RSS

MAKALA PENYAKIT MARASMUS


Tugas individu
MARASMUS PADA BAYI DAN BALITA”


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2013
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas berkah dan rahmatNya kami masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini,shalawat dan taslim tak lupa pula kita krimkan kepada kekasih ALLAH SWT, rasulullah MUHAMMAD SAW,yang telah mengantarkan kita dari alam kehinaan menuju alam yang terang benderang.
Alhamdulillah Makalah ini disusun guna menyelesaikan tugas mata kuliah “DASAR-DASAR EPIDEMIOLOGI”, kami sebagai penyusun telah mengumpulkan beberapa sumber,kajian dan literatur lainnya guna menyelesaikan tugas makalah ini yang dimana membahas mengenai ”PENYAKIT MARASMUS” .
Makalah ini tentunya mempunyai kekuranagan dan kesalahan,maka dari itu kami sebagai penyusun sangat membutuhkan saran,serta kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga pembahasan yang terdapat dalam makalah ini dapat memberikan manfaat,inspirasi,dan menambah wawasan mengenai Program kesehatan dan keselamtan kerja bagi setiap pembacanya dimanapun berada. Amin ya rabbal alam

Parepare,18 januari 2013
penyusun



BAB 1
PEMBAHASAN
A.  MASALAH TERBARU SEBUAH PENYAKIT
1.    Teory perkembangan terjadinya penyakit marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot dan sering terjadi di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang (Dorland, 1998:649).  Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun.
Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.Penanganan KKP berat Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
2.   Hubungan penyebab dan akibat dari penyakit marasmus (WEB OF CAUSETION)
Ø  Kausal mutlak penyakit marasmus
Perubahan pada sistem hematologic yang dapat menyebabkan penyakit lain antaralain anemia, leucopenia, trombotopenia, pembentuan akantosit, serta hipoplasia sel-sel sumsum tulang yang berkaitan dengan transformasi substansi dasar, tempat nekrosis sering terlihat. Derajat kelainan ini bergantung pada berat serta lamanya kekurangan energy berlangsung (Sunita Matsier, 2009)
Anemia pada kasus demikian biasanya bersifat normokromik dan tidak disertai oleh retikulositosis meskipun cadangan zat besi cukup adekuat. Penyebab anemia pasien yang asupan proteinnya tidak adekuat ialah menurunnya sintesis eritropoietin, sementara anemia pada mereka yang sama sekali tidak makan protein timbul karena stem cell dalam sumsum tulang tidak berkembang, di samping sintesis eritropoietin juga menurun (Sunita Matsier, 2009).
Ø Kausal esensial
Marasmus terjadi akibat Malnutrisi sekunder yang disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Jika  terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, jika kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD–3SD), maka terjadi pilalah penyakit kwashiorkor (malnutrisi akut/decompensated malnutrition).
Ø Kausal suffisien
Interaksi antara faktor-faktor keberadaan zat gizi (faktor penyebab), cadangan zat gizi dalam tubuh, penyakit infeksi, infestasi cacing, aktifitas (faktor penjamu), pantangan, cara pengolahan (faktor lingkungan)  sangat penting dipertahankan dalam keadaan seimbang  dan optimal. Bila keseimbangan ini tidak terjaga  maka akan terjadi perubahan dalam tubuh, yakni terjadinya pemakaian cadangan zat gizi yang tersimpan dalam tubuh.
Bila hal ini berlangsung lama maka berangsur-angsur cadangan tubuh akan berkurang dan akhirnya akan habis. Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan metabolisme kehidupan sehari-hari. Diawali dengan terjadinya mobilisasi zat-zat gizi yang berasal dari jaringan tubuh. Sebagai akibat hal tersebut, tubuh akan mengalami penyusutan jaringan tubuh, kelainan metabolisme oleh karena kekurangan zat-zat gizi, kelainan fungsional, dan akhirnya kerusakan organ tubuh dengan segala keluhan, gejala-gejala dan tanda-tanda yang timbul sesuai dengan jenis zat gizi yang menjadi pangkal penyebabnya, bila protein penyebabnya akan terjadi kwasiorkor, bila energi penyebanya akan terjadi marasmus atau keduanya sebagai penyebab akan terjadi marasmus kwasiorkor.
Dimulai dengan perubahan yang paling ringan sampai berat, dimulai hanya dengan kekurangan cadangan zat gizi (belum ada perubahan biokemik dan fisiologi), kelainan gizi potensial (sudah ada perubahan biokemik dan fisiologi), kelainan gizi laten (gejala, dan tanda klinis masih terbatas dan belum khas) sampai terjadi kelainan gizi klinik (gejala, dan tanda klinis khas dan jelas).
3.   Proses terjadinya penyakit marasmus
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmust.Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
Ø Masukan makanan yang kurang. Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
Ø Infeksi. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.
Ø Kelainan struktur bawaan
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum,palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus,cystic fibrosis pancreas.
Ø Prematuritas dan penyakit pada masa neonates Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang
4.      Model hubungan causa penyakit marasmus
5.      Factor agent penyakit (biologi, fisik, kimia, social)
v  Factor biologi berdasa pada causa mutlak,causa esensial,causa suffusion yaitu Perubahan pada sistem hematologic yang dapat menyebabkan penyakit lain antaralain anemia, leucopenia, trombotopenia, pembentuan akantosit, serta hipoplasia sel-sel sumsum tulang yang berkaitan dengan transformasi substansi dasar, tempat nekrosis sering terlihat. Derajat kelainan ini bergantung pada berat serta lamanya kekurangan energy berlangsung (Sunita Matsier, 2009)Anemia pada kasus demikian biasanya bersifat normokromik dan tidak disertai oleh retikulositosis meskipun cadangan zat besi cukup adekuat. Penyebab anemia pasien yang asupan proteinnya tidak adekuat ialah menurunnya sintesis eritropoietin, sementara anemia pada mereka yang sama sekali tidak makan protein timbul karena stem cell dalam sumsum tulang tidak berkembang, di samping sintesis eritropoietin juga menurun (Sunita Matsier, 2009),. Selain itu Marasmus terjadi akibat Malnutrisi sekunder yang disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Jika  terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, jika kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD–3SD), maka terjadi pilalah penyakit kwashiorkor.
v  Factor fisik yaitu dapat berupa cacat bawaan, kulit tua menjadi agak ketuaan.
v  Factor kimia yaitu ketika bayi atau balita mendapatkan perawatan medic, balita akan tergantung dengan obat-obat yang telah di konsumsi yang mengakibatkan system imunnta terhadap obat tertentu tidak lagi baik.
Factor social yaitu Perubahan gaya hidup, penyuluhan kesehatan masyarakat, skrining kesehatan, pendidikan kesehatan adalah di sekolah, kegiatan kesehatan perawatan pranatal yang baik, pilihan perilaku hidup yang baik, gizi yang cukup, kondisi keamanan dan kesehatan di rumah, sekolah atau tempat kerja, semuanya termasuk dalam aktivitas pencegahan primer. Langkah-langkah dan kegiatan pokok di dalam kesehatan masyarakat seperti sanitasi, pengendalian infeksi, imunisasi, pelindungan makanan, susu dan sumber air, pengamanan lingkungan dan perlindungan terhadap bahaya dan kecelakaan kerja merupakan pencegahan yang amat cukup. Hygiene perorangan(penderita marasmus) dan langkah-langkah kesehatan masyarakat memiliki dampak yang besar terhadap epidemi penyakit menular. Imunisasi, pengendaian infeksi (misal, cuci tangan), penyimpangan makanan dalam lemari pendingin, pengumpulan sampah, pengelolaan limbah padat dan cair, perlakuan dan perlindungan persediaan iar, dan sanitasi umum telah menurunkan ancaman penyakit infeksius di masyarakat. Penyakit kronis, gaya hidup, dan perilaku manusia saat ini merupakan faktor kontribusi utama penyebab kematian di Amerika Serikat dan negara industri negara lain.masalah kesehatan mental dan emosi, serta masalah kesehatan lingkungan. Langkah-langkah pencegahan di tingkat dasar saat ini harus diorientasi pada pengaturan perilaku dan gaya hidup serta mengubah pola pendapatan ekonomi untuk mencegah terejadinya busung lapar dan mal nutrisi/marasmus. Aktivitas dasar kesehatan masyarakat seperti promosi dan pencegahan tidak boleh diabaikan, dilalaikan, atau dikurangi. Jika kegiatan tersebut tidak dipertahankan pada tingkat yang tinggi, penyakit menular dapat kembali menjadi penyebab utama penderitaan, penyakit, dan kematian. Dengan tetap memelihara kegiatan kesehatan masyarakat, upaya di tingkat pencegahan primer harus di fokuskan pada perubahan perilaku individu dan perlindungan lingkungan. Dengan demikian, di masa mendatang, fokus terhadap pengobatan dan perawatan kesehatan yang di berikan dokter akan berkurang dan harus digantikan dengan upaya pencegahan primer termasuk dukungan ekonomi yang cukup untuk kegiatan dan program pencegahan.
B.  RIWAYAT ALAMIYAH PENYAKIT
v  Tahap riwayat alamiyah penyakit marasmus
a.   Tahap prepatogenesis
Pada tahap ini terjadi keseimbangan antara ketiga komponen yaitu tubuh manusia, zat gizi dan lingkungan dimana manusia dan zat-zat gizi makanan berada (konsep : John Gordon). Ada 4 kemungkinan  terjadinya patogenesis penyakit marasmus. Pertama : makanan yang dikonsumsi kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitas.  Kedua:  Peningkatan kepekaan host terhadap kebutuhan gizi misalnya : kebutuhan yang meningkat karena sakit. Ketiga: Pergeseran lingkungan yang memungkinkan kekurangan pangan, misalnya gagal panen. Keempat: Perubahan lingkungan yang mengubah meningkatkan kerentanan host misalnya : kepadatan penduduk di daerah kumuh.
b.   Tahap patogenesis
Ø Tahap inkubasi
Penyakit marasmu di tandai dengan Batuk pada penderita yang semakin memberat sejak 2 minggu SMRS, berat badan menurun drastis.
Ø Tahap penyakit dini
Tahap penyakit dini dapat di tandai dengan :
o   Perubahan psikis , anak menjadi cengeng, cerewet walaupun mendapat minum Bayi akan merasa lapar.
o   Pertumbuhan berkurang atau terhenti
o   Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang ( turgor jelek dan kulit keriput
o   Perut membuncit
o   Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai
o   Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis
o   Wajahnya tampak menua (old man/monkey face).
o   Atrofi jaringan, otot lemah terasa kendor/lembek ini dapat dilihat pada paha dan pantat bayi yang seharusnya kuat dan kenyal dan tebal.
o   Oedema (bengkak) tidak terjadi.
o    Warna rambut tidak berubah.
Ø Tahap penyakit akhir
Pada marasmus tingkat berat, terjadi retardasi pertumbuhan, berat badan dibanding usianya sampai kurang 60% standar berat normal. Sedikitnya jaringan adipose pada marasmus berat tidak menghalangi homeostatis, oksidasi lemak tetap utuh namun menghabiskan cadangan lemak tubuh. Keberadaan persediaan lemak dalam tubuh adalah faktor yang menentukan apakah bayi marasmus dapat bertahan/survive atau tadak dapat bertahan (Cameron & Hofvander 1983:19-21).
c.    Tahap pasca pathogenesis
Pada tahap pascapatogenesis hamper sama dengan tahap akhir pada pathogenesis, dimana pada marasmus tingkat berat, terjadi retardasi pertumbuhan, berat badan dibanding usianya sampai kurang 60% standar berat normal. Sedikitnya jaringan adipose pada marasmus berat tidak menghalangi homeostatis, oksidasi lemak tetap utuh namun menghabiskan cadangan lemak tubuh. Keberadaan persediaan lemak dalam tubuh adalah faktor yang menentukan apakah bayi marasmus dapat bertahan/survive atau tadak dapat bertahan.

C.   UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT
v Primordial prevention penyakit marasmus
Pencegahan primordial disini yaitu memberikan peraturan yang tegas kepada penderita marasmu untuk mencegah munculnya factor resiko. Seperti memberikan pendidikan kepada para ibu-ibu yang memiliki bayi, balita untuk di cukupkan asupan gizinya untuk menghindari malnutrisi dalam hal ini marasmus.
v Primary prevention
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian penyakit atau gangguan sebelum penyakit marasmus itu terjadi. Promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, dan perlindungan kesehatan adalah tiga aspek utama di dalam pencegahan primer. Perubahan gaya hidup, penyuluhan kesehatan masyarakat, skrining kesehatan, pendidikan kesehatan adalah di sekolah, kegiatan kesehatan perawatan pranatal yang baik, pilihan perilaku hidup yang baik, gizi yang cukup, kondisi keamanan dan kesehatan di rumah, sekolah atau tempat kerja, semuanya termasuk dalam aktivitas pencegahan primer. Langkah-langkah dan kegiatan pokok di dalam kesehatan masyarakat seperti sanitasi, pengendalian infeksi, imunisasi, pelindungan makanan, susu dan sumber air, pengamanan lingkungan dan perlindungan terhadap bahaya dan kecelakaan kerja merupakan pencegahan yang amat cukup. Hygiene perorangan(penderita marasmus) dan langkah-langkah kesehatan masyarakat memiliki dampak yang besar terhadap epidemi penyakit menular. Imunisasi, pengendaian infeksi (misal, cuci tangan), penyimpangan makanan dalam lemari pendingin, pengumpulan sampah, pengelolaan limbah padat dan cair, perlakuan dan perlindungan persediaan iar, dan sanitasi umum telah menurunkan ancaman penyakit infeksius di masyarakat. Penyakit kronis, gaya hidup, dan perilaku manusia saat ini merupakan faktor kontribusi utama penyebab kematian di Amerika Serikat dan negara industri negara lain.masalah kesehatan mental dan emosi, serta masalah kesehatan lingkungan. Langkah-langkah pencegahan di tingkat dasar saat ini harus diorientasi pada pengaturan perilaku dan gaya hidup serta mengubah pola pendapatan ekonomi untuk mencegah terejadinya busung lapar dan mal nutrisi/marasmus. Aktivitas dasar kesehatan masyarakat seperti promosi dan pencegahan tidak boleh diabaikan, dilalaikan, atau dikurangi. Jika kegiatan tersebut tidak dipertahankan pada tingkat yang tinggi, penyakit menular dapat kembali menjadi penyebab utama penderitaan, penyakit, dan kematian. Dengan tetap memelihara kegiatan kesehatan masyarakat, upaya di tingkat pencegahan primer harus di fokuskan pada perubahan perilaku individu dan perlindungan lingkungan. Dengan demikian, di masa mendatang, fokus terhadap pengobatan dan perawatan kesehatan yang di berikan dokter akan berkurang dan harus digantikan dengan upaya pencegahan primer termasuk dukungan ekonomi yang cukup untuk kegiatan dan program pencegahan.
v  Secondary prevention
Pada tahap pencegahan ini, penderita marasmu mestinya di berikan perhatian lebih untuk mempertahankan tubuh dan stamina serta imunitasnya. Sehingga penderita dapat bertahan samapi kepada tahap pemulihan.
v  Tertiary prevention
Sedangkan pada tahap ini, pencegahan dilakukan untuk mencegah jangan sampai bayi atau balita yang menderita penyakit marasmus mengalami cacat dan bertambah parahnya penyakit serta kematian. Pencegahan ini dapat berupa menjaga sanitasi lingkungan serta sanitasi makan untuk menghindari resiko munculnya penyakit lain.


D.   TRANSISI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MARASMUS
Transisi penyakit ini dapat dijumpai adalah enteritis, infestasi cacing,tuberkolosis, dan defisiensi vitamin c. transisi penyakit marasmu seperti Defisiensi vitamin C biasanya timbul manifestasi sebagai perdarahan perifollicular, petechiae, perdarahan gingiva, dan perdarahan sempalan, selain hemarthroses dan perdarahan subperiosteal. Anemia bisa terjadi, dan penyembuhan luka mungkin terganggu. Kekurangan niacin klinis bermanifestasi sebagai pellagra yaitu, dermatitis, demensia, diare dalam kasus-kasus lanjutan. Dermatitis memanifestasikan di daerah terkena sinar matahari, termasuk punggung, leher (kalung Casal), wajah, dan dorsum tangan  (pellagra) awalnya sebagai eritema menyakitkan dan gatal. Selanjutnya, vesikel dan bula dapat mengembangkan dan meletus, menciptakan berkulit, lesi bersisik. Akhirnya, kulit menjadi kasar dan ditutupi oleh sisik gelap dan remah. Demarkasi mencolok dari daerah yang terkena dampak dari kulit normal dicatat.
Kekurangan energi protein juga dikaitkan dengan kemungkinan peningkatan calciphylaxis, sebuah vasculopathy kapal kecil yang melibatkan kalsifikasi mural dengan proliferasi intimal, fibrosis, dan trombosis. Akibatnya, iskemia dan nekrosis kulit terjadi. Jaringan lain terpengaruh termasuk lemak subkutan, organ viseral, dan otot rangka.
Sebuah studi oleh Harima dkk melaporkan tentang efek makanan ringan malam pada pasien yang menerima kemoterapi untuk karsinoma hepatoseluler. Karena itu pada pemeriksaan anak denganmarasmus hendaknya diperhatikan kemungkinan adanya peyakit tersebut, yang akanmempengaruhi tindakan pengobatan.
E.    ETIKA EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MARASMUS
v  Prinsip Umum Etika
Ada tiga hal secara prinsip umum etika dasar dalam bidang kesehatan yang harus dipertimbangkan :
o   Menghormati setiap subjek, termasuk mengenai otonomi dan proteksi bagi seseorang yang lemah karena tidak bisa melakukan otonominya (keluarga penderita marasmus).
o   Keuntungan, tidak menimbulkan  kerugian-kerugian dalam bentuk apapun, baik secara moral ataupun fisik.
o   Keadilan, termasuk haknya untuk mengetahui informasi yang diperlukan dan perlakuan yang adil kepada si penderita.
v  Prinsip Etika dalam Epidemiologi
Masalah pokok dalam etika epidemiologi adalah memberikan justifikasi yang seimbang antara kepentingan individu dan kelompok. Surveilans penyakit di satu sisi dapat merugikan kepentingan seorang individu, tetapi sekaligus memberikan hasil yang sangat bemanfaat untuk kelompok.
Dalam memperlakukan balita yang terkena maarassmus,terdapat etika yang harus di patuhi sebagai tenaga kesehataan dalam menyikapi suatu masalah di antaranya:
o   Merahasiakan data diri pasien jika pasien tersebut tidak ingin data dirinya di publikasikan.
o   Memperlakukan pasien seperti layaknya pasien lainnya khususnya marasmus.

F.    SEGI TIGA PENYAKIT DAN PORTAL OF ENTRY AND EXIT
v  SEGI TIGA PENYAKIT
Ø  Factor host (penjamu)
Pada host atau penjamu, yang menjadi penjamu pada kejadian penyakit marasmus adlah bayi, anak dan orang dewasa. Penyebabnya adalah penyakit, tingkat pertumbuhan yang tinggi, hamil, kerja berat, cacat lahir, lahir prematur, dan faktor pengaruh perorangan, seperti masalah emosional.
Ø  Factor agent
variabel agent sebagai penyebab malnutrisi adalah kurang asupan gizi dan penyakit infeksi makan.kurangnya asupan gizi dimaksutkan yaitu terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketersediaan pangan, pola asuh dalam keluarga dan pelayanan kesehatan serta sanitasi yang memadai, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita
Ø  Factor envirotment (lingkungan)
Ekologi dalam bahasa Grek adalah oikos yang artinya adalah ‘rumah’. Banyak faktor kekuatan yang berasal dari rumah keluarga, dimana disini terjadi proses interaksi antara anggota keluarga. Dengan demikian, dalam suatu sistem biologik yang bersifat sangat komplek sehingga kemungkinan besar akan memproduksi penyakit. Hal-hal yang menyebabkan malnutrisi aatu marasmus adalah banyak variasi, tingkat dan kombonasi. Keadaan ini seringkali merupakan komplikasi dari penyakit TBC, parasit usus, atau sepsis kulit. Pada kenyataanya, telah diketahui bahwa terdapat suatu sinergi antara malnutrisi dan infeksi. Umumnya kejadian serius pada penyakit malnutrisi terjadi karena masing-masing komponen bekerja bersama-sama dan tidak sendiri.
v  PORTAL OF ENTRY AND EXIT
1.    Entry (pintu masuknya penyakit) Marasmus yaitu dapat melalui saluran encernaan. Khususnya usus halus yang menerima zat-zat makanan yang sudah di cerna untuk di serap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran linfa. Menyerap protein dalam bentuk asam amino dan karbohidrat diserap dalam bentul emulsi lemak. Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan yaitu eterokinase yang mengaktifkan proteolitik dan eripsin yang menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino. Ketika asupan makanan yang masuk ke usus halus tidak cukup  maka timbullah gejala awal penyakit marasmus yang ketika tidak diatasi akan semakin parah sehingga balita tersebut akan mengalami penyakit marasmus yang mana keadaan seorang anak mengalami defisiensi energi dan protein sekaligus. Umumnya kondisi ini dialami masyarakat yang menderita kelaparan.
2.    Exit (pintu keluar) penyakit marasmus Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan dibanding yang sistematis pada suatu kesehatan klien. Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu : evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek atau evaluasi berjalan. Dimana evaluasi dilakukan sampai tujuan tercapai, sedangkan evaluasi sumatif bisa disebut juga evaluasi hasil, evaluasi akhir, jangka panjang. Evaluasi ini dilakuakn pada akhir tindakan keperawatan paripurna dan menjadi suatu metode memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini biasanya menggunakan format SOAP. (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
G.   APLIKASI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MARASMUS
Ø Pandangan ilmu gizi terhadap kejadian marasmus
Ilmu Gizi (Nutrition Science) adalah ilmu yang mempelajari hal ikhwal tentang makanan dan dikaitkan dengan kesehatan tubuh. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, aspek ilmu gizi semakin berkembang pesat dan berperan penting dalam pengembangan sumberdaya manusia yang semakin diakui. Cakupan ilmu gizi sangat luas, termasuk teori dan penerapan yang melibatkan hampir seluruh fakor kehidupan demi menyelesaikan masalah gizi yang semakin kompleks pula.
Dari segi kesehatan, masalah gizi di negara berkembang seperti di Indonesia hingga kini memerlukan peningkatan demi pemenuhan zat gizi bagi seluruh masyarakat. Melalui kegiatan peningkatan dan pemenuhan kualitas gizi tersebut, maka akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, tangguh, mandiri, dan kontributif dalam memberikan berbagai upaya pengembangan ilmu dan pelayanan kesehatan di berbagai bidang, termasuk bidang gizi sehingga dapat menyelesaikan permasalahan kesehatan di masyarakat, khususnya menyelasaikan masalah marasmus yang terjadi di beberapa daerah pada suatu Negara berkembang.
Selain kegiatan peningkatan dan pemenuhan kualitas gizi, terdapat lain yang harus dilakukan untuk menyelesaikan Pemberian pendidikan dasar ilmu gizi sangat penting bagi masyarakat, terlebih bagi pelaku kegiatan pencegahan dan peningkatan drajat kesehatan.
Ø  Pandangan kesehatan lingkungan terhadap marasmus
Kesehatan lingkungan dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologis yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk mendukung tercapainya realitas hidup manusia yang sehat, sejahtera dan bahagia. (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan) Kesehatan lingkungan adalah upaya untuk melindungi kesehatan manusia melalui pengelolaan, pengawasan dan pencegahan factor-faktor lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan manusia (Sumengen Sutomo, 1991). Hal ini patut di pahami bahwa peran ilmu kesehatan lingkungan terhada kejadian penyakit marasmus sangatlah penting, disamping dia sebagai salah satu penopang baik terjadinya penyakit marasmus dalam lingkup masyarakat sangatlah berperan.


BAB II
PENUTUP
A.    Kritik
Cara mengajarnya ibu terlalu cepat sehingga banyak mahasiswa yang tidak mengerti penjelasan yang ibu sampaikan.
B.    Saran
Kalau menurut saya ibu sebaiknya kalau sudah menjelaskan pembahasan yang satu sebaiknya biarkan dulu mahasiswanya sekitar 1 menit mengulas kembali penjelasan ibu dan apabila ada yang perlu ditanyakan silakan ditanya.supaya tidak ada kekeliruan



DAFTA PUSTAKA

v  Pudjiadi S.2001. Ilmu Gizi Klinis pada Anak Edisi ke-14.jakarta : FKUI.
v  Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. FKUI. Jakarta. 1985; 360-66
v  Rubenstein et al. 2007.Kedokteran Klinis Edisi 6. Jakarta:Erlangga 
v  .Hull et al. 2008.Dasar-dasar pediatri Edisi 3.Jakarta:EGC.
v  Tim Field Lab FK UNS. 2010.Manual Field Lab Ketrampilan Pemantauan Status Gizi Balita dan Anemia Gizi Ibu Hamil edisi revisi.
v  Arisman. 2009.Buku Aar Ilmu Gizi: Gizi dalam daur.Jakarta:erlangga

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Unknown mengatakan...

apa ini bener gan .oke gan akan aku cwoba mendaftar.... tapi aku blum punya no,rekning aku buat ATM dulu... entar aku dftar klu suda ada ATM

Aan Jamhari mengatakan...

Saya lebih memilih untuk menggunakan beberapa fitur dari blog anda yang dipasang pada di blog saya apakah Anda tidak keberatan. Tentu saja aku akan memberikan link di blog web Anda. Terima kasih telah berbagi.
cara menyembuhkan eksim
cara menyembuhkan bronkitis
cara menghilangkan kurap kulit kepala

Posting Komentar