkan golongan III dipidana 1 tahun.
5.
Sedangkan juga dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 tahun dan denda paling banyak 200 juta rupiah bagi :
a.
Pimpinan rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, apotek dan dokter yang
mengedarkan narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan.
b.
Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam,
membeli, menyimpan atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan.
c.
Pimpinan pabrik obat tertentu yang memproduksi
narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan ;
atau
d.
Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan
narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
atau mengedarkan narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan.
B. Psikotropika
Pendahuluan
Sebagaimana
kita ketahui psikotropika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, sehingga ketersediaannya perlu
dijamin. Tetapi penyalahgunaan psikotropika dapat merugikan kehidupan manusia
dan kehidupan bangsa sehingga dapat mengancam ketahanan nasional. Juga dengan makin
pesatnya kemajuan iptek, transportasi, komunikasi dan informasi telah
mengakibatkan gejala peredaran gelap psikotropika yang makin meluas dan
berdimensi internasional. Oleh karena itu dipandang perlu ditetapkan UU tentang
Psikotropika yaitu UU RI No. 5 tahun 1997.
Pengertian
Berdasarkan
UU RI No. 5 Th 1997 psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau
sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada SSP yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Pengaturan
1.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
a.
menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b.
mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c.
memberantas peredaran gelap psikotropika.
2.
Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan / atau ilmu pengetahuan.
3.
Psikotropika Golongan I hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan.
Penggolongan
Menurut
UU RI No. 5 Th 1997, psikotropika dibagi menjadi 4 golongan :
1.
Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika
Golongan I terdiri dari 26 macam, antara lain Lisergida (LSD), MDMA (Metilen
Dioksi Meth Amfetamin), Meskalina, Psilosibina, Katinona.
2.
Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika
Golongan II terdiri dari 14 macam, antara lain Amfetamina, Metakualon,
Sekobarbital, Metamfetamin, Fenmetrazin.
3.
Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Psikotropika Golongan III terdiri dari 9 macam, antara lain
Amobarbital, Flunitrazepam, Pentobarbital, Siklobarbital, Katina
4.
Golongan IV, berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika Golongan IV
terdiri dari 60 macam, antara lain Allobarbital, Barbital, Bromazepan,
Diazepam, Fencamfamina, Fenobarbital, Flurazepam, Klobazam, Klordiazepoksida,
Meprobamat, Nitrazepam, Triazolam.
Peredaran
Peredaran
psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan. Psikotropika yang berupa
obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar di Depkes RI (sekarang Badan POM)
1.
Penyaluran
a.
Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh
pabrik obat, PBF dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah (SPSFP).
b.
PBF hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada PBF lain, apotek, SPSFP, rumah sakit, lembaga
penelitian dan / atau lembaga pendidikan.
c.
SPSFP hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada rumah sakit
pemerintah, puskesmas, BP pemerintah
d.
Psikotropika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh
pabrik obat dan PBF kepada lembaga penelitian dan / atau lembaga pendidikan
guna kepentingan ilmu pengetahuan.
e.
Psikotropika yang dapat digunakan untuk ilmu
pengetahuan hanya dapat
·
disalurkan oleh pabrik obat dan PBF kepada
lembaga penelitian dan / atau lembaga pendidikan atau.
·
Diimpor langsung oleh lembaga penelitian dan /
atau lembaga pendidikan.
2. Penyerahan
a.
Penyerahan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh
apotek, rumah sakit, puskesmas, Balai Pengobatan dan dokter.
b.
Apotek hanya dapat menyerahkan psikotropika kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas,
dokter, pengguna / pasien
c.
Rumah sakit, BP & puskesmas hanya dapat menyerahkan
kepada pengguna / pasien.
d.
Apotek, rumah sakit, BP & puskesmas menyerahkan
psikotropika berdasarkan resep dokter.
e.
Dokter menyerahkan psikotropika dalam hal menjalankan praktek terapi dan diberikan
melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat, menjalankan tugas
didaerah terpencil yang tidak ada apotek.
Psikotropika
yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.
Pemusnahan
§
Pemusnahan dilaksanakan dalam hal :
§
berhubungan dengan tindak pidana
§
diproduksi tanpa memenuhi standar
§
kadaluarsa
§
tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan / atau ilmu pengetahuan.
Pemusnahan
psikotropika dilaksanakan oleh orang atau badan yang bertanggung-jawab atas
produksi dan peredaran psikotropika yang disaksikan oleh pejabat yang berwenang
dan membuat Berita Acara Pemusnahan yang memuat antara lain ;
1.
hari, tanggal, bulan dan tahun
2.
nama pemegang izin khusus (APA/Dokter)
3.
nama saksi (1 orang dari pemerintah dan 1 orang dari
badan/instansi ybs)
4.
nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan
5.
cara pemusnahan
6.
tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang izin
khusus/dokter pemilik psikotropika dan saksi-saksi.
Ketentuan Pidana
1.
Setiap pelanggaran terhadap UU Psikotropika mendapat
sanksi pidana maupun denda, misalnya :
a.
Barang siapa yang
:
·
menggunakan / mengimpor psikotropika golongan I
selain untuk ilmu pengetahuan,
·
memproduksi / menggunakan psikotropika golongan
I,
·
tanpa hak memiliki, menyimpan, membawa
psikotropika golongan I
maka
dipidana penjara minimal 4 tahun, maksimal 15 tahun dan pidana denda minimal
Rp. 150 juta, maksimal Rp. 750 juta.
b. Barang
siapa yang :
·
memproduksi psikotropika selain yang telah
ditetapkan,
·
memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang
tidak memenuhi standar dan yang tidak terdaftar
maka
dipidana penjara maksimal 15 tahun dan pidana denda maksimal Rp. 200 juta.
c.
Barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan
dan/atau membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
tahun dan pidana denda paling banyak Rp.100 juta.
2.
Pidana penjara dan pidana denda dijatuhkan kepada
macam-macam pelanggaran psikotropika dengan ancaman hukuman paling ringan
penjara 1 tahun dan denda Rp. 60 juta.
3.
Tindakan pidana di bidang psikotropika adalah suatu
kejahatan.
C.
Lain-Lain
Prekursor
1. Prekursor
Narkotika (Kepmenkes No. 890/1998)
Prekursor
narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan
dalam pembuatan narkotika.
Jenis
prekursor narkotika adalah anhidrida
asam asetat, aseton, asam klorida, asam sulfat, etil eter, kalium permanganat,
metil etil keton dan toluene.
2. Prekursor
Psikotropika (Kepmenkes No. 917/1997)
Prekursor
psikotropika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan
dalam pembuatan psikotropika.
Jenis
prekursor psikotropika yaitu asam N asetil antranilat, efedrin, ergometrin,
ergotamin, isosafrol , asam lisergat,
3,4 metilen dioksi fenil propanon, 1-fenil-2-propanon, piperonal, pseudo
efedrin dan safrol.
Perbedaan dan Persamaan Narkotika dan Psikotropika
|
Psikotropika
|
Narkotika
|
|
Persamaan
|
Sama-sama
bekerja secara selektif pada susunan syaraf pusat
|
||
Perbedaan
|
Psikoaktif
|
Adiksi/ ketergantungan
|
|
Efek
utama
|
Terhadap aktifitas
mental dan prilaku
|
Penurunan / perubahan kesadaran
Hilangnya rasa, mengurangi
nyeri
|
|
Terapi
|
Gangguan
psikiatrik
|
Analgesik, antitusif,
anti-spasmodik, premedikasi anaestesi
|
|
0 komentar:
Posting Komentar