RSS

EPIDEMI/ENDEMI DBD DI KABUPATEN PINRANG



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Penyakit demam berdarah dengue (dengue haemoragic fever) atau lebih dikenal dengan penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk aedes aegepty. Penyakit DBD masih merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Hal ini disebabkan karena DBD adalah penyakit yang angka kesakitan dan kematiannya masih tinggi.

Menurut Word Health Organization (1995) populasi di dunia diperkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap tahun.Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.
Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya.
Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga 2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dan tertiggi nomor dua di dunia setelah Thailand.
Menurut Depkes RI (2009) pada tahun 2008 dijumpai kasus DBD di Indonesia sebanyak 137.469 kasus dengan CFR 0,86% dan IR sebesar 59,02 per 100.000 penduduk, dan mengalami kenaikan pada tahun 2009 yaitu sebesar 154.855 kasus dengan CFR 0,89% dengan IR sebesar 66,48 per 100.000, dan pada tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di ASEAN yaitu sebanyak 156.086 kasus dengan kematian 1.358 orang (Kompas, 2010). Tahun 2011 kasus DBD mengalami penurunan yaitu 49.486 kasus dengan kematian 403 orang (Ditjen PP & PL Kemkes RI, 2011).
Di Sulawesi Selatan, menurut laporan dari Subdin P2&PL tahun 2003, jumlah kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada 26 kab./kota sebanyak 2.636 penderita dengan kematian 39 orang (CFR= 1,48 %), disamping itu pula jumlah kejadian luar biasa (KLB) sebanyak 82 kejadian dengan jumlah kasus sebanyak 495 penderita dan kematian 19 orang (CFR=3,84%). Bila dibandingkan dengan kejadian KLB Demam Berdarah Dengue Tahun 2002 maka jumlah kejadian mengalami peningkatan sebesar 1,60 kali, jumlah penderita meningkat sebesar 4,21 kali dan jumlah kematian meningkat 1,97%.
Sedangkan untuk tahun 2004, telah dilaporkan kejadian penyakit Demam Berdarah sebanyak 2.598 penderita (termasuk data Sulawesi Barat) dengan kematian 19 orang (CFR=0,7%). 
Berdasarkan laporan P2PL Insiden Rate DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2010 sebesar 49 per 100.000 penduduk dengan CFR 0,8%, angka IR tertinggi adalah kota Parepare 188 per 100.000, menyusul Selayar 1 per/100.000 dan Jeneponto 1 per 100.000 penduduk sedangkan Bantaeng,Luwu Timur, Toraja Utara IR 0%.
Berdasarkan laporan dinas kesehatan kabupaten pinrang pada bulan januari-maret telah tercatat 133 orang penderita DBD, dan salah satu diantaranya meninggal dunia.
Saat ini pengendalian terhadap vektor adalah metode yang tersedia untuk pencegahan demam berdarah dan kontrol terhadap DBD. WHO sendiri terus mengembangkan strategi global untuk pencegahan dan pengendalian dengue / DBD, dengan prioritas utama: memperkuat surveilans epidemiologi, mempercepat pelatihan dan penerapan standar WHO terkait manajemen dan pedoman klinis DBD, promosi perubahan perilaku pada tingkat individu, rumah tangga dan masyarakat untuk meningkatkan pencegahan dan pengendalian, serta penelitian percepatan pada pengembangan vaksin.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.         Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat di Kabupaten Pinrang mengenai penyakit DBD ?
2.         Bagaimana pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD di Kabupaten Pinrang ?

C.    TUJUAN
1.         Untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD di Kabupaten Pinrang.
2.         Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD di Kabupaten Pinrang.


BAB II
GAMBARAN UMUM KABUPATEN PINRANG
A.  KEADAAN GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI
1.      Geografi Kabupaten Pinrang
Kabupaten Pinrang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis Kabupaten Pinrang terletak antara 43 10’30” – 30 19’30” lintang utara dan 119 26’30” – 119 47’20” bujur timur. Luas wilayah Kabupaten Pinrang adalah 1.961.77 Kms atau 3,15 % dari luas wilayah Sulawesi Selatan, secara administratif terdiri dari 12 Kecamatan, dan 39 Kelurahan serta 65 Desa. Luas wilayah Kabupaten mencapai 1.961,77 km².
Dengan batas wilayah Administratif :
v  Utara = Kabupaten Tana Toraja
v  Selatan = Kota Madya Parepare
v  Barat = Kabupaten Polman dan Selat Makassar
v  Timur = Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Sidrap
Kondisi tofografi di wilayah Kabupaten Pinrang bervariasi dari kondisi datar hingga curam, yang meliputi tiga dimensi kewilayahan dataran rendah, laut dan dataran tinggi. Kecamatan Patampanua, Watang Sawitto dan Tirong, tofografinya sebagian besar terdiri dari tanah datar. Kecamatan yang memiliki pantai masing-masing Kecamatan Suppa, Mattiro Sompe, Lanrisang & Cempa, dengan Garis pantai sepanjang 93 Km. Sedangkan Kecamatan yang mempunyai tofograafi berbukit dan bergunung adalah Kecamatan Lembang, Duampanua & Batulappa.
Ketinggian wilayah 0-500 m di atas permukaan laut (60,41%). Ketinggian 500-1000 m di atas permukaan laut (19,69%) dan ketinggian 1000 m di atas permukaan (9,90%). Berdasrkan struktur perekonomiannya, Kabupaten Pinrang merupakan daerah agraris dengan berbagai potensi pertanian yang dimiliki.

Tipe iklim di wilayah ini termasuk tipe B dan C dimana musim hujan terjadi pada Bulan November hingga Juni dan sebaliknya musim kemarau terjadi pada Bulan Agustus hingga Bulan September. Secaraumum curah hujan terjadi cukup tinggi dan sangat dipengaruhi angin musim. Di wilayah ini tersapat 5 stasiun curah hujan antara lain stasiun curah hujan dengan periode pengamatan 30 tahun, stasiun curah hujan lainnya dengan pengamatan rata-rata baru 12 tahun, stasiun curah hujan ini terletak di Malimpung, Langnga, Benteng dan Lasepe.
Kabupaten Pinrang sebagai wilyah strategis pengembangan Kawasan Agrobisnis yang didukung oleh ketersediaan Sumber Daya Air yang melimpah. Dimana wilayah Kabupaten Pinrang dilalui Daerah Aliran Sungai (DAS) yang besar yaitu DAS Sungan Saddang yang berhulu di Pegunungan Tana Toraja, mengalir melewati wilayah Mamasa melalui Enrekang dan Pinrang hingga akhirnya bermuara di Selat Makassar.

2.      Demografi Kabupaten Pinrang
Jumlah penduduk pada tahun 2007 sebesar 335.270 jiwa yang terdiri atas 160.647 jiwa laki-laki dan 174.623 jiwa perempuan dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 171 jiwa/km.
Sedangkan Berdasarkan Data Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2010, penduduk kabupaten Pinrang berjumlah 350.928 jiwa dengan komposisi laki-laki 170.133 jiwa da perempuan 180.795 jiwa dengan sex ratio 94% tingkat kepadatan penduduk mencapai 172 jiwa/km.
Dilihat dari komposisi kelompok umur, penduduk kabupaten Pinrang terdiri dari 37,46 % usia anak-anak (0-14 tahun), usia remaja (15-19 tahun), 28,51 % usia muda (20-39 tahun), dan 23,89 % usia tua dan lansia (40 tahun atau lebih).


Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Pinrang

Tahun
2011
2010
2009
2008





Jumlah Pria (jiwa)
172.047
171.272
172.607
167.930
Jumlah Wanita (jiwa)
182.605
182.095
178.435
179.058
354.652
353.367
351.042
346.988
-
-
1
-
-
-
179
-
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pinrang Data

3.    KEADAAN EKONOMI
Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi yang diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan ekonomi makro, biasanya dilihat dari pertumbuhan angka Produk Domestik Regional Bruto, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.
Perkembangan ekonomi suatu daerah tergantung pada potensi
sumber daya alam dan kemampuan sumber daya manusia untuk mengolah
dan memanfaatkan potensi tersebut.
Berbagai langkah dan kebijakannmjn pembangunan ekonomi yang ditempuh oleh pemerintah dengan dukungan segenap lapisan masyarakat telah berhasil, meskipun beberapa tantangan harus dilalui.
Hal ini tercermin dari nilai PDRB yang berhasil diciptakan
dari tahun ke tahun terus meningkat. Hasil-hasil pembangunan tersebut
telah kita rasakan bersama. Hal ini perlu terus ditingkatkan untuk
kemajuan perekonomian daerah.


Berkat kerja keras pihak dari instansi terkait beberapa keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan indikator secara nasional yaitu antara lain :
1.      Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pinrang tahun 2010, ditargetkan dalam RPJMD sebesar 70,0% dan telah dicapai sebesar 73,23% yang meliputi aspek pendidikan.
2.      Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2010 atas dasar harga berlaku dicapai sebesar Rp 5,3 Triliun atau 5.290.79 milyar bila dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp 4,4 Triliun atau meningkat 19,72%.
3.      Income perkapita atas dasar harga berlaku tahun 2010 dicapai sebesar Rp 15.066.554 meningkat bila dibandingkan tahun 2009 yaitu Rp 12.798.916 atau peningkatan 17,64%.
4.      Pertumbuhan ekonomi Kabupaten pinrang pada tahun 2010 dicapaisebesar ± 6,85% (Angka sementara).
5.      Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi (LAKIP) untuk Kabupaten Pinrang tahun 2010 diacapai dengan kategori baik.
6.      Angka kemiskinan dapat diturunkan 1.603 jiwa atau 2,20% dari 72,856jiwa tahun 2009 menjadi71.253 jiwa tahun2010atau melampaui target yang tercantum dalam RPJMD 2009-2014.
7.      APBD tahun 2010 sebesar Rp 616.114.258.956 atau meningkat sebesar 24,06% dibandingkan tahun 2009 yaitu Rp 496.634.363.602,21.
8.      Produksi padi pada tahun 2010 sebanyak 512.313,58 ton, meningkat 1,05% dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp 506.970 ton.
9.      Produksi jagung tahun 2010 sebanyak 81,82% bila dibandingkan pada tahun 2009 yaitu 4.868 ton.
10.  Produksi ternak khususnya ternak sapi pada tahun2010 sebanyak 40.376 ekor dan tahun 2009 sebanyak 40.051 ekor atau meningkat 0,81%.
11.  Produksi udang tahun 2010 sebesar 2.623,9 juta ton, meningkat bila dibandingkan tahun 2009 yaitu sebesar 2.561.12 juta ton atau 2,45%.
12.  Produksi kakap tahun2010 sebesar 13.861,2 ton meningkat bila dibandingkan tahun 2009 yaitu sebesar 10.599 ton atau 30,78%.
Berdasarkan pencapaian diatas maka keadaan ekonomi Kabupaten Pinrang sudah dapat dikategorikan “Baik”.

4.    TINGKAT PENDIDIKAN
Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan menyerap dan menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, pada umumnya mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih luas sehingga lebih mudah menyerap dan menerima informasi, serta dapat ikut berperan serta aktif dalam mengatasi masalah kesehatan dirinya dan keluarganya.
Upaya Pemerintah kabupaten Pinrang dalam mewujudkan peningkatan mutu pendidikan didaerah ini tidak main main. Sebab, Salah satu indikator paling penting guna peningkatan mutu pendidikan di Kabupaten Pinrang  yakni penganggaran untuk membantu proses peningkatan kualitas terutama disektor pendidikan. Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan keterlibatan semua unsur dan elemen masyarakat yang ada.
Untuk tahun ini pemerintah mengalokasikan anggaran Dana BOS  (Bantuan Operasional  Pendidikan) yang cukup besar ke Kabupaten Pinrang, Sulsel, yakni mencapai 46 Miliar lebih atau meningkat Rp.4 Miliar dibanding tahun lalu.
Besarnya alokasi anggaran yang digelontorkan Pemerintah Pusat dan Daerah disektor pendidikan membuktikan keseriusan dan besarnya perhatian pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan didaerah ini.
Semua pihak yang bergelut didunia pendidikan seyokyanya melakukan langkah efektif dan efisien serta mengadepankan transparansi dalam mengelolah anggaran tersebut, sekaligus memberi manfaat yang cukup besar dalam meningkatkan mutu pendidikan di daerah ini.
Anggaran BOS yang digunakan untuk menunjang  pelaksanaan pendidikan didaerah ini jumlahnya sangat besar. Data di Dikpora Pinrang menyebutkan, sekolah dasar negeri sebesar  Rp.19,5 Miliar, SD swasta sebesar Rp.270 juta. Sementara untuk Sekolah Menengah Pertama yang berstatus Negeri  sebesar Rp. 9,5 Miliar dan Swasta sebesar Rp.341 juta.Dana tersebut dialokasikan kepada siswa SD negeri yang berjumlah 4008 siswa sedangkan SD Swasta 682 sisiwa, dengan kisaran persisiwa sebesar 397 ribu untuk SD, dan untuk SMP sebesar 570 ribu persiswa pertahunnya.
SD Negeri yang ada di daerah ini (Pinrang), sebanyak 317 yang berstatus negeri  dengan jumlah siswa sebanyak 4008 sisiwa. Sedangka SD Swasta sebanyak 7 sekolah dengan jumlah siswa sebanyak 682 siswa. Untuk Sekolah Menengah Pertama Negeri sebanyak 51 sekolah, jumlah ini sudah termasuk sekolah terbuka dan sekolah satu atap. Dengan jumlah siswa sebanyak 16.986 siswa. Sedangkan SMP Swasta sebanyak 7 sekolah dengan jumlah siswa 745 siswa. Sementara dana pendidikan Gratis sebesar Rp.9,2 Miliar dan dana sertifikasi sebesar Rp.32,6 Miliar.

5.    KEADAAN LINGKUNGAN
Kondisi Topografi wilayah pada umumnya berbukit-bukit dengan ketinggian 100 – 2000 meter di atas permukaan laut. Iklim di Kabupaten ini adalah tropis dengan suhu udara rata-rata mencapai 28°C dengan curah hujan rata-rata mencapai 174,93 mm/bln.
Kabupaten Pinrang memiliki garis pantai sepanjang 93 Km sehingga terdapat areal pertambakan sepanjang pantai, pada dataran rendah didominasi oleh areal persawahan, bahkan sampai perbukitan dan pegunungan.
Kondisi ini mendukung Kabupaten Pinrang sebagai daerah Potensial untuk sektor pertanian dan memungkinkan berbagai komoditi pertanian (Tanaman Pangan, perikanan, perkebuanan dan Peternakan) untuk dikembangkan. Ketinggian wilayah 0 – 500 m diatas permukaan laut ( 60, 41%), ketinggian 500 – 1000 m diatas permukaan laut ( 19,69% ) dan ketinggian 1000 m diatas permukaaan (9,90%).
Kabupaten Pinrang dipengaruhi oleh 2 musim pada satu periode yang sama, untuk wilayah kecamatan Suppa dan Lembang di pengaruhi oleh musim Sektor barat dan lebih dikenal dengan sektor peralihan dan 10 kecamatan lainnya termasuk sektor timur. Dimana puncak hujan jatuh pada Bulan April dan Oktober. Berdasarkan data curah hujan termasuk tipe iklim A dan B (Daerah basah) suhu rata-rata normal 270C dengan kelembaban uadara kurang lebih 80% sampai 85%.
Kabupaten Pinrang mempunyai berbagai jenis tanah,diantaranya tanah aluvial gromosol, regesal brown forest dan podsolik. Jenis tanah yang menempati ruang terbesar di Kabupaten Pinrang menyusul tanah Regosol dan tanah Gromosol.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.    PENGERTIAN DAN DEFENISI KASUS
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menularyang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk AedesAegypti. Penyakit DBD dapat menyerang semua umur/orang. Sampai saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekadeterakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderitapenyakit DBD pada orang.

B.     PENYEBAB DAN PENULARAN PENYAKIT DBD
Penyebab penyakit ini adalah virus dengue yang sampai sekarang dikenal ada 4 tipe (tipe 1, 2, 3dan 4), termasuk dalam group B Anthropod Borne Virus (Arbovirus), keempat virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue tipe-3 merupakan serotype virus yang dominant yang menyebabkan kasus yang berat. Masa inkubasi penyakit demam berdarah dengue diperkirakan ≤ 7hari.
Penularan penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes Albopictus yang hidup di kebun. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempatdengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Orang yang kemasukan virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit demam dengue atau demam yang

ringan dengan tanda/gejala ya
ng tidak spesipik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali (Asimtomatis). Penderita demam dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari tanpa pengobatan. Tetapi apabila orang sebelumnya sudah pernah kemasukan virus dengue, kemudian kemasukan virus dengue dengan virus tipe lain maka orang tersebut dapat terserang penyakit demam berdarah dengue (Teori Infeksi Sekunder).

C.    PATOFISIOLOGI
Patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit ialah:
1.      Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
2.      Menurunnya volume plasma darah
3.      Terjadinya hipotensi
4.      Trombositopeni
5.      Diatesis hemoragik

P cvȌenyelidikan autopsi 100 penderita penyakit DBD yang meninggal membuktikan terdapat kerusakan umum sistem vaskuler akibat peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap protein plasma dan efusi pada ruang serosa, di daerah peritoneal, pleural dan perikardia.

Pada kasus berat pengurangan volume dapat mencapai 30% atau lebih. Menghilangnya plasma melalui endotelium ditandai oleh pengkatan nilai hematokrit mengakibatkan keadaan hipovolemik dan menimbulkan renjatan. Renjatan yang ditanggulangi secara tidak adekuat menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Kerusakan dinding pembuluh darah bersifat sementara oleh karena itu dengan pemberian cairan yang cukup, renjatan dapat diatasi dengan cepat dan efusi pleura setelah beberapa hari akan menghilang.

Sebab lain kematian DBD ialah perdarahan hebat pada saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi.

Patogenesa perdarahan pada penyakit DBD telah diselidiki secara intensif yaitu disebabkan trombositopeni hebat dan gangguan fungsi trombosit di samping difisiensi ringan atau sedang dari faktor I, II, V, VII, IX dan X dan faktor kapiler. Penyelidikan mendalam mengenai jumlah trombosit Fibrina Degration Produc (FDP), morfologi eritrosit dan penyelidikan post mortem membuktikan bahwa DIC mempunyai peranan dalam terjadinya perdarahan penyakit DBD, tetapi bukan penyebab utama.

Pada otopsi ditemukan perdarahan di lambung, usus halus, subendokard, kulit, subkapsular hepar, paru, dan jaringan lunak. Di samping itu didapatkan peningkatan daya fatogenesis dan proliferasi sistem retikuloendotelial. Kelainan hepar secara patologi anatomi sesuai dengan kelainan dari yellow Feber.

Penyelidikan terakhir membuktikan bahwa kompleks dan aktipasi sitem komplemen memegang peranan penying dalam patogenesa penyakit DBD/DSS. Kompleks imun telah ditemukan pada penderita antara hari ke-5 dan ke-7 sakit, saat terserang renjatan terjadi. Produksi aktifitas komplemen yaitu C3a dan C5a yang mempunyai sifat anafilatoksin dianggap sebagai penyebab kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah.

D.    ETIOLOGI
DBD disebabkan oleh Gigitan nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue (sejenis arbovirus).

Ciri – ciri nyamuk penyebar penyakit yaitu :
  1. Warna hitam dan bercak putih pada badan dan kaki
  2. Hidup dan berkembang biak didalam rumah dan sekitarnya ( bak mandi, tempayan, drum, kaleng, ban bekas, pot tanaman air dll.
  3. Hinggap pada pakaian yang bergantung, kelambu dan ditempat yang gelap dan lembab
  4. Menggigit disiang hari
  5. Kemamapuan terbang kira – kira 100 meter

E.     EPIDEMILOGI PENYAKIT DBD
1.      Distribusi
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968,  akan tetapi konfirmasi baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah sehingga sampoai tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia kecuali Timor – Timur telah terjadi penyakit sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukan kecendrungan meningkat baik dalam jumlah maupun dan luas wilayah yang terjangkit dan selalu terjadi KLB setiap tahun.

Setiap tahun, diperkirakan sekitar 100 juta kasus demam berdarah terjadi di seluruh dunia. Sebagian besar berada di daerah tropis di dunia, dengan risiko terbesar terjadi di :
1.      Benua India
2.      Asia Tenggara
3.      Cina Selatan
4.      Taiwan
5.      Kepulauan pasifik
6.      Karibia ( kecuali Kuba dan Kepulauan Cayman
7.      Meksiko
8.      Afrika
9.      Amerika Tengah dan Selatan ( Kecuali Chili, Paraguay, dan Argentina )
10.  Frekuensi



Di Indonesia KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incident Rite ( IR ) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, tahun – tahun berikutnya IR cenderungmeningkat yaitu :
·         Tahun 1996 : jumlah kasus 45.548 orang , dengan jumlah kematian sebanyak 1.234 orang.
·         Tahun 1998 : jumlahj kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang ( terjadi ledakan ).
·         Tahun 1999 : jumlah kasus 21.134 orang.
·         Tahun 2000 : jumlah kasus 33.443 orang.
·         Tahun 2001 : jumlah kasus 45.904 orang.
·         Tahun 2002 : jum;lah kasus 40.377 orang.
·         Tahun 2003 : jumlah kasus 50.131 orang.
·         Tahun 2004 : sampai tanggal 5 maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26.015 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang.
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana tranformasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat, terhadap[ pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk  hamper diseluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.
Kebanyakan juga kasus di Amerika Serikat terjadi pada orang yang terjangkit infeksi saat bepergian ke luar negeri. Tapi risiko ini meningkat bagi orang-orang yang hidup di sepanjang perbatasan Texas-Meksiko dan di bagian lain dari Amerika Serikat bagian selatan. Pada tahun 2009, wabah demam berdarah diidentifikasi di Key West, Florida.


2.      Faktor Determinan
a.       Host ( manusia )
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang senantiasa ada sepanjang tahun di negeri kita, oleh karena itu disebut penyakit endemis. Penyakit ini menunjukkan peningkatan jumlah orang yang terserang setiap 4-5 tahun. Kelompok umur yang sering terkena adalah anak-anak umur 4-10 tahun, walaupun dapat pula mengenai bayi dibawah umur 1 tahun. Akhir-akhir ini banyak juga mengenai orang dewasa muda umur 18-25 tahun. Laki-laki dan perempuan sama-sama dapat terkena tanpa terkecuali.
Cara hidup nyamuk terutama nyamuk betina yang menggigit pada pagi dan siang hari, kiranya menjadi sebab mengapa anak balita mudah terserang demam berdarah. Nyamuk Aedes yang menyenangi tempat teduh, terlindung matahari, dan berbau manusia, oleh karena itu balita yang masih membutuhkan tidur pagi dan siang hari seringkali menjadi sasaran gigitan nyamuk. Sarang nyamuk selain di dalam rumah, juga banyak dijumpai di sekolah, apalagi bila keadaan kelas gelap dan lembab. Sasaran berikutnya adalah anak sekolah yang pada pagi dan siang hari berada di sekolah. Disamping nyamuk Aedes aegypti yang senang hidup di dalam rumah, juga terdapat nyamuk Aedes albopictus yang dapat menularkan penyakit demam berdarah dengue. Nyamuk Aedes albopictus hidup di luar rumah, di kebun yang rindang, sehingga anak usia sekolah dapat juga terkena gigitan oleh nyamuk kebun tersebut di siang hari tatkala sedang bermain. Faktor daya tahan anak yang belum sempurna seperti halnya orang dewasa, agaknya juga merupakan faktor mengapa anak lebih banyak terkena penyakit demam berdarah dengue dibandingkan orang dewasa.
Di perkotaan, nyamuk sangat mudah terbang dari satu rumah ke rumah lainnya dari rumah ke kantor, atau tempat umum seperti tempat ibadah, dan lain-lain. Oleh karena itu, orang dewasa pun menjadi sasaran berikutnya setelah anak-anak. Terutama dewasa muda (18-25 tahun) sesuai dengan kegiatan kelompok ini pada siang hari di luar rumah. Walaupun demikian, pada umumnya penyakit demam berdarah dengue dewasa lebih ringan daripada anak.
b.      Agent ( penyakit )
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ), bahasa medisnya disebut Dengue Hemmorhagic Fever ( DHF ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabakan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada system pembekuan darah, sehingga menyebabkan perdarahan – perdarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
c.       Environment ( Lingkungan )
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) berkembangbiak dengan baik di daerah tropis pada lingkungan yang bisa dijadikan sebagai tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti seperti bak air  yang tidak tertutup, barang – barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng, wadah – wadah alat rumah tangga yang tidak tepakai lagi, ban bekas, dll. Oleh karena itu langkah – langkah yang dapat dilakukan yaitu  “3M” :
1.      Menguras bak mandi atau tempat penyimpanan air bersih sekurang – kurangnya sekali seminggu.
2.      Menutup rapat bak mandi atau tempat penyimpanan air bersih.
3.      Mengubur barang – barang bekas yang dapat menampung air hujan.


F.     DIAGNOSIS PENYAKIT DBD
Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan:
1.      Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
2.      Tanda perdarahan dan/atau
3.      Pembesaran hati
4.      Thrombositopeni (150.000/mm3 atau kurang)
5.      Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya hematokrit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit selama dalam perawatan.
Dengan patokan ini, 87% penderita yang tersangka penyakit DBD ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan dengan pemeriksaan serologi).

G.    PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu: 
1.      Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modofikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. 

PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan: 
a.       Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air sekurang- kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari. 
b.      Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.
c.       Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu sekali. 
d.      Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti sampah keleng, botol pecah, dan ember plastik. 
e.       Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dangan menggunakan tanah. 
f.       Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.

2.      Biologis 
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14.

3.      Kimiawi 
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan: 
a.       Pengasapan/fogging dengan menggunakanmal athion danf enthion yang berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.
b.      Memberikan bubuk abate (temephos) atau larpasida pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan dengan melakukan tindakanplus seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat. 


BAB IV
PEDOMAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DBD
A.    SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DBD
Dalam Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu : 
1.      Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak / instansi terkait secara sistematis dan terus menerus tentang situasi DBD di daerah endemik atau non endemik dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.

2.      Penegakan diagnosis DBD
a)      Diagnosis klinis DBD adalah penderita dengan gejala demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 – 7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang – kurangnya uji tourniquet positif). Trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/μl), dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20 %)
b)      Diagnosis Laboratoris adalah hasil pemeriksaan serologis pada tersangka DBD menunjukan hasil positif pada pemeriksaan HI test atau peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test.

3.      Tersangka DBD adalah penderita demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 – 7 hari disertai tanda – tanda perdarahan sekurang – kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif dan atau jumlah trombosit ≤ 100.000 / μl.
4.      Laporan kewaspadaan dini DBD (KD/RS DBD) adalah laporan segera (paling lambat dikirimkan dalam 24 jam setelah penegakkan diagnosis) tentang adanya penderita (DD, DBD dan SSD) termasuk tersangka DBD agar segera dapat dilakukan tindakan atau langkah – langkah penanggulangan seperlunya.

5.      Laporan tersangka DBD dimaksudkan hanya untuk kegiatan proaktif surveilans dan peningkatan kewaspadaan, tetapi bukan sebagai laporan kasus atau penderita DBD.


6.      Unit pelayanan kesehatan adalah rumah sakit (RS), Puskesmas, Puskesmas Pembantu, balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek bersama, dokter praktek swasta, dan lain – lain.

7.      Puskesmas setempat ialah puskesmas dengan wilayah kerja di tempat dimana penderita DBD berdomisili.

§  Alur Pelaporan Penyakit Demam Berdarah Dengue
a.      Pelaporan Rutin
1)      Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)
2)       Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota
3)      Pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten / kota ke dinas kesehatan provinsi
4)      Pelaporan dari dinas kesehatan provinsi ke Ditjen PP & PL.9


Bagan Alur Pelaporan Demam Berdarah Dengue


a.       Umpan balik pelaporan
Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan kualitas dan memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan ketepatan waktu pelaporan serta analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan balik oleh masing – masing tingkat administrasi dilaksanakan setiap tiga bulan, minimal dua kali dalam setahun.

Sistem surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di Puskesmas meliputi kegiatan pencatatan, pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan mingguan, laporan mingguan wabah, laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa / kelurahan rawan, mengetahui distribusi kasus DBD / kasus tersangka DBD per RW / dusun, menentukan musim penularan dan mengetahui kecenderungan penyakit.9



b.      Tujuan
      Tujuan dari surveilans epidemiologi penyakit DBD di daerah non endemik adalah Tersedianya data dan informasi epidemiologi penyakit DBD sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan, dimana surveilans epidemiologi di daerah non endemik menjadi tindakan penanggulangan secara efektif dan efesien untuk mengurangi peningkatan dan penularan penyakit DBD.9
c.       Sasaran
Sasaran surveilans epidemiologi penyakit DBD adalah Sebagai berikut :
1.      Individu 
Pengamatan dilakukan pada individu yang terinfeksi dan mempunyai potensi untuk menularkan penyakit DBD sampai individu tersebut tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya.

2.      Populasi lokal
Populasi lokal ialah kelompok penduduk yang terbatas pada orang-orang dengan risiko terkena suatu penyakit (population at risk). Pengamatan dilakukan pada individu yang kontak dengan penderita DBD, pada pejamu yang rentan (misalnya bayi), dan terhadap kelompok individu yang mempunyai peluang untuk kontak dengan penderita (misalnya tenaga medis).

3.      Populasi nasional
Populasi nasional ialah pengamatan yang dilakukan terhadap semua penduduk secara nasional. Hal ini dilakukan setelah program pemberantasan dilaksanakan.



4.      Populasi internasional
Kegiatan ini berupa pengamatan terhadap penyakit yang dilakukan oleh berbagai negara secara bersama-sama, yang ditujukan untuk penyakit-penyakit yang mudah menimbulkan epidemi atau pandemi.
Tujuan dilaksanakannya pengamatan ini adalah untuk saling memberi informasi tentang epidemi yang timbul di suatu negara agar negara lain yang tidak terkena dapat melakukan upaya pencegahan.

d.      Langkah-langkah
Langkah-langkah surveilans epidemiologi penyakit demam berdarah dengue (DBD) di daerah non endemik terdiri dari dua yaitu :
1.      Identifikasi dini kasus
Deteksi dini kasus DBD yakni deteksi virus (antigen) secara dini dengan metode antigen capture (NS1 atau nonstructural protein 1) untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Deteksi virus bisa dilakukan sehari sebelum penderita menderita demam, hingga virus hilang pada hari ke 9. Setelah diketahui ada nya virus: penderita diberi antiviral yang efektif membunuh virus DBD.
Identifikasi dini dilakukan oleh petugas surveilans atau kader dengan mencari kasus DBD secara pro aktif disekitar penderita pertama yang diketahui alamatnya, atau menggunakan petugas yang siaga, dengan mendirikan Pos-pos DBD disetiap RW, atau Kelurahan.
Setiap kelurahan atau Puskesmas dilengkapi alat antigen capture NS1 yang Rapid (yang hanya hitungan 20 menit sudah diketahui, dengan ketepatan harus diatas 95%). Deteksi dini kasus pertama harus di lakukan sedini mungkin.

Model ini terdiri dari unit pelayanan garis depan (front liners). Mereka adalah Puskesmas dan atau dokter praktek umum/klinik yang berpartisipasi yang diharapkan merupakan unit pelayanan yang dimintai pertolongan pengobatan akan mencatat alamat penderita positif DBD. Penderita yang berobat akan dicatat alamatnya, lalu dilaporkan ke Puskesmas, yang kemudian hendaknya dilakukan Penyelidikan Epidemiologi oleh petugas survailans yang ditunjuk dan segera menyisir sekitar rumah menanyakan secara proaktif apakah ada yang menderita demam tambahan atau tidak (ada tidak penderita tambahan). Diagnostik dilakukan dengan antigen captured yang Rapid (test). Bagi yang memberikan gambaran positif akan langsung diberi pengobatan dengan antiviral DBD. Setiap penderita akan memerlukan dukungan laboratorium untuk memeriksa tanda awal seperti, hematokrit, trombosit, leucocyte dan gejala klinik lain. Oleh sebab itu dianjurkan ada Puskesmas rujukan laboratorium atau kepesertaan Laboratorium Klinik dalam wilayah bersangkutan.

2.      Perhitungan besarnya masalah
Hingga saat ini, perluasan wilayah yang melaporkan kasus DBD terus meningkat di Indonesia. Tahun 2006 hanya 200 kabupaten/ kota saja yang melaporkan terjadi sebaran endemis DBD dan selebihnya dalam daerah non endemis, sedangkan tahun 2007 menjadi 350 kabupaten/kota dan pada 2010 mencapai 464 kabupaten/kota.
Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.
   Tabel 1.0 Jumlah dan Persebaran Kasus DBD Tahun 1968 – 2009
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut.13

Gambar 1. Angka Insiden DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia
Tahun 1968 – 2009
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Berdasarkan situasi di atas, terjadi tren yang terus meningkat dari tahun 1968 sampai tahun 2009.13



Gambar 2. Persentase Kasus DBD Berdasarkan Kelompok Umur
Tahun 1993 - 2009
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi pergeseran. Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umurterbesar kasus DBD adalah kelompok umur <15 tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung padakelompok umur >=15 tahun.13


BAB V
PEMBAHASAN
A.    DESKRIPSI KASUS DBD DI KABUPATEN PINRANG
Berdasarkan laporan dinas kesehatan kabupaten pinrang pada bulan januari-maret telah tercatat 133 orang penderita DBD, dan satu diantaranya meninggal dunia.
Tabel 1. Distribusi penyakit DBD di kab.pinrang berdasarkan umur dan bulan

NO

Umur

Jumlah (orang)
Januari
Februari
Maret
1
0-9
34
19
14
2
10-19
16
12
16
3
20-29
1
7
7
4
30-39
0
1
2
5
40-49
1
0
1
6
50>
1
1
0
7
Total
53
40
40

Di lihat dari tabel tersebut diatas di peroleh informasi bahwa pada bulan januari penderita DBD paling banyak pada interval umur 0-9 tahun, dan pada bulan februari penderita DBD paling banyak pada interval umur 0-9 tahun juga sedangkan pada bulan Februari penderita paling banyak adalah pada interval umur 10-19 tahun. Ditinjau dari banyaknya penderita pada tabel tersebut diatas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa penderita DBD paling banyak adalah pada bulan januari yakni sebanyak 53 orang penderita.


Tabel 2. Distribusi penyakit DBD berdasarkan jenis kelamin di kab. Pinrang.
No
Jenis kelamin
Jumlah
1
Laki-laki
69
2
Perempuan
64
3
Total
133

Jika ditinjau dari tabel tersebut diatas maka diperoleh informasi bahwa distribusi penyakit DBD bedasarkan jenis kelamin paling banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki, berdasarkan survei, hal ini terjadi karena laki-laki lebih banyak beraktivitas di luar rumah dan diketahui secara geografis di daerah kab. Pinrang tercatat sebagai daerah pertanian.
Tabel 3. Distribusi penyakit KLB DBD di Duampanua Kab.Pinrang berdasakan umur
NO
UMUR
JUMLAH
1
0-9
15
2
10-19
6
3
20-29
2
4
30-39
-
5
40-49
-
6
50>
1
7
Total
24

Berdasarkan hasil data yang diperoleh kasus KLB DBD yang terjadi di Kab. Pinrang terdapat pada daerah Duampanua, karena telah tercatat 1 korban jiwa akibat penyakit DBD. Total jumlah penderita yang terdapat di daerah ini adalah sebanyak 24 orang 1 diantaranya dinyatakan meninggal dunia.

Tabel 4. Distribusi penyakit berdasarkan tempat di kab. Pinrang
No
Tempat (daerah)
Jumlah
1
Kec. Suppa
16
2
Kec.Paleteang
22
3
Kec.Mattiro bulu
4
4
Kec.Watang sawitto
23
5
Kec. Lanrisang
8
6
Kec.Duampanua
24
7
Kec. Cempa
3
8
Kec. Patampanua
17
9
Kel. Maccora walie
4
10
Kel. mattiro deceng
4
11
Kel. marawi
2
12
Kel. laleng bata
2
13
Kel. tiroang
2
14
Kaballangan
1
15
Lain-lain
1

Total
133

Berdasarkan hasil data dari distribusi penyakit berdasarkan tempat di Kab. Pinrang diperoleh hasil yang banyak  menderita DBD terdapat di Kecamatan Duampanua sebanyak 24 orang.





B.     PROGRAM  PEMBERANTASAN  PENYAKIT  DBD  DI KABUPATEN PINRANG
Setelah kasus KLB DBD diketahui di daerah duampanua dan dareah yang diketahui terdapat kasus DBD, pemerintah dinas kesehatan kabupaten  melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Penelitian epidemiologi yang dilakukan oleh petugas surveilans epidemiologi
2.      Laporan ke dinas kesehatan kabupaten pinrang,
3.      Bakti sosial yang dilakukan petugas lapangan bekerja sama dengan masyarakat setempat
4.      Melakukan fogging dan larpasidasi pada daerah yang terdapat kasus DBD khususnya pada daerah duampanua.
5.      Penyluhan pada masyarakat tentang penyakit DBD.











BAB VI
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan setelah kasus KLB DBD diketahui di daerah duampanua dan dareah yang diketahui terdapat kasus DBD, pemerintah dinas kesehatan kabupaten  melakukan langkah-langkah dalam program penanggulangan dan pemberantasan kasus penyakit KLB DBD sebagai berikut :
1)      Penelitian epidemiologi yang dilakukan oleh petugas surveilans epidemiologi,
2)      Laporan ke dinas kesehatan kabupaten pinrang,
3)      Bakti sosial yang dilakukan petugas lapangan bekerja sama dengan masyarakat setempat
4)      Melakukan fogging dan larpasidasi pada daerah yang terdapat kasus DBD khususnya pada daerah duampanua.
5)      Penyluhan pada masyarakat tentang penyakit DBD.

DAFTAR PUSTAKA

1.            Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang,tahun 2013.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar