RSS

MAKALA PENYAKIT DBD


TUGAS DASAR-DASAR EPIDEMIOLOGI


OLEH


KATA PENGANTAR
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-nyalah sehinggah makalah yang berjudul “PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE.Mata kuliah DASAR-DASAR EPIDEMIOLOGI ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami  juga menyadari bahwa makalah  ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, di dalamnya masih banyak terdapat kesalahan, kekeliruan, maupun kekurangan-kekurangan lainnya. Ibarat pepatah mengatakan“ Tak ada gading yang tak retak.” Kendatipun demikian, penulis berharap semoga apa yang telah penulis kerjakan ini bermanfaat bagi semuanya,dan semoga mendapatkan ridha, dari Allah swt.


  Parepare,23 januari 2013

                                                                                          Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................ii
BAB I. LATAR BELAKANG
A.   PANDAHULUAN............................................................................I
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
         I.        PEMBAHASAN.............................................................................4
A.   I.  Perkembangan teori terjadinya penyakit DBD.....................................4
2. Hubungan penyebab dan penyakit DBD.....................................4
3.  Model hubungan kausar penyakit DBD......................................5
4.  Faktor engen penyakit DBD.......................................................5
B.   Tahap-tahap riwayat alami penyakit DBD.......................................6
C.   I.  Upaya pencegahan penyakit.......................................................7
2. Besar kemungkinan pencegahan penyakit DBD........................9
D.   Transisiepidemiologi........................................................................9
E.   Etika epidemiologi penyakit DBD...................................................13
F.    Konsep dasar epidemiologi penyakit DBD.....................................16
1.  Segitiga epidemiologi................................................................16
2.  Portal of entri and exit................................................................21
G.   Aplikasi penyakid DBD....................................................................21

BAB III. PENUTUP
A.   KESIMPULAN .............................................................................23
B.   SARAN ........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................24

BAB I
LATAR BELAKANG
A.   PENDAHULUAN
            Di Indonesia terutama di daerah pedesaan penyakit yang penularannya berkaitan dengan air dan lingkungan masih merupakan masalah bagi masyarakat, sering merupakan penyakit endemis di suatu wilayah dan kadang-kadang timbul sebagai letusan penyakit dan bahkan dapat menimbulkan wabah penyakit.
            Akibatnya produktivitas masyarakat menurun karena banyak kehilangan waktu bekerja (karena sakit), bertambahnya pengeluaran biaya untuk pengobatan dan perawatan penderita, sehingga potensi untuk menabung menurun. Hal tersebut mengakibatkan terhambatnya pembangunan di daerah pedesaan karena masyarakat tidak mampu untuk melakukan investasi pembangunan.
            Pada umumnya masyarakat belum menyadari bahwa penularan penyakit dipengaruhi dua faktor penting yaitu perilaku dan kondisi lingkungan masyarakat sendiri. Masyarakat belum mengerti akan hubungan antara kesehatan dengan perilaku dan kondisi lingkungan. Di daerah pedesaan masih banyak masyarakat yang mempunyai perilaku buang air besar di tempat terbuka, menggunakan air dari sarana yang tidak memenuhi syarat kesehatan misalnya menggunakan air dari sungai untuk minum dan masak.
            Dengan melakukan perilaku praktis sehari-hari, misalnya cuci tangan dengan benar, yaitu dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir serta kapan mereka harus cuci tangan, merubah kebiasaan buang air besar di tempat terbuka menjadi perilaku buang air besar di jamban, menjaga kualitas air dan mencegah terjadinya pencemaran air, mulai dari sumber air, cara pengambilan air, cara pengangktan air, cara penyimpanan air, sehingga masyarakat dapat menggunakan air secara hygienis, sudah dapat mencegah terjadinya penularan penyakit. Perilaku praktis tersebut yang belum membudaya di masyarakat.
            Agar para fasilitator masyarakat yaitu tokoh masyarakat, tokoh agama, guru sekolah, pengurus organisasi masyarakat seperti Tim Kerja Masyarakat, Badan Pengelola, dan lain-lain, mampu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahayanya penyakit menular, memberikan motivasi cara pencegahan penyakit, sehingga masyarakat mempunyai perilaku praktis untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan cara pencegahan penyakit, maka para fasilitator tersebut perlu memahamai epidemiologi sederhana beberapa penyakit yang masih merupakan masalah bagi masyarakat.
            Setiap Tahun kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan paramedis. Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini.

Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian Lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian, ketelitian dan pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis dari petugas terhadap pasien yang di duga menerita DBD. Serta pemeriksaan penunjang laboratorium sangat di anjurkan untuk ketepatan dalam mendiagnosa  penyakit DBD terutama bila gejala klinis kurang memadai.

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat balk dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun.

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.

            Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan (fogging), kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida (bubuk abate) yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang maksimal.
            Mayoritas kasus DBD dilaporkan dari Asia di mana penyakit ini telah mempengaruhi sebagian besar negara, dan merupakan penyebab utama rawat inap dan kematian di kalangan anak-anak. Dampak  DBD terhadap kesehatan masyarakat yang nyata terjadi selama wabah penyakit. Perjalanan penyakit DBD sering sukar diramalkan, karena sebagian penderita dengan renjatan yang berat dapat disembuhkan walaupun hanya dengan pengobatan yang sederhana. Selain itu hal ini juga terjadi karena pengawasan yang minim, sehingga tahap awal penularan epidemi biasanya tidak terdeteksi, dengan kasus yang banyak tidak dilaporkan sampai epidemi ini diakui sebagai demam berdarah.
BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA
I.        PEMBAHASAN
A.   I. Perkembangan teori terjadinya penyakit demam berdarah
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses (arboviruses). Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue. Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Kasus di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang. Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di Indonesia, dengan jumlah kasus sebagai berikut :

            Deman berdarah adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypt. Nyamuk yang menggigit dan menularkan virus ini adalah dari jenis betina. Nyamuk ini hidup dan berkembang pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak berhubungan dengan tanah, seperti : bak mandi/WC, tempat penyimpanan air. Nyamuk penyebab deman berdarah ini menggigit pada pagi dan sore hari. Nyamuk ini dapat menggigit beberapa kali setiap hari sehingga dia bisa menularkan virus dari satu orang ke orang kali dalam satu hari .

Perkembangan nyamuk dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Kemampuan terbang berkisar antara 40-100 meter dari tempat berkembang biaknya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang bergantung di dalam rumah, seperti gordyn, kelambu, baju/pakaian kamar yang gelap dan lembab.

2.  Hubungan penyebab dan penyakit DBD
            Penyakit demam berdarah sampai bereaksi dan menyerang orang sakit mulai dari gigitan nyamuk Aedes Aegypt. Yang menularkan virus dengua dan masuk kedalam tubuh manusia  sehingga dapat menyebar dalam tubuh manusia dan menimbulkan penyakit DBD.
3.    Model hubungan kausar penyakit DBD
·         Single causang
Penyakit demam berdarah disebabkan oleh  virus dan nyamuk dengua.
·         Multiple causa
Penyakkit demam berdarah ini disebabkan karena banyaknya sampah yang digenagi air sehingga nyamuk dapat berkembang biak dan kurangnya kesadaran manusia terhadap kesehatan lingkungan.
·         Myltiple causa

4.    Faktor-faktor agent penyakit Demam Berdarah
a.    Faktor biologi
            Nyamuk Aedes aegypti sangat suka tinggal dan berkembang biak di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung dengan tanah. Vektor penyakit DBD ini diketahui banyak bertelur di genangan air yaang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat penampungan air, bak mandi, ban bekas, dan sebagainya.
            Jumlah penderita DBD umumnya meningkat pada awal musim hujan, di mana banyak terdapat genangan air bersih di dalam sisa-sisa kaleng bekas, dan benda-benda lain yang mampu menampung sisa air hujan. Di daerah urban berpenduduk padat, puncak penderita penyakit DBD bertepatan dengan awal musim kemarau.Perubahan iklim khususnya fluktuasi curah hujan dan kenaikan temperatur bumi ditenggarai sebagai salah satu pemicu makin merebaknya penyakit demam berdarah ini. Sebab akan mempengaruhi siklus hidup vektor nyamuk pembawa virus demam berdarah.
b.    Faktor fisik

            Demam berdarah dengue (DBD) salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue, ditularkan dari seseorang kepada orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sehingga orang yang terkena penyakit ini akan merasa trauma dan langsung memerhatikan lingkungannya dengan baik agar tidak terjadi lagi penyakit demam berdarah pada diringa.
c.    Faktor kimiawi
            Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan ( fogging / dengan menggunakan malathion dan fenthinol ),berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu memberikan bubuk abate ( temephos ) pada tempat – tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain – lain.Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara–cara di atas, yang di sebutkan dengan 3M plus,yaitu menutup,menguras dan mengubur barang – barang yang bisa di jadikan sarang nyamuk. memasang kasa menberikan  dengan insektisida,menggunakan repellent,memasang obat nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi setempat.
d.    Faktor sosial
            Penyakit demam berdarah ini di sebabkan karna lingkungan hidup manusia yang tidak masuk kriteria rumah sehat faktor lingkungan fisik rumah yang tidak bersih.Pencahayaan dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan kepadatan nyamuk, breeding place di dalam rumah dan breeding place di luar rumah akan dapat menimbulkan nyamuk berkembangbiak,resting place dalam rumah juga sangat disenangi nyamuk untuk tempat berkembang biak.

B.   Tahap-tahap Riwayat alamia penyakit Demam Berdarah 
Riwayat alamiah suatu penyakit pada umumnya melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a.    Tahap prepatogenesis
            Pada tahap ini individu berada dalam keadaannormal/ sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of susceptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada di luar tubuh penjamu di mana para kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang penjamu.
b.    Tahap patogenesis
·         Tahap inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbul gejala penyakit. Masa inkubasi ini  bervariasi antara satu penyakit dengan penyakit lainnya.
·         Tahap dini
Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang kelihatannya ringan. Tahap ini sudah mulai menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis, walaupun penyakit masih dalam masa subklinis. Pada tahap ini, diharapkan diagnosis dapat ditegakkan secara dini.
·         Tahap lanjut.
Pada tahap ini penyakit bertambah jelas dan mungkin bertambah berat dengan segala kelainan klinik  yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Saatnya pula, setelah diagnosis ditegakkan, diperlukan pengobatan yang tepat untuk menghindari akibat lanjut yang kurang baik.
·         Tahap pasca patogenesis
Tahap pasca patogenesis/ tahap akhir yaitu berakhirnya perjalanan penyakit yang dapat berada dalam pilihan keadaan, yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, karier, penyakit berlangsung secara kronik, atau berakhir dengan kematian.

C.   1. Upaya Pencegahan Penyakit  Demam Berdarah

            Beaglehole (WHO, 1993) membagi upaya pencegahan menjadi 3 bagian : primordial prevention (pencegahan awal) yaitu pada pre patogenesis, primary prevention (pencegahan pertama) yaitu health promotion dan general and specific protection , secondary prevention (pencegahan tingkat kedua) yaitu early diagnosis and prompt treatment dan tertiary prevention (pencegahan tingkat ketiga) yaitu dissability limitation. Untuk lebih lanjut, akam diuraikan sebagai berikut:
a.    Pencegahan Premordial
            Jenis pencegahan yang paling akhir diperkenalkan, adanya perkembangan pengetahuan dalam epidemiologi penyakit kardiovaskular dalam hubungannya dengan diet, dll. Pencegahan ini sering terlambat dilakukan terutama di negara-negara berkembang karena sering harus ada keputusan secara nasional.
Tujuan premordial prevention ini adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup sosia-ekonomi dan kultural yang mendorong peningkatan resiko penyakit. Upaya ini terutama sesuai untuk ditujukan kepada masalah penyakit tidak menular yan dewasa ini cenderung menunjukkan peningkatannya.
            Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penegahan awal ini diarahkan kepada mempertahankan kondisi dasar atau status kesehatan masyarakat yang bersifat positif yang dapat mengurangi kemungkinan suatu penyakit atau faktor resiko dapat berkembang atau memberikan efek patologis. Faktor-faktor itu tampaknya bersifat sosial atau berhubungan dengan gaya hidup danpola makan. Upaya awal terhadap tingkat pencegahan primordial ini merupakan upaya mempertahankan kondisi kesehatan yang posotif yang dapat melindingi masyarakat dari gangguan kondisi kesehatannya yang sudah baik.
b.    Pencegahan Primer
            Pencegahan primer ini bertujuan untuk mengurangi incidence dengan mengontrol penyebab dan faktor-faktor risiko. Misal : penggunaan kondom dan jarum suntik disposable pada pencegahan infeksi HIV, imunisasi, dll. Biasanya merupakan Population Strategy sehingga secara individual gunanya sangat sedikit : penggunaan seat-belt, program berhenti merokok.
c.     Pencegahan Sekunder
            Pencegahan sekunder bertujuan untuk menyembuhkan dan mengurangi akibat yang lebih  serius lewat diagnosis & pengobatan yang dini. Tertuju pada periode diantara timbulnya penyakit dan waktu didiagnosis & usaha ↓ prevalensi. Dilaksanakan pada penyakit dengan periode awal mudah diindentifikasi dan diobati sehingga perkembangan kearah buruk dapat di stop, Perlu metode yang aman & tepat untuk mendeteksi adanya penyakit pada stadium preklinik. Misal : Screening pada kanker cervik, pengukuran tekanan darah secara rutin.
d.    Besarnya Kemungkinan Pencegahan Penyakit Demam Berdarah
            Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :
a.    Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat. perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
b.     Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam, dan bakteri (Bt.H-14).
c.    Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion).
d.    Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

D.   Transisi Epidemiologi Demam Berdarah
            Dalam dunia kesehatan kita sering mendengar kata Transisi Epidemiologi, atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan dan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan berubahnya gaya hidup, sosial ekonomi dan meningkatnya umur harapan hidup yang berarti meningkatnya pola risiko timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan lain sebagainya. Ya..mungkin seperti itulah pengertian Transisi Epidemiologi yang saya ketahui.
            Teori transisi epidemiologi sendiri pertama kali dikeluarkan oleh seorang pakar Demografi Abdoel Omran pada tahun 1971. Pada saat itu ia mengamati perkembangan kesehatan di negara industri sejak abad 18. Dia kemudian menuliskan sebuah teori bahwa ada 3 fase transisi epidemiologis yaitu 1)The age of pestilence and famine, yang ditandai dengan tingginya mortalitas dan berfluktuasi serta angka harapan hidup kurang dari 30 tahun, 2)The age of receding pandemics, era di mana angka harapan hidup mulai meningkat antara 30-50 dan 3)The age of degenerative and man-made disease, fase dimana penyakit infeksi mulai turun namun penyakit degeneratif mulai meningkat. gambaran itu memang untuk negara Barat.
            Teori ini kemudian banyak di kritik. Kritikan dari beberapa tokoh seperti Rogers dan Hackenberg (1987) dan Olshansky and Ault(1986) membuat Omran melakukan sedikit revisi. Bagi negara Barat, ketiga model tersebut ditambah 2 lagi yaitu: 4)The age of declining CVD mortality, ageing, lifestyle modification, emerging and resurgent diseases ditandai dengan angka harapan hidup mencapai 80-85, angka fertilitas sangat rendah, serta penyakit kardiovakular dan kanker, serta 5)The age of aspired quality of life with paradoxical longevity and persistent inequalities yang menggambarkan harapan masa depan, dengan angka harapan hidup mencapai 90 tahun tetapi dengan karakteristik kronik morbiditas, sehingga mendorong upaya peningkatan quality of life.
            Selain itu, Omran juga membuat revisi model transisi epidemiologis untuk negara berkembang dengan mengganti fase ketiganya menjadi The age of triple health burden” yang ditandai dengan 3 hal yaitu: a) masalah kesehatan klasik yang belum terselesaikan (infeksi penyakit menular), b)munculnya problem kesehatan baru dan c)pelayanan kesehatan yang tertinggal (Lagging), Namun ketika itu dikaitkan dengan jenis penyakit beberapa pakar menggati beban ketiga itu dengan “New Emerging Infectious Disease” Penyakit menular baru/penyakit lama muncul kembali.
            Indonesia sebagai negara berkembang dekade saat ini dan kedepan diperkirakan akan berada pada fase ketiga ini yaitu “The age of triple health burden”. Tiga beban ganda kesehatan. Kita akan membahas beban ini satu-persatu.Beban pertama yang dihadapi Indonesia adalah masih tingginya angka kesakitan penyakit menular “klasik”. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua Negara berkembang apalagi negara tersebut berada pada daerah tropis dan sub-tropis.
            Angka kesakitan dan kematian relatif cukup tinggi dan berlangsung sangat cepat menjadi masalahnya. Tuberkulosis (TB), Kusta, Diare, DBD, Filarisisi, Malaria, Leptospirosis. Seolah Indonesia sudah menjadi rumah yang nyaman buat mereka tinggal (baca:endemis). Sudah berpuluh-puluh tahun pemerintah kita mencoba membuat program memberantas bahkan mengeliminasi penyakit ini namun penyakit ini belum juga mau pergi dari Indonesia, Sudah Trilyunan Rupiah dikeluarkan agar mereka mau meninggalkan Indonesia, Malah trend kasusnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
            Penyakit menular ini merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Secara garis besar, biasa kita sebut Segitiga Epidemiologi (Epidemiological Triangle) yaitu lingkungan, Agent penyebab penyakit, dan pejamu. Ketidakseimbangan ketiga faktor inilah yang bisa menimbulkan penyakit tersebut. Kita tidak akan membahasnya satu persatu disini. Informasi lebih jelsnya anda bisa membaca buku tentang Epidemiologi dan Kesehatan Lingkungan.         
            Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular secara konsep sebenarnya bisa kita lakukan dengan memutus mata rantai penularan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghentikan kontak agen penyebab penyakit dengan pejamu. Mengintervensi faktor risiko utama yaitu Modifikasi lingkungan (menciptakan lingkungan yang sehat) dan mengubah perilaku menjadi hidup bersih dan sehat. Namun kedua faktor utama inilah yang sampai sekarang tidak mampu dimodifikasi. Masalahnya cukup kompleks, bisa disebabkan karena kebijakan pemerintah yang belum berpihak pada upaya preventif (pencegahan), Sektor kesehatan merasa bekerja sendiri menyelesaikan masalah kesehatan, Keadaan politik,sosial dan ekonomi menjadi akar masalah kita.

            Beban Kedua yang dihadapi Indonesia adalah tingginya angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit Tidak Menular (Non-Communicable Disease). Sebut saja Hipertensi, Diabetes Mellitus, Penyakit Cardiovaskuler (CVD), Ischemic Heart Disese, PPOK, Kanker dan teman-temannya. Masalah utamanya adalah angka kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia sudah lebih tinggi daripada kematian akibat penyakit menular.
             pada tahun 1995 kematian akibat penyakit tidak menular sebesar 41,7 persen dan tahun 2007 meningkat menjadi 59,5 persen, ini yang tercatat di pelayanan kesehatan. Ini juga menjadi salah satu masalah PTM sekarang ini, pencatatan yang hampir tidak ada sama sekali di pelayanan kesehatan, sehingga sulit menentukan besaran masalahnya dan menentukan kebijakan di daerah maupun pusat.
            PTM dikenal dengan sebutan Silent Killer, bisa membunuh secara diam-diam, dan ketika terdeteksi oleh penderita, sudah pada tingkat keparahan yang tinggi dan sudah sulit disembuhkan, dan biasanya akan berakhir dengan kecacatan atau kematian. Tidak ada Faktor yang spesifik dan dominan penyebab PTM ini. Faktor risiko penyakit ini cukup banyak dan saling berinteraksi.
            Berbagai penelitian menyebutkan faktor risiko yang sering ditemukan adalah pada perilaku yaitu merokok, minum beralkohol, makanan (Fastfood dengan kolestrol tinggi), dan kurangnya aktivitas fisik. Pencegahan yang bisa kita lakukan ya..dengan mengubah perilaku kita menjadi perilaku yang sehat,menjaga pola makan yang baik dan sehat, sering berolahraga dan hindari rokok dan minum alkohol.
            Beban ketiga yang dihadapi Indonesia adalah munculnya penyakit baru (new emerging Infectious Disease). Sebut saja HIV (1983), SARS (2003), Avian Influenza (2004), H1N1 (2009). Penyakit ini rata-rata disebabkan oleh virus lama yang berganti baju (baca:bermutasi) itulah yang menyebabkan tubuh manusia sering tidak mengenalnya dengan cepat. Akibatnya angka kesakitan dan kematian pada penyakit ini sangat tinggi dan berlangsung sangat cepat.

            Adanya penyakit infeksi yang baru ataupun penyakit infeksi lama yang muncul kembali merupakan konskuensi logis dari sebuah proses evolusi alam, selain itu kemampuan mikroba pathogen untuk mengubah dirinya, manusia dengan perubahan teknologi dan perilakunya juga memberikan peluang kepada mikroba untuk secara alamiah merekayasa dirinya secara genetik, perubahan iklim global juga turut campur dalam timbul dan berkembangnya penyakit baru ini.
            Pengendalian penyakit infeksi baru bermacam-macam pendekatan namun diperlukan pemahaman teradap 2 hal yakni epidemiologi global penyakit atau dinamika penyebaran penyakit secara global dan pemahaman terhadap cara-cara penularan lokal. (Achmadi,2009)

            Dengan melihat gambaran di atas, Indonesia 10-20 tahun kedepan belum mampu mewujudkan Indonesia Sehat. Kami hanya mampu menyarankan kepada anda untuk membantu pemerintah mempercepat terwujudnya Indonesia sehat dengan Berpikir Sehat, Berperilaku bersih dan Sehat, dan Mengajak orang-orang untuk hidup Sehat.

E.    Etika Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah
a.     Surveilans Individu
            Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor individu individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode menular.
            Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last, 2001). Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS pada tahun 1980-an dan SARS.
            Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2) Karantina parsial. Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja.
            Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-langkah pembatasan tersebut mencapai tujuan kesehatan masyarakat.
b.    Surveilans Penyakit
            Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu.
            Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya. Banyak programsurveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumber daya masing-masing, dan memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.
c.     Surveilans Sindromik
            Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.
            Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati. Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al., 2004; Sloan et al., 2006).
            Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas (DCP2, 2008; Erme dan Quade, 2010).
d.    Surveilans Berbasis Laboratorium
            Surveilans berbasis laboratorium digunakan untuk mendeteksi dan memonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik.
e.    Surveilans Terpadu
            Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsimengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus penyakit-penyakit tertentu.
f.     Surveilans Kesehatan Masyarakat Global
            Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul (newemerging diseases

F.    Konsep Dasar Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah
I.  Segitiga Epidemiologi
Segitiga epidemiologi adalah modal utama yang harus dimiliki oleh seorang epideniolog. Ini merupakan teori dasar yang terkenal sejak disiplin ilmu epidemiologi mulai digunakan di dunia. Dalam bidang epidemiologi terdapat sedikitnya 3 segitiga epidemiologi yang saling terkait satu sama lain yaitu, 1. Agent-Host-Environment (AHE), 2. Person-Place-Time (PPT), 3. Frekuensi- Distribusi- Determinan (FDD).
v  HOST, AGENT, ENVIRONTMENT
Segitga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelasakan kosep berbagai permasalahan kesehatan termasuk salah satunya adalah terjainya penyakit. Hal ini sangat komprehensif dalam memprediksi suatu penyakit. Terjadinya suatu penyakit sangat tergantung dari keseimbangan dan interaksi ke tiganya.
a.    Host

            Host atau penajmau ialaha keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini di sebabkan oleh faktor intrinsik. Factor penjamuyang biasanya menjkadi factor untuk timbulnya suatu penyakit sebagai berikut:
·         Umur. Misalnya, usia lanjut lebih rentang unutk terkena penyakit karsinoma, jantung dan lain-lain daripada yang usia muda.
·          Jenis kelamin (seks). Misalnya , penyakit kelenjar gondok, kolesistitis, diabetes melitus cenderung terjadi pada wanita serta kanker serviks yang hanya terjadi pada wanita atau penyakit kanker prostat yang hanya terjadi pada laki-laki atau yang cenderung terjadi pada laki-laki seperti hipertensi, jantung.
·          Ras, suku (etnik). Misalnya pada ras kulit putih dengan ras kulit hitam yang beda kerentangannay terhadapa suatu penyakit.
·         Genetik (hubungan keluarga). Misalnya penyakit yang menurun seperti hemofilia, buta warna, sickle cell anemia.
b.    Agent
yang disebabkan oleh berbagai unsur seperti unsur biologis yang dikarenakan oleh mikro organisme (virus, bakteri, jamur, parasit, protzoa, metazoa), unsur nutrisi karena bahan makanan yang tidak memenuhi standar gizi yang ditentukan, unsur kimiawi yang disebabkan karena bahan dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh sendiri (karbon monoksid, obat-obatan, arsen, pestisida), unsur fisika yang disebabkan oleh panas, benturan, serta unsur psikis atau genetik yang terkait dengan heriditer atau keturun. Demikian juga dengan unsur kebiasaan hidup (rokok, alcohol), perubahan hormonal dan unsur fisioloigis seperti kehamilan, persalinan.
c.    Environment
       Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit, hali ini Karen faktor ini datangnya dair luar atau bisas disebut dengan faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan ini dapat dibagi menjadi:
  • Faktor lingkungan yang mempengaruhi Host dan Agent
  • Fisik: iklim (kemarau dan hujan), geografis (pantai dan pegunungan), demografis (kota dan desa)
  • Biologis: flora dan fauna
  • Sosial: migrasi/urbanisasi, lingkungan kerja, perumahan, bencana alam, perang, banjir
2.    PORTAL OF ENTRY AND EXIT
            Nyamuk Aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang ­­­biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), tetapi perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).
G.   Aplikasi Penyakit Demam Berdarah
               Tim terlebih dahulu merumuskan masalah tentang aplikasi penyakit demam berdarah. Rumusan ini akan membahas tentang apa fungsi dari aplikasi ini, tujuan dari pembuatan aplikasi sehingga nantinya akan menunjang pembuatan aplikasi  nantinya dapat berfungsi dengan baik.Aplikasi  data dilakukan dengan melakukan analisis dan identifikasi terhadap pemasalahan dan data – data penunjang yang telah di dapatkan melalui metode sebelumnya. Sehingga tim akan mendapatkan informasi sistem seperti apa yang diharapkan, dan apa saja yang dibutuhkan dalam proses pembuatan aplikasi ini.

               Dokter mandiri merupakan sebuah aplikasi yang akan dibuat dan nantinya akan meminta inputan dari user seperti nama use, Tekanan darah, Umur,dan Jenis Kelamin. Setelah itu user dapat menggunakan segala hal yang disediakan di dalam aplikasi Dokter mandiri. Yang mana nantinya akan terdiri menu-menu seperti menu penanganan dan pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue


BAB III
PENUTUP
A,KESIMPULAN DAN SARAN
           
            Kesimpulannya yaitu pertahankan cara ibu mengajar,karna saya sangat suka dengan cara ibu menjelaskan,dan kami cepat mengerti tantang materi yang ibu jelaskan.dalam proses belajar saya tidak merasa lelah dalam kelas, karena ibu sering bercanda sehingga membuat kami  tidak mengantuk.dan juga ibu rajin masuk mengajar kami.

            Mohon maaf sebelumnya ibu,saran saya yaitu kalau ibu memberikan tugas kepada kami,kalau bisa jangan terlalu banyak dan susah.karna masih banyak juga tugas dari dosen.


DAFTAR PUSTAKA

Hidayati  Nurul, 2011,’’sejarah terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue".

Suroso Thomas, 2003, "Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue",

                           (di aplikasikan kamis,2 Maret 2011), compas com.

Desilvia Hendy ,2012, "upaya pencegahan penyakit DBD".

Aprili Rizki , 2010, "Informasi Penyakit Menular Demam Berdarah".



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS