Kasus
Kelaparan Di Papua
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri
Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan pihaknya masih menunggu informasi
untuk mengklarifikasi kabar 61 warga Kabupaten Yahukimo, Papua, yang dilaporkan
meninggal kelaparan.
"Kami terus berkomunikasi dengan
dinas kesehatan setempat, karena kabar itu belum tentu benar," ujarnya
melalui surat elektronik kepada Tempo, Jumat 12
April 2013. Dia pun belum memastikan bagaimana kronologis peristiwa di Yahukimo
tersebut. "Kami masih dalam proses konfirmasi," kata Ghufron. Sebelumnya,
dikabarkan 61 warga Distrik Samenege di Kabupaten Yahukimo, meninggal
kelaparan.
Kematian massal itu diduga karena
serangan penyakit yang diperparah dengan minimnya pelayanan kesehatan. Tokoh
gereja Katholik di Jayapura, Pastor Jhon Djonga, mengatakan, rata-rata korban
meninggal akibat sakit perut kronis yang tidak sempat ditangani Puskesmas.
"Sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak di sembilan kampung,
hidup warga di sana memang jauh dari standar hidup sehat," katanya.
Distrik Samenage didiami beberapa
suku, diantaranya Hugi, Esema, Mumiake, Aso, Kiban, Wetapo, Sekenil, Selok,
Ulep, dan Lokon. Pekerjaan utama masyarakat bertani dan beternak. Sebelumnya,
pada 31 Maret 2013 lalu, situs milik organisasi Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN) melalui situsnya, pada 31 Maret 2013 menyebutkan sejak
November 2012 terjadi wabah penyakit di Distrik Kwor, Kabupaten Tambrau, Papua
Barat, yang menyebabkan kematian 95 warganya. Namun, tim investigasi Kementerian
Kesehatan tidak mendapatkan temuan tersebut.
Menurut Ghufron, berdasarkan hasil
investigasi tim yang turun langsung di lapangan, kematian warga disebabkan oleh
minimnya pengetahuan tentang gizi. Warga yang meninggal di Jokbijoker dan
Mbatde berjumlah tujuh orang, dua di antaranya adalah ibu yang meninggal saat
melahirkan, dan bayi berusia tujuh bulan. “Tim investigator sudah meninjau
kuburan para warga tersebut,” katanya.
Sedangkan di kampung Kwesefo, tim
tidak mendapatkan adanya temuan warga yang meninggal pada 2013. “Kejadian
kematian hanya terjadi pada 2012 dengan jumlah kematian tiga orang warga,” ucap
Ghufron.
Program terencana untuk mengatasi
keterpencilan dan kekurangan pangan yang terjadi di Kabupaten Yahukimo, Papua,
mulai direalisasikan. “Beberapa program jangka pendek sudah disetujui dan sudah
berjalan,” kata Anggota Tim Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam
Yahukimo, Abu Bakar Farra, kepada Tempo melalui telepon, Minggu, 15 Januari.
Farra mengatakan, salah satu program
yang sudah berjalan adalah pemasangan radio komunikasi single side band
untuk mengatasi kesulitan komunikasi. “Radio komunikasi itu dipasang di 20
kecamatan dan pos perwakilan yang doperasikan oleh tim dari Jakarta”.
Pemasangan radio komunikasi merupakan
bagian dari permohonan bantuan Pemerintah Kabupaten Yahukimo kepada pemerintah
pusat. Pada Desember lalu, Kabupaten Yahukimo memohon pemasangan 56 unit radio
komunikasi dengan biaya sebesar Rp 37 milyar. Kekurangan biaya pembuatan
jaringan akan dibantu oleh Organisasi Radio Republik Indonesia (Orari) dan
organisasi radio amatir RAPI.
Selain radio komunikasi, bantuan
pangan untuk jangka waktu empat bulan juga sudah disiapkan di Wamena. Bantuan
tersebut diantaranya 2.500 ton beras dan 1.000 ton umbi-umbian. “Untuk empat
bulan ke depan diperkirakan tidak akan ada masalah pangan,” kata Farra.
Namun Farra mengatakan, pihaknya
cukup khawatir dengan tingginya curah hujan di Yahukimo. Menurutnya, hal
tersebut sangat mengganggu pertanian dan perkebunan masyarakat. Sebelumnya
Bupati Yahukimo, Ones Pahabol, menyatakan, penyebab munculnya kerawanan pangan
di Yahukimo adalah adanya gagal panen akibat curah hujan yang tinggi.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan, Farra mengatakan bahwa pihaknya terus mengirimkan bantuan pangan ke
ke 17 titik dengan menggunakan pesawat kargo jenis Hercules. Biaya pengiriman
itu, kata dia, ditanggung oleh pemerintah pusat sebagai bagian dari program
jangka pendek mengatasi masalah pangan di Yahukimo.
1.
PRE EVENT :
a. Bila kita makan sebaiknya
jangan menyisakan makanan, kalian tahu tidak untuk membuat nasi petani harus
bekerja keras apalagi sekarang ini yang musim tidak tentu, dan di luar sana
juga banyak orang yang membutuhkan makanan, oleh karena itu kita harus mulai
dari diri sendiri.
b. Jangan mengutamakan bahan
makanan pokok dari nasi saja, karena kebanyakan orang Indonesia nasi adalah
bahan makanan utama padahal masih banyak bahan makanan pokok pengganti nasi
seperti gandum, sagu, dan lainnya, namun sekarang orang makan sagu, ketela
disebut orang miskin padahal di daerah tertentu sagu dan ketela adalah bahan
makanan pokok.
c. Bagi para petani sebaiknya
jangan menggunakan terlalu terlalu banyak bahan kimia karena dampaknya tidak
sekarang tetapi nanti di kemudian hari, ini saja kita sudah mengalamipenurunan
hasil pertanian karena lingkungan yang rusak oloeh bahan kimia.
d. Dukung program pemerintah
yang mengganti obat-obatan pertanian kimian dengan pupuk alami walaupun pertama
hasilnya sedikit namun nanti kita akan melihatnya nanti.
e. Mengubah pola makan masyarakat.
memberikan suplai makanan jika terjadi kelaparan.
Dengan demikian, berarti kita sudah membantu pmerintah untuk
swasembada pangan dan mencegah kelaparan.
2.
EVENT :
a. Mempercepat penyelamatan bagi orang-orang yang sudah berhari-hari tidak
mendapatkan makanan
b. Memenuhi kebutuhan pangan mereka dengan pengganti seperti dedaunan yang
pastinya tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi mereka.
c. Memberikan suplai makanan
jika terjadi kelaparan.
d. Pemasangan radio komunikasi single
side band untuk mengatasi kesulitan komunikasi.
e. Bantuan pangan untuk jangka
waktu empat bulan juga sudah disiapkan di Wamena. Bantuan tersebut diantaranya
2.500 ton beras dan 1.000 ton umbi-umbian.
3.
POST EVENT
a. Dibutuhkan tindakan lebih lanjut lagi untuk memberikan hidup yang layak
bagi mereka yang telah mengalami kelaparan.
b. Merangsang kemampuan ekonomi dan skill masyarakat di kawasan tersebut.
c. Membimbing masyarakat di kawasan tersebut untuk memanfaatkan sumber
daya yang mereka miliki dengan terarah dan maksimal.
0 komentar:
Posting Komentar