BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Penyakit demam berdarah dengue (dengue haemoragic
fever) atau lebih dikenal dengan penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk aedes
aegepty. Penyakit DBD masih merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat
dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Hal ini disebabkan karena DBD
adalah penyakit yang angka kesakitan dan kematiannya masih tinggi.
Menurut Word Health Organization (1995)
populasi di dunia diperkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3
miliar terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan
subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi
diseluruh dunia setiap tahun.Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.
Diperkirakan untuk Asia Tenggara
terdapat 100 juta kasus demam dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan
perawatan di rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia
kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan
perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya.
Sementara itu, terhitung sejak tahun
1968 hingga 2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD
tertinggi di Asia Tenggara dan tertiggi nomor dua di dunia setelah Thailand.
Menurut Depkes RI (2009) pada tahun 2008
dijumpai kasus DBD di Indonesia sebanyak 137.469 kasus dengan CFR 0,86% dan IR
sebesar 59,02 per 100.000 penduduk, dan mengalami kenaikan pada tahun 2009
yaitu sebesar 154.855 kasus dengan CFR 0,89% dengan IR sebesar 66,48 per
100.000, dan pada tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di
ASEAN yaitu sebanyak 156.086 kasus dengan kematian 1.358 orang (Kompas, 2010).
Tahun 2011 kasus DBD mengalami penurunan yaitu 49.486 kasus dengan kematian 403
orang (Ditjen PP & PL Kemkes RI, 2011).
Di Sulawesi Selatan,
menurut laporan dari Subdin P2&PL tahun 2003, jumlah kejadian penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) pada 26 kab./kota sebanyak 2.636 penderita dengan
kematian 39 orang (CFR= 1,48 %), disamping itu pula jumlah kejadian luar biasa
(KLB) sebanyak 82 kejadian dengan jumlah kasus sebanyak 495 penderita dan
kematian 19 orang (CFR=3,84%). Bila dibandingkan dengan kejadian KLB Demam
Berdarah Dengue Tahun 2002 maka jumlah kejadian mengalami peningkatan sebesar
1,60 kali, jumlah penderita meningkat sebesar 4,21 kali dan jumlah kematian
meningkat 1,97%.
Sedangkan untuk tahun
2004, telah dilaporkan kejadian penyakit Demam Berdarah sebanyak 2.598
penderita (termasuk data Sulawesi Barat) dengan kematian 19 orang (CFR=0,7%).
Berdasarkan laporan
P2PL Insiden Rate DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2010 sebesar 49 per
100.000 penduduk dengan CFR 0,8%, angka IR tertinggi adalah kota Parepare 188
per 100.000, menyusul Selayar 1 per/100.000 dan Jeneponto 1 per 100.000
penduduk sedangkan Bantaeng,Luwu Timur, Toraja Utara IR 0%.
Berdasarkan
laporan dinas kesehatan kabupaten pinrang pada bulan januari-maret telah
tercatat 133 orang penderita DBD, dan salah satu diantaranya meninggal dunia.
Saat ini pengendalian terhadap vektor adalah metode
yang tersedia untuk pencegahan demam berdarah dan kontrol terhadap DBD. WHO
sendiri terus mengembangkan strategi global untuk pencegahan dan pengendalian
dengue / DBD, dengan prioritas utama: memperkuat surveilans epidemiologi,
mempercepat pelatihan dan penerapan standar WHO terkait manajemen dan pedoman
klinis DBD, promosi perubahan perilaku pada tingkat individu, rumah tangga dan
masyarakat untuk meningkatkan pencegahan dan pengendalian, serta penelitian
percepatan pada pengembangan vaksin.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat
di Kabupaten Pinrang mengenai penyakit DBD ?
2.
Bagaimana pencegahan dan penanggulangan
penyakit DBD di Kabupaten Pinrang ?
C. TUJUAN
1.
Untuk mengetahui bagaimana tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD di Kabupaten Pinrang.
2.
Untuk mengetahui bagaimana pencegahan
dan penanggulangan penyakit DBD di Kabupaten Pinrang.
BAB II
GAMBARAN UMUM KABUPATEN PINRANG
A. KEADAAN GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI
1.
Geografi
Kabupaten Pinrang
Kabupaten
Pinrang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Secara
geografis Kabupaten Pinrang terletak antara 43 10’30” – 30 19’30” lintang utara
dan 119 26’30” – 119 47’20” bujur timur. Luas wilayah Kabupaten Pinrang adalah
1.961.77 Kms atau 3,15 % dari luas wilayah Sulawesi Selatan, secara
administratif terdiri dari 12 Kecamatan, dan 39 Kelurahan serta 65 Desa. Luas wilayah Kabupaten mencapai 1.961,77 km².
Dengan
batas wilayah Administratif :
v Utara
= Kabupaten Tana Toraja
v Selatan
= Kota Madya Parepare
v Barat
= Kabupaten Polman dan Selat Makassar
v Timur
= Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Sidrap
Kondisi tofografi di wilayah Kabupaten
Pinrang bervariasi dari kondisi datar hingga curam, yang meliputi tiga dimensi
kewilayahan dataran rendah, laut dan dataran tinggi. Kecamatan Patampanua,
Watang Sawitto dan Tirong, tofografinya sebagian besar terdiri dari tanah
datar. Kecamatan yang memiliki pantai masing-masing Kecamatan Suppa, Mattiro
Sompe, Lanrisang & Cempa, dengan Garis pantai sepanjang 93 Km. Sedangkan
Kecamatan yang mempunyai tofograafi berbukit dan bergunung adalah Kecamatan
Lembang, Duampanua & Batulappa.
Ketinggian wilayah 0-500 m di atas
permukaan laut (60,41%). Ketinggian 500-1000 m di atas permukaan laut (19,69%)
dan ketinggian 1000 m di atas permukaan (9,90%). Berdasrkan struktur
perekonomiannya, Kabupaten Pinrang merupakan daerah agraris dengan berbagai
potensi pertanian yang dimiliki.
Tipe iklim di wilayah ini termasuk tipe
B dan C dimana musim hujan terjadi pada Bulan November hingga Juni dan
sebaliknya musim kemarau terjadi pada Bulan Agustus hingga Bulan September.
Secaraumum curah hujan terjadi cukup tinggi dan sangat dipengaruhi angin musim.
Di wilayah ini tersapat 5 stasiun curah hujan antara lain stasiun curah hujan
dengan periode pengamatan 30 tahun, stasiun curah hujan lainnya dengan
pengamatan rata-rata baru 12 tahun, stasiun curah hujan ini terletak di
Malimpung, Langnga, Benteng dan Lasepe.
Kabupaten Pinrang sebagai wilyah
strategis pengembangan Kawasan Agrobisnis yang didukung oleh ketersediaan
Sumber Daya Air yang melimpah. Dimana wilayah Kabupaten Pinrang dilalui Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang besar yaitu DAS Sungan Saddang yang berhulu di
Pegunungan Tana Toraja, mengalir melewati wilayah Mamasa melalui Enrekang dan Pinrang
hingga akhirnya bermuara di Selat Makassar.
2.
Demografi
Kabupaten Pinrang
Jumlah penduduk pada tahun
2007 sebesar 335.270 jiwa yang terdiri atas 160.647 jiwa laki-laki dan 174.623
jiwa perempuan dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 171 jiwa/km.
Sedangkan Berdasarkan
Data Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2010, penduduk kabupaten Pinrang
berjumlah 350.928 jiwa dengan komposisi laki-laki 170.133 jiwa da perempuan
180.795 jiwa dengan sex ratio 94% tingkat kepadatan penduduk mencapai 172
jiwa/km.
Dilihat dari komposisi kelompok umur,
penduduk kabupaten Pinrang terdiri dari 37,46 % usia anak-anak (0-14 tahun),
usia remaja (15-19 tahun), 28,51 % usia muda (20-39 tahun), dan 23,89 % usia
tua dan lansia (40 tahun atau lebih).
Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Pinrang
Tahun
|
2011
|
2010
|
2009
|
2008
|
Jumlah
Pria (jiwa)
|
172.047
|
171.272
|
172.607
|
167.930
|
Jumlah
Wanita (jiwa)
|
182.605
|
182.095
|
178.435
|
179.058
|
354.652
|
353.367
|
351.042
|
346.988
|
|
-
|
-
|
1
|
-
|
|
-
|
-
|
179
|
-
|
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kabupaten Pinrang Data
3.
KEADAAN
EKONOMI
Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan
di bidang ekonomi yang diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan ekonomi makro,
biasanya dilihat dari pertumbuhan angka Produk Domestik Regional Bruto, baik
atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.
Perkembangan
ekonomi suatu daerah tergantung pada potensi
sumber daya alam dan kemampuan sumber daya manusia untuk mengolah
dan memanfaatkan potensi tersebut.
sumber daya alam dan kemampuan sumber daya manusia untuk mengolah
dan memanfaatkan potensi tersebut.
Berbagai
langkah dan kebijakannmjn pembangunan ekonomi yang ditempuh oleh pemerintah
dengan dukungan segenap lapisan masyarakat telah berhasil, meskipun beberapa
tantangan harus dilalui.
Hal
ini tercermin dari nilai PDRB yang berhasil diciptakan
dari tahun ke tahun terus meningkat. Hasil-hasil pembangunan tersebut
telah kita rasakan bersama. Hal ini perlu terus ditingkatkan untuk
kemajuan perekonomian daerah.
dari tahun ke tahun terus meningkat. Hasil-hasil pembangunan tersebut
telah kita rasakan bersama. Hal ini perlu terus ditingkatkan untuk
kemajuan perekonomian daerah.
Berkat
kerja keras pihak dari instansi terkait beberapa keberhasilan yang dapat
dicapai berdasarkan indikator secara nasional yaitu antara lain :
1. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pinrang tahun 2010, ditargetkan dalam RPJMD
sebesar 70,0% dan telah dicapai sebesar 73,23% yang meliputi aspek pendidikan.
2. Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2010 atas dasar harga berlaku dicapai
sebesar Rp 5,3 Triliun atau 5.290.79 milyar bila dibandingkan tahun 2009
sebesar Rp 4,4 Triliun atau meningkat 19,72%.
3. Income
perkapita atas dasar harga berlaku tahun 2010 dicapai sebesar Rp 15.066.554
meningkat bila dibandingkan tahun 2009 yaitu Rp 12.798.916 atau peningkatan
17,64%.
4. Pertumbuhan
ekonomi Kabupaten pinrang pada tahun 2010 dicapaisebesar ± 6,85% (Angka
sementara).
5. Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi (LAKIP) untuk Kabupaten Pinrang tahun 2010
diacapai dengan kategori baik.
6. Angka
kemiskinan dapat diturunkan 1.603 jiwa atau 2,20% dari 72,856jiwa tahun 2009 menjadi71.253
jiwa tahun2010atau melampaui target yang tercantum dalam RPJMD 2009-2014.
7. APBD
tahun 2010 sebesar Rp 616.114.258.956 atau meningkat sebesar 24,06%
dibandingkan tahun 2009 yaitu Rp 496.634.363.602,21.
8. Produksi
padi pada tahun 2010 sebanyak 512.313,58 ton, meningkat 1,05% dibandingkan
tahun 2009 sebesar Rp 506.970 ton.
9. Produksi
jagung tahun 2010 sebanyak 81,82% bila dibandingkan pada tahun 2009 yaitu 4.868
ton.
10. Produksi
ternak khususnya ternak sapi pada tahun2010 sebanyak 40.376 ekor dan tahun 2009
sebanyak 40.051 ekor atau meningkat 0,81%.
11. Produksi
udang tahun 2010 sebesar 2.623,9 juta ton, meningkat bila dibandingkan tahun
2009 yaitu sebesar 2.561.12 juta ton atau 2,45%.
12. Produksi
kakap tahun2010 sebesar 13.861,2 ton meningkat bila dibandingkan tahun 2009
yaitu sebesar 10.599 ton atau 30,78%.
Berdasarkan
pencapaian diatas maka keadaan ekonomi Kabupaten Pinrang sudah dapat
dikategorikan “Baik”.
4.
TINGKAT
PENDIDIKAN
Tingkat
pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan menyerap dan menerima informasi
kesehatan serta kemampuan dalam berperan serta dalam pembangunan kesehatan.
Masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, pada umumnya mempunyai
pengetahuan dan wawasan yang lebih luas sehingga lebih mudah menyerap dan
menerima informasi, serta dapat ikut berperan serta aktif dalam mengatasi
masalah kesehatan dirinya dan keluarganya.
Upaya
Pemerintah kabupaten Pinrang dalam mewujudkan peningkatan mutu pendidikan
didaerah ini tidak main main. Sebab, Salah satu indikator paling penting guna
peningkatan mutu pendidikan di Kabupaten Pinrang yakni penganggaran untuk
membantu proses peningkatan kualitas terutama disektor pendidikan. Untuk
mencapai hal tersebut dibutuhkan keterlibatan semua unsur dan elemen masyarakat
yang ada.
Untuk tahun
ini pemerintah mengalokasikan anggaran Dana BOS (Bantuan
Operasional Pendidikan) yang cukup besar ke Kabupaten Pinrang, Sulsel,
yakni mencapai 46 Miliar lebih atau meningkat Rp.4 Miliar dibanding tahun lalu.
Besarnya
alokasi anggaran yang digelontorkan Pemerintah Pusat dan Daerah disektor
pendidikan membuktikan keseriusan dan besarnya perhatian pemerintah dalam
peningkatan mutu pendidikan didaerah ini.
Semua pihak
yang bergelut didunia pendidikan seyokyanya melakukan langkah efektif dan
efisien serta mengadepankan transparansi dalam mengelolah anggaran tersebut,
sekaligus memberi manfaat yang cukup besar dalam meningkatkan mutu pendidikan
di daerah ini.
Anggaran BOS
yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan pendidikan didaerah ini
jumlahnya sangat besar. Data di Dikpora Pinrang menyebutkan, sekolah dasar
negeri sebesar Rp.19,5 Miliar, SD swasta sebesar Rp.270 juta. Sementara
untuk Sekolah Menengah Pertama yang berstatus Negeri sebesar Rp. 9,5
Miliar dan Swasta sebesar Rp.341 juta.Dana tersebut dialokasikan kepada siswa
SD negeri yang berjumlah 4008 siswa sedangkan SD Swasta 682 sisiwa, dengan
kisaran persisiwa sebesar 397 ribu untuk SD, dan untuk SMP sebesar 570 ribu
persiswa pertahunnya.
SD Negeri
yang ada di daerah ini (Pinrang), sebanyak 317 yang berstatus negeri dengan
jumlah siswa sebanyak 4008 sisiwa. Sedangka SD Swasta sebanyak 7 sekolah dengan
jumlah siswa sebanyak 682 siswa. Untuk Sekolah Menengah Pertama Negeri sebanyak
51 sekolah, jumlah ini sudah termasuk sekolah terbuka dan sekolah satu atap.
Dengan jumlah siswa sebanyak 16.986 siswa. Sedangkan SMP Swasta sebanyak 7
sekolah dengan jumlah siswa 745 siswa. Sementara dana pendidikan Gratis sebesar
Rp.9,2 Miliar dan dana sertifikasi sebesar Rp.32,6 Miliar.
5.
KEADAAN
LINGKUNGAN
Kondisi
Topografi wilayah pada umumnya berbukit-bukit dengan ketinggian 100 – 2000
meter di atas permukaan laut. Iklim di Kabupaten ini adalah tropis dengan suhu
udara rata-rata mencapai 28°C dengan curah hujan rata-rata mencapai 174,93
mm/bln.
Kabupaten
Pinrang memiliki garis pantai sepanjang 93 Km sehingga terdapat areal
pertambakan sepanjang pantai, pada dataran rendah didominasi oleh areal
persawahan, bahkan sampai perbukitan dan pegunungan.
Kondisi
ini mendukung Kabupaten Pinrang sebagai daerah Potensial untuk sektor pertanian
dan memungkinkan berbagai komoditi pertanian (Tanaman Pangan, perikanan,
perkebuanan dan Peternakan) untuk dikembangkan. Ketinggian wilayah 0 – 500 m
diatas permukaan laut ( 60, 41%), ketinggian 500 – 1000 m diatas permukaan laut
( 19,69% ) dan ketinggian 1000 m diatas permukaaan (9,90%).
Kabupaten
Pinrang dipengaruhi oleh 2 musim pada satu periode yang sama, untuk wilayah
kecamatan Suppa dan Lembang di pengaruhi oleh musim Sektor barat dan lebih
dikenal dengan sektor peralihan dan 10 kecamatan lainnya termasuk sektor timur.
Dimana puncak hujan jatuh pada Bulan April dan Oktober. Berdasarkan data curah
hujan termasuk tipe iklim A dan B (Daerah basah) suhu rata-rata normal 270C
dengan kelembaban uadara kurang lebih 80% sampai 85%.
Kabupaten
Pinrang mempunyai berbagai jenis tanah,diantaranya tanah aluvial gromosol,
regesal brown forest dan podsolik. Jenis tanah yang menempati ruang terbesar di
Kabupaten Pinrang menyusul tanah Regosol dan tanah Gromosol.
BAB
III
TINJAUAN
PUSTAKA
A. PENGERTIAN
DAN DEFENISI KASUS
Penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) adalah penyakit menularyang disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan oleh nyamuk AedesAegypti. Penyakit DBD dapat menyerang semua
umur/orang. Sampai saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi
dalam dekadeterakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi
penderitapenyakit DBD pada orang.
B.
PENYEBAB
DAN PENULARAN PENYAKIT DBD
Penyebab penyakit ini adalah virus dengue yang sampai sekarang
dikenal ada 4 tipe (tipe 1, 2, 3dan 4), termasuk dalam group B Anthropod Borne
Virus (Arbovirus), keempat virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue tipe-3 merupakan serotype
virus yang dominant yang menyebabkan kasus yang berat. Masa inkubasi penyakit
demam berdarah dengue diperkirakan ≤ 7hari.
Penularan penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan
melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti meskipun dapat juga
ditularkan oleh Aedes Albopictus yang hidup di kebun. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempatdengan ketinggian
lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Orang
yang kemasukan virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit
demam dengue atau demam yang
ringan dengan tanda/gejala ya
ng tidak spesipik atau
bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali (Asimtomatis).
Penderita demam dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari tanpa
pengobatan. Tetapi apabila orang sebelumnya sudah pernah kemasukan virus
dengue, kemudian kemasukan virus dengue dengan virus tipe lain maka orang
tersebut dapat terserang penyakit demam berdarah dengue (Teori Infeksi
Sekunder).
C.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit ialah:
1.
Meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah
2.
Menurunnya
volume plasma darah
3.
Terjadinya
hipotensi
4.
Trombositopeni
5.
Diatesis
hemoragik
P cvȌenyelidikan autopsi 100 penderita penyakit DBD yang meninggal
membuktikan terdapat kerusakan umum sistem vaskuler akibat peninggian
permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap protein plasma dan efusi pada
ruang serosa, di daerah peritoneal, pleural dan perikardia.
Pada kasus berat pengurangan volume dapat mencapai 30% atau lebih.
Menghilangnya plasma melalui endotelium ditandai oleh pengkatan nilai
hematokrit mengakibatkan keadaan hipovolemik dan menimbulkan renjatan. Renjatan
yang ditanggulangi secara tidak adekuat menimbulkan anoksia jaringan, asidosis
metabolik dan kematian.
Kerusakan dinding pembuluh darah bersifat sementara oleh karena itu dengan
pemberian cairan yang cukup, renjatan dapat diatasi dengan cepat dan efusi
pleura setelah beberapa hari akan menghilang.
Sebab lain kematian DBD ialah perdarahan hebat pada saluran pencernaan yang
biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi.
Patogenesa perdarahan pada penyakit DBD telah diselidiki secara intensif
yaitu disebabkan trombositopeni hebat dan gangguan fungsi trombosit di samping
difisiensi ringan atau sedang dari faktor I, II, V, VII, IX dan X dan faktor
kapiler. Penyelidikan mendalam mengenai jumlah trombosit Fibrina Degration
Produc (FDP), morfologi eritrosit dan penyelidikan post mortem membuktikan
bahwa DIC mempunyai peranan dalam terjadinya perdarahan penyakit DBD, tetapi
bukan penyebab utama.
Pada otopsi ditemukan perdarahan di lambung, usus halus, subendokard,
kulit, subkapsular hepar, paru, dan jaringan lunak. Di samping itu didapatkan
peningkatan daya fatogenesis dan proliferasi sistem retikuloendotelial.
Kelainan hepar secara patologi anatomi sesuai dengan kelainan dari yellow
Feber.
Penyelidikan terakhir membuktikan bahwa kompleks dan aktipasi sitem
komplemen memegang peranan penying dalam patogenesa penyakit DBD/DSS. Kompleks
imun telah ditemukan pada penderita antara hari ke-5 dan ke-7 sakit, saat
terserang renjatan terjadi. Produksi aktifitas komplemen yaitu C3a dan C5a yang
mempunyai sifat anafilatoksin dianggap sebagai penyebab kerusakan dinding
kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah.
D.
ETIOLOGI
DBD disebabkan oleh Gigitan nyamuk
Aedes aegypti yang membawa virus dengue (sejenis arbovirus).
Ciri – ciri nyamuk penyebar penyakit
yaitu :
- Warna hitam dan bercak putih pada badan dan kaki
- Hidup dan berkembang biak didalam rumah dan sekitarnya ( bak mandi, tempayan, drum, kaleng, ban bekas, pot tanaman air dll.
- Hinggap pada pakaian yang bergantung, kelambu dan ditempat yang gelap dan lembab
- Menggigit disiang hari
- Kemamapuan terbang kira – kira 100 meter
E.
EPIDEMILOGI PENYAKIT DBD
1.
Distribusi
Kasus penyakit ini pertama kali
ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Penyakit DBD pertama kali di
Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi
baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai
daerah sehingga sampoai tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia kecuali Timor
– Timur telah terjadi penyakit sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus
menunjukan kecendrungan meningkat baik dalam jumlah maupun dan luas wilayah
yang terjangkit dan selalu terjadi KLB setiap tahun.
Setiap tahun, diperkirakan sekitar
100 juta kasus demam berdarah terjadi di seluruh dunia. Sebagian besar berada
di daerah tropis di dunia, dengan risiko terbesar terjadi di :
1.
Benua
India
2.
Asia
Tenggara
3.
Cina
Selatan
4.
Taiwan
5.
Kepulauan
pasifik
6.
Karibia
( kecuali Kuba dan Kepulauan Cayman
7.
Meksiko
8.
Afrika
9.
Amerika
Tengah dan Selatan ( Kecuali Chili, Paraguay, dan Argentina )
10. Frekuensi
Di Indonesia KLB DBD terbesar
terjadi pada tahun 1998, dengan Incident Rite ( IR ) = 35,19 per 100.000 penduduk
dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, tahun – tahun
berikutnya IR cenderungmeningkat yaitu :
·
Tahun
1996 : jumlah kasus 45.548 orang , dengan jumlah kematian sebanyak 1.234 orang.
·
Tahun
1998 : jumlahj kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang
( terjadi ledakan ).
·
Tahun
1999 : jumlah kasus 21.134 orang.
·
Tahun
2000 : jumlah kasus 33.443 orang.
·
Tahun
2001 : jumlah kasus 45.904 orang.
·
Tahun
2002 : jum;lah kasus 40.377 orang.
·
Tahun
2003 : jumlah kasus 50.131 orang.
·
Tahun
2004 : sampai tanggal 5 maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26.015 orang,
dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang.
Meningkatnya jumlah kasus serta
bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana
tranformasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat,
terhadap[ pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hamper
diseluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi
sepanjang tahun.
Kebanyakan juga kasus di Amerika
Serikat terjadi pada orang yang terjangkit infeksi saat bepergian ke luar
negeri. Tapi risiko ini meningkat bagi orang-orang yang hidup di sepanjang
perbatasan Texas-Meksiko dan di bagian lain dari Amerika Serikat bagian
selatan. Pada tahun 2009, wabah demam berdarah diidentifikasi di Key West,
Florida.
2.
Faktor Determinan
a.
Host
( manusia )
Demam berdarah dengue merupakan penyakit
yang senantiasa ada sepanjang tahun di negeri kita, oleh karena itu disebut
penyakit endemis. Penyakit ini menunjukkan peningkatan jumlah orang yang
terserang setiap 4-5 tahun. Kelompok umur yang sering terkena adalah anak-anak
umur 4-10 tahun, walaupun dapat pula mengenai bayi dibawah umur 1 tahun.
Akhir-akhir ini banyak juga mengenai orang dewasa muda umur 18-25 tahun.
Laki-laki dan perempuan sama-sama dapat terkena tanpa terkecuali.
Cara hidup nyamuk terutama nyamuk
betina yang menggigit pada pagi dan siang hari, kiranya menjadi sebab mengapa
anak balita mudah terserang demam berdarah. Nyamuk Aedes yang menyenangi tempat
teduh, terlindung matahari, dan berbau manusia, oleh karena itu balita yang
masih membutuhkan tidur pagi dan siang hari seringkali menjadi sasaran gigitan
nyamuk. Sarang nyamuk selain di dalam rumah, juga banyak dijumpai di sekolah,
apalagi bila keadaan kelas gelap dan lembab. Sasaran berikutnya adalah anak
sekolah yang pada pagi dan siang hari berada di sekolah. Disamping nyamuk Aedes
aegypti yang senang hidup di dalam rumah, juga terdapat nyamuk Aedes albopictus
yang dapat menularkan penyakit demam berdarah dengue. Nyamuk Aedes albopictus
hidup di luar rumah, di kebun yang rindang, sehingga anak usia sekolah dapat
juga terkena gigitan oleh nyamuk kebun tersebut di siang hari tatkala sedang
bermain. Faktor daya tahan anak yang belum sempurna seperti halnya orang
dewasa, agaknya juga merupakan faktor mengapa anak lebih banyak terkena
penyakit demam berdarah dengue dibandingkan orang dewasa.
Di perkotaan, nyamuk sangat mudah
terbang dari satu rumah ke rumah lainnya dari rumah ke kantor, atau tempat umum
seperti tempat ibadah, dan lain-lain. Oleh karena itu, orang dewasa pun menjadi
sasaran berikutnya setelah anak-anak. Terutama dewasa muda (18-25 tahun) sesuai
dengan kegiatan kelompok ini pada siang hari di luar rumah. Walaupun demikian,
pada umumnya penyakit demam berdarah dengue dewasa lebih ringan daripada anak.
b. Agent ( penyakit )
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD
), bahasa medisnya disebut Dengue Hemmorhagic Fever ( DHF ) adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus, yang mana menyebabakan gangguan pada pembuluh darah kapiler
dan pada system pembekuan darah, sehingga menyebabkan perdarahan – perdarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan
didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di
seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan air laut.
c.
Environment
( Lingkungan )
Penyakit
Demam Berdarah Dengue ( DBD ) berkembangbiak dengan baik di daerah tropis pada
lingkungan yang bisa dijadikan sebagai tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes
aegypti seperti bak air yang tidak tertutup, barang – barang bekas yang
dapat menampung air hujan seperti kaleng, wadah – wadah alat rumah tangga yang
tidak tepakai lagi, ban bekas, dll. Oleh karena itu langkah – langkah yang
dapat dilakukan yaitu “3M” :
1.
Menguras
bak mandi atau tempat penyimpanan air bersih sekurang – kurangnya sekali
seminggu.
2.
Menutup
rapat bak mandi atau tempat penyimpanan air bersih.
3.
Mengubur
barang – barang bekas yang dapat menampung air hujan.
F.
DIAGNOSIS PENYAKIT DBD
Diagnosa penyakit DBD
ditegakkan jika ditemukan:
1.
Demam tinggi
mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
2.
Tanda
perdarahan dan/atau
3.
Pembesaran hati
4.
Thrombositopeni
(150.000/mm3 atau kurang)
5.
Hemokonsentrasi
yang dapat dilihat dari meningginya hematokrit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematokrit selama dalam perawatan.
Dengan patokan ini, 87% penderita yang tersangka penyakit DBD ternyata
diagnosanya tepat (dibuktikan dengan pemeriksaan serologi).
G.
PENCEGAHAN
Pencegahan
penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk aides
aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara
kimiawi yaitu:
1.
Lingkungan
Metode
lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modofikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain
rumah.
PSN pada
dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak
berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan
dengan:
a.
Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air
sekurang- kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan
bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.
b.
Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan,
drum, dan tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada
tempat-tempat tersebut.
c.
Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung
setidaknya seminggu sekali.
d.
Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari
barang-barang bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya
jentik-jentik nyamuk, seperti sampah keleng, botol pecah, dan ember
plastik.
e.
Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu
dangan menggunakan tanah.
f.
Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta
membersihkan salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah
dari daun.
2.
Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian
perkambangan nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan.
seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri Bt
H-14.
3.
Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi
merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan
menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan:
a. Pengasapan/fogging
dengan menggunakanmal athion danf enthion yang berguna untuk mengurangi
kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.
b. Memberikan
bubuk abate (temephos) atau larpasida pada
tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan
lain-lain.
Cara yang
paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus
yaitu dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat
penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah
dan lubang-lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan
jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan dengan melakukan
tindakanplus seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk, menur
larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa, menyemprot dengan
insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa jentik
nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi
setempat.
BAB IV
PEDOMAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DBD
A.
SURVEILANS
EPIDEMIOLOGI DBD
Dalam Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD), ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu :
1. Surveilans
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan
pihak / instansi terkait secara sistematis dan terus menerus tentang situasi
DBD di daerah endemik atau non endemik dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar dapat dilakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien.
2. Penegakan
diagnosis DBD
a) Diagnosis
klinis DBD adalah penderita dengan gejala demam tinggi mendadak, tanpa sebab
yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 – 7 hari disertai manifestasi
perdarahan (sekurang – kurangnya uji tourniquet positif). Trombositopenia
(jumlah trombosit ≤ 100.000/μl), dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥
20 %)
b) Diagnosis
Laboratoris adalah hasil pemeriksaan serologis pada tersangka DBD menunjukan
hasil positif pada pemeriksaan HI test atau peninggian (positif) IgG saja atau
IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test.
3.
Tersangka DBD adalah penderita demam tinggi mendadak,
tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 – 7 hari disertai
tanda – tanda perdarahan sekurang – kurangnya uji tourniquet (Rumple
Leede) positif dan atau jumlah trombosit ≤ 100.000 / μl.
4.
Laporan kewaspadaan dini DBD (KD/RS DBD) adalah
laporan segera (paling lambat dikirimkan dalam 24 jam setelah penegakkan
diagnosis) tentang adanya penderita (DD, DBD dan SSD) termasuk tersangka DBD
agar segera dapat dilakukan tindakan atau langkah – langkah penanggulangan
seperlunya.
5.
Laporan tersangka DBD dimaksudkan hanya untuk kegiatan
proaktif surveilans dan peningkatan kewaspadaan, tetapi bukan sebagai laporan
kasus atau penderita DBD.
6.
Unit pelayanan kesehatan adalah rumah sakit (RS),
Puskesmas, Puskesmas Pembantu, balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek
bersama, dokter praktek swasta, dan lain – lain.
7.
Puskesmas setempat ialah puskesmas dengan wilayah
kerja di tempat dimana penderita DBD berdomisili.
§ Alur
Pelaporan Penyakit Demam Berdarah Dengue
a. Pelaporan
Rutin
1)
Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain
puskesmas)
2)
Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan
kabupaten / kota
3)
Pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten / kota ke
dinas kesehatan provinsi
4)
Pelaporan dari dinas kesehatan provinsi ke Ditjen PP
& PL.9
Bagan Alur Pelaporan
Demam Berdarah Dengue
a.
Umpan balik pelaporan
Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan kualitas dan
memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan ketepatan waktu pelaporan
serta analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan balik oleh masing – masing
tingkat administrasi dilaksanakan setiap tiga bulan, minimal dua kali dalam
setahun.
Sistem surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di Puskesmas
meliputi kegiatan pencatatan, pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk
pemantauan mingguan, laporan mingguan wabah, laporan bulanan program P2DBD,
penentuan desa / kelurahan rawan, mengetahui distribusi kasus DBD / kasus
tersangka DBD per RW / dusun, menentukan musim penularan dan mengetahui
kecenderungan penyakit.9
b.
Tujuan
Tujuan dari
surveilans epidemiologi penyakit DBD di daerah non endemik adalah Tersedianya
data dan informasi epidemiologi penyakit DBD sebagai dasar manajemen kesehatan
untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi
program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan, dimana surveilans epidemiologi di
daerah non endemik menjadi tindakan penanggulangan secara efektif dan efesien
untuk mengurangi peningkatan dan penularan penyakit DBD.9
c.
Sasaran
Sasaran
surveilans epidemiologi penyakit DBD adalah Sebagai berikut :
1.
Individu
Pengamatan dilakukan
pada individu yang terinfeksi dan mempunyai potensi untuk menularkan penyakit
DBD sampai individu tersebut tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya.
2. Populasi
lokal
Populasi lokal ialah
kelompok penduduk yang terbatas pada orang-orang dengan risiko terkena suatu
penyakit (population at risk). Pengamatan dilakukan pada individu yang kontak
dengan penderita DBD, pada pejamu yang rentan (misalnya bayi), dan terhadap
kelompok individu yang mempunyai peluang untuk kontak dengan penderita
(misalnya tenaga medis).
3. Populasi
nasional
Populasi nasional ialah
pengamatan yang dilakukan terhadap semua penduduk secara nasional. Hal ini
dilakukan setelah program pemberantasan dilaksanakan.
4. Populasi
internasional
Kegiatan ini berupa
pengamatan terhadap penyakit yang dilakukan oleh berbagai negara secara
bersama-sama, yang ditujukan untuk penyakit-penyakit yang mudah menimbulkan
epidemi atau pandemi.
Tujuan dilaksanakannya pengamatan ini adalah untuk saling memberi informasi tentang epidemi yang timbul di suatu negara agar negara lain yang tidak terkena dapat melakukan upaya pencegahan.
Tujuan dilaksanakannya pengamatan ini adalah untuk saling memberi informasi tentang epidemi yang timbul di suatu negara agar negara lain yang tidak terkena dapat melakukan upaya pencegahan.
d. Langkah-langkah
Langkah-langkah surveilans epidemiologi
penyakit demam berdarah dengue (DBD) di daerah non endemik terdiri dari dua
yaitu :
1.
Identifikasi dini kasus
Deteksi dini kasus DBD yakni deteksi
virus (antigen) secara dini dengan metode antigen capture (NS1 atau
nonstructural protein 1) untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Deteksi
virus bisa dilakukan sehari sebelum penderita menderita demam, hingga virus
hilang pada hari ke 9. Setelah diketahui ada nya virus: penderita diberi
antiviral yang efektif membunuh virus DBD.
Identifikasi dini dilakukan oleh petugas
surveilans atau kader dengan mencari kasus DBD secara pro aktif disekitar
penderita pertama yang diketahui alamatnya, atau menggunakan petugas yang
siaga, dengan mendirikan Pos-pos DBD disetiap RW, atau Kelurahan.
Setiap kelurahan atau Puskesmas
dilengkapi alat antigen capture NS1 yang Rapid (yang hanya hitungan 20
menit sudah diketahui, dengan ketepatan harus diatas 95%). Deteksi dini kasus
pertama harus di lakukan sedini mungkin.
Model ini terdiri dari unit pelayanan
garis depan (front liners). Mereka adalah Puskesmas dan atau dokter
praktek umum/klinik yang berpartisipasi yang diharapkan merupakan unit
pelayanan yang dimintai pertolongan pengobatan akan mencatat alamat penderita
positif DBD. Penderita yang berobat akan dicatat alamatnya, lalu dilaporkan ke
Puskesmas, yang kemudian hendaknya dilakukan Penyelidikan Epidemiologi oleh
petugas survailans yang ditunjuk dan segera menyisir sekitar rumah menanyakan
secara proaktif apakah ada yang menderita demam tambahan atau tidak (ada tidak
penderita tambahan). Diagnostik dilakukan dengan antigen captured yang Rapid
(test). Bagi yang memberikan gambaran positif akan langsung diberi
pengobatan dengan antiviral DBD. Setiap penderita akan memerlukan dukungan
laboratorium untuk memeriksa tanda awal seperti, hematokrit, trombosit,
leucocyte dan gejala klinik lain. Oleh sebab itu dianjurkan ada Puskesmas
rujukan laboratorium atau kepesertaan Laboratorium Klinik dalam wilayah
bersangkutan.
2.
Perhitungan besarnya masalah
Hingga saat ini, perluasan wilayah yang
melaporkan kasus DBD terus meningkat di Indonesia. Tahun 2006 hanya 200
kabupaten/ kota saja yang melaporkan terjadi sebaran endemis DBD dan selebihnya
dalam daerah non endemis, sedangkan tahun 2007 menjadi 350 kabupaten/kota dan
pada 2010 mencapai 464 kabupaten/kota.
Sejak tahun 1968 telah terjadi
peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD,
dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada
tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada
laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada
tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.
Tabel 1.0 Jumlah dan Persebaran Kasus DBD Tahun 1968 – 2009
Sumber :
Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Peningkatan
dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas
penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim,
perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya
yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut.13
Gambar
1. Angka Insiden DBD per 100.000
Penduduk di Indonesia
Tahun 1968 – 2009
Sumber :
Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Berdasarkan situasi di
atas, terjadi tren yang terus meningkat dari tahun 1968 sampai tahun 2009.13
Gambar 2.
Persentase Kasus DBD Berdasarkan Kelompok Umur
Tahun
1993 - 2009
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Kasus DBD perkelompok umur dari tahun
1993 - 2009 terjadi pergeseran. Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok
umurterbesar kasus DBD adalah kelompok umur <15 tahun, tahun 1999 - 2009
kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung padakelompok umur >=15 tahun.13
BAB V
PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI KASUS DBD DI KABUPATEN PINRANG
Berdasarkan laporan dinas kesehatan
kabupaten pinrang pada bulan januari-maret telah tercatat 133 orang penderita
DBD, dan satu diantaranya meninggal dunia.
Tabel
1. Distribusi penyakit DBD di kab.pinrang berdasarkan umur dan bulan
NO
|
Umur
|
Jumlah (orang)
|
||
Januari
|
Februari
|
Maret
|
||
1
|
0-9
|
34
|
19
|
14
|
2
|
10-19
|
16
|
12
|
16
|
3
|
20-29
|
1
|
7
|
7
|
4
|
30-39
|
0
|
1
|
2
|
5
|
40-49
|
1
|
0
|
1
|
6
|
50>
|
1
|
1
|
0
|
7
|
Total
|
53
|
40
|
40
|
Di lihat dari tabel
tersebut diatas di peroleh informasi bahwa pada bulan januari penderita DBD
paling banyak pada interval umur 0-9 tahun, dan pada bulan februari penderita
DBD paling banyak pada interval umur 0-9 tahun juga sedangkan pada bulan
Februari penderita paling banyak adalah pada interval umur 10-19 tahun.
Ditinjau dari banyaknya penderita pada tabel tersebut diatas maka dapat di
tarik kesimpulan bahwa penderita DBD paling banyak adalah pada bulan januari
yakni sebanyak 53 orang penderita.
Tabel
2. Distribusi penyakit DBD berdasarkan jenis kelamin di kab. Pinrang.
No
|
Jenis kelamin
|
Jumlah
|
1
|
Laki-laki
|
69
|
2
|
Perempuan
|
64
|
3
|
Total
|
133
|
Jika ditinjau dari
tabel tersebut diatas maka diperoleh informasi bahwa distribusi penyakit DBD
bedasarkan jenis kelamin paling banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki,
berdasarkan survei, hal ini terjadi karena laki-laki lebih banyak beraktivitas
di luar rumah dan diketahui secara geografis di daerah kab. Pinrang tercatat
sebagai daerah pertanian.
Tabel 3. Distribusi penyakit KLB DBD di Duampanua Kab.Pinrang
berdasakan umur
NO
|
UMUR
|
JUMLAH
|
1
|
0-9
|
15
|
2
|
10-19
|
6
|
3
|
20-29
|
2
|
4
|
30-39
|
-
|
5
|
40-49
|
-
|
6
|
50>
|
1
|
7
|
Total
|
24
|
Berdasarkan hasil
data yang diperoleh kasus KLB DBD yang terjadi di Kab. Pinrang terdapat pada
daerah Duampanua, karena telah tercatat 1 korban jiwa akibat penyakit DBD.
Total jumlah penderita yang terdapat di daerah ini adalah sebanyak 24 orang 1
diantaranya dinyatakan meninggal dunia.
Tabel
4. Distribusi penyakit berdasarkan tempat di kab. Pinrang
No
|
Tempat (daerah)
|
Jumlah
|
1
|
Kec. Suppa
|
16
|
2
|
Kec.Paleteang
|
22
|
3
|
Kec.Mattiro
bulu
|
4
|
4
|
Kec.Watang sawitto
|
23
|
5
|
Kec. Lanrisang
|
8
|
6
|
Kec.Duampanua
|
24
|
7
|
Kec. Cempa
|
3
|
8
|
Kec. Patampanua
|
17
|
9
|
4
|
|
10
|
Kel. mattiro deceng
|
4
|
11
|
Kel. marawi
|
2
|
12
|
Kel. laleng bata
|
2
|
13
|
Kel. tiroang
|
2
|
14
|
Kaballangan
|
1
|
15
|
Lain-lain
|
1
|
Total
|
133
|
Berdasarkan hasil
data dari distribusi penyakit berdasarkan tempat di Kab. Pinrang diperoleh
hasil yang banyak menderita DBD terdapat
di Kecamatan Duampanua sebanyak 24 orang.
B. PROGRAM PEMBERANTASAN
PENYAKIT DBD DI KABUPATEN PINRANG
Setelah kasus KLB DBD diketahui di daerah duampanua dan dareah
yang diketahui terdapat kasus DBD, pemerintah dinas kesehatan kabupaten melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Penelitian
epidemiologi yang dilakukan oleh petugas surveilans epidemiologi
2.
Laporan
ke dinas kesehatan kabupaten pinrang,
3.
Bakti
sosial yang dilakukan petugas lapangan bekerja sama dengan masyarakat setempat
4.
Melakukan
fogging dan larpasidasi pada daerah yang terdapat kasus DBD khususnya pada
daerah duampanua.
5.
Penyluhan
pada masyarakat tentang penyakit DBD.
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan setelah kasus KLB DBD diketahui di daerah duampanua dan
dareah yang diketahui terdapat kasus DBD, pemerintah dinas kesehatan
kabupaten melakukan langkah-langkah
dalam program penanggulangan dan pemberantasan kasus penyakit KLB DBD sebagai
berikut :
1)
Penelitian
epidemiologi yang dilakukan oleh petugas surveilans epidemiologi,
2)
Laporan
ke dinas kesehatan kabupaten pinrang,
3)
Bakti
sosial yang dilakukan petugas lapangan bekerja sama dengan masyarakat setempat
4)
Melakukan
fogging dan larpasidasi pada daerah yang terdapat kasus DBD khususnya pada
daerah duampanua.
5)
Penyluhan
pada masyarakat tentang penyakit DBD.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Dinas
Kesehatan Kabupaten Pinrang,tahun 2013.
0 komentar:
Posting Komentar