TUGAS INDIVIDU
EPIDEMILOGI KESEHATAN DARURAT
JUDUL :
“LETUSAN GUNUNG KRAKATAU DI SELAT SUNDA”
DISUSUN OLEH:
VI.
EPIDEMIOLOGI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatnya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis
berharap makalah ini dapat berguna dan dipergunakan bagi pembaca sekalian
sehingga makalah ini bisa bermanfaat dan terus bermanfaat bagi semuanya.amin
Namun
penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak begitu pun dengan makalah
ini masih penuh dengan kekurangan, maka penulis mohon maaf bila dalam penulisan
makalah ini ada hal yang mungkin menyinggung pembaca.
Akhir
kata wassalamu alaikum wr.wb.
Parepare,
Mei 2013
Julhawia
DAFTAR
ISI
SAMPUL…………………………………………………………………….. 1
KATA PENGANTAR .................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................. 3
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 4
A. Latar
Belakang ............................................................................................ 4
B. Analisis
Situasi .................................................................................... ....... 6
C. Ruang
Lingkup .................................................................................... ....... 6
D. Tujuan
-
Tujuan Khusus ............................................................................... ....... 7
-
Tujuan Umum ................................................................................ ....... 8
E. Sasaran
................................................................................................. ....... 8
F. Definisi
Operasional ............................................................................ ....... 8
BAB II KEBIJAKAN ................................................................................... ..... 14
BAB III PENANGANAN MASALAH ....................................................... ..... 15
BAB IV PENGORGANISASIAN ............................................................... ..... 18
BAB V STANDAR MINIMAL ................................................................... ..... 21
BAB VI PENUTUP
A. KESIMPULAN
.................................................................................. ..... 27
B. SARAN
............................................................................................... ..... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 28
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Krakatau adalah kepulauan vulkanik
yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama
ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau)
yang sirna karena letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Letusan itu sangat dahsyat; awan
panas dan wave yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai
sebelum tanggal 26 Desember 2004, wave ini adalah yang terdahsyat di kawasan
Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, state dan
Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan
mencapai 30.000 kali bom corpuscle yang diledakkan di Hiroshima dan metropolis
di akhir Perang Dunia II.
Letusan Krakatoa menyebabkan
perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu
vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun
berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York. Ledakan Krakatoa ini seben arnya
masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di
Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun
gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat
sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatoa meletus, populasi manusia
sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah
ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.
Tercatat bahwa letusan Gunung
Krakatoa adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah
laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang
geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai
letusan tersebut.
Gunung
Krakatau adalah gunung api di Selat
Sunda
yang menyebabkan bencana besar.
Pada
tanggal 26 Agustus 1883, Gunung
Krakatau
meletus sehingga menewaskan
ribuan
penduduk Hindia-Belanda. Suara
letusannya
terdengar hingga di negara
Australia
dan disebut sebagai suara yang
sangat
berisik karena terus terjadi selama
kurun
waktu 40 jam.(sumber:
Film Dokumentasi Krakatoa The Last Day (produksi BBC)).
Dampak yang
ditimbulkan bukan hanya tsunami saja, abu letusan
Gunung Krakatau menyelimuti
atmosfer
menyebabkan berkurangnya
intensitas
sinar dan cahaya matahari yang
jatuh
ke permukaan bumi. Kondisi ini
bertahan
hingga hampir satu tahun lamanya.
Efek
jangka panjangnya adalah matahari
terlihat
redup selama setahun serta turunnya
suhu
udara secara global hingga abad ke-20. Menurut teori dari para ahli
vulkanologi, erupsi
besar ini akan terulang kembali dalam periode lebih dari 100 tahun.
Berdasarkan letusannya tersebut. Gunung Krakatau
dimasukkan ke dalam tipe Pelee(Pelean Type) dengan cirri-ciri erupsi berupa
eksplosif dengan daya letusan yang sangat besar karena konsentrat magma
kental,tekanan gas tinggi, dan dapur magma yang dalam. Ciri khas erupsi tipe
Pelee adalah pembentukan awan pijar (miee
ardene).
Dalam
Data Dasar Gunung Api di Indonesia hasil rangkuman dari Departemen
Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, dan Direktorat
Vulkanologi, Krakatau saat itu melepaskan energi satu juta lebih besar dari
pada bom hidrogen. Dahsyatnya kekuatan ini menimbulkan tsunami yang diperkirakan
mencapai lebih dari 36 meter dan menyebabkan kematian bagi puluhan ribu
manusia.
Di dalam daftar Volcanic Explosivity Index
(VEI),letusan Gunung Krakatau berada di skala 6 dan 8 yang berarti letusannya
tergolong dahsyat dengan materi vulkanik yang terlempar lebih dari 10 km2.
Menurut erupsi ini akan terulang kembali dalam peride lebih dari 100 tahun.
B. Analisis Situasi
129 tahun lalu, tepatnya pada 27 Agustus 1883, Gunung Krakatau meletus.
Besarnya kekuatan daya ledak membuat suara letusan Krakatau terdengar hingga
radius hampir 5.000 kilometer. Gunung
yang terletak di antara Pulau Sumatra dan Jawa ini memuntahkan 13 kubik mil isi
perut bumi. Sepertiga bagian jatuh di sekitarnya, lainnya dalam radius 32
kilometer. Sisanya sebanyak empat kubik mil mengelilingi Bumi di lapisan
atmosfer sampai beberapa tahun berikutnya. Menyebabkan perubahan cuaca di
beberapa tempat di dunia.
Dalam Data Dasar Gunung Api di Indonesia hasil rangkuman dari
Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, dan
Direktorat Vulkanologi, Krakatau saat itu melepaskan energi satu juta lebih
besar dari pada bom hidrogen. Dahsyatnya
kekuatan ini menimbulkan tsunami yang diperkirakan mencapai lebih dari 36 meter
dan menyebabkan kematian bagi puluhan ribu manusia.
Ledakan awal di 26 Agustus sore meluluhkan dua pertiga bagian utara dari
pulau. Menghasilkan serangkaian aliran piroklastika dan tsunami. Empat ledakan
susulan terjadi lagi pada 27 Agustus pukul 05.30 pagi, mencapai puncaknya pada
pukul 10.02. Dentuman yang menyertai
ledakan terdengar hingga ke Singapura dan Australia. Selama itu, batu apung dan
abu halus dihembuskan hingga ketinggian 70-80 kilometer, menutupi daerah seluas
827.000 kilometer persegi. 31.000
dari 36.000 warga yang tewas merupakan korban tsunami ketika sebagian besar
pulau yang didiami Krakatau tenggelam ke Selat Sunda. Sedangkan 4.500 orang
lainnya tewas terpanggang karena aliran piroklastika.
Letusan ini tidak berhenti dalam hitungan hari. Karena hingga periode
September-Oktober di tahun yang sama, terjadi letusan lumpur dalam skala kecil. 44 tahun setelah ledakan ini, Krakatau
mulai membangun diri kembali dengan beberapa letusan antara 29 Desember 1927
dan 5 Februari 1928. Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang
berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak (Serang)
hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga
Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatera
Bagian selatan.
C. Ruang Lingkup
Dalam makalah ini membahas tentang standar minimal, penanganan masalah,
pengorganisasian serta berapa jumlah korban, dan bagaimana kebijakan pemerintah
dalam menangani bencana letusan
gunung di krakatau.
D. Tujuan
-
Tujuan Khusus
Terselenggaranya pelayanan kesehatan
bagi korban akibat bencana letusan
gunung Krakatau sesuai dengan standar minimalnya.
-
Tujuan Umum
i. Terpenuhinya
kebutuhan pangan dan gizi bagi korban bencana letusan gunung Krakatau.
ii. Terpenuhinya
pelayanan kesehatan bagi korban bencana
letusuan gunung Krakatau.
iii. Memberikan informasi untuk mengantisipasi bahaya yang
terjadi pada letusan gunung Krakatau.
E. Sasaran
Petugas kesehatan, organisasi dan
sukarelawan yang terkait dalam penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi
bencana gunung Krakatau.
F. Defenisi Operasional
1. Bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
2. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.
3. Pencegahan
bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko bencana,
baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam
bencana.
4. Kesiapsiagaan
adalah serangkaian yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui
langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.
5. Peringatan
dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera
mungkin kepada masyarakat tentang
kemungkinan
terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
6. Mitigasi
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran
dan
peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
7. Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan
berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini pernah
disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau) yang
sirna karena letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883.
a.
Defenisi
Gunung Krakatau adalah gunung api
di Selat Sunda
yang menyebabkan bencana besar.
Pada
tanggal 26 Agustus 1883, Gunung
Krakatau
meletus sehingga menewaskan
ribuan
penduduk Hindia-Belanda. Suara
letusannya
terdengar hingga di negara
Australia
dan disebut sebagai suara yang
sangat
berisik karena terus terjadi selama
kurun
waktu 40. Abu
letusan Gunung Krakatau menyelimuti
atmosfer
menyebabkan berkurangnya
intensitas
sinar dan cahaya matahari yang
jatuh
ke permukaan bumi. Kondisi ini
bertahan
hingga hampir satu tahun lamanya.
Efek
jangka panjangnya adalah matahari
terlihat
redup selama setahun serta turunnya
suhu
udara secara global hingga abad ke-20. Menurut teori dari para ahli
vulkanologi, erupsi
besar ini akan terulang kembali dalam periode lebih dari 100 tahun.
b. Ciri-ciri
gunung akan meletus
Gunung yang
akan meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain:
·
Suhu di sekitar gunung naik.
·
Mata air menjadi kering
·
Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang
disertai getaran (gempa)
·
Tumbuhan di sekitar gunung layu
·
Binatang di sekitar gunung bermigrasi
c.
Hasil letusan gunung berapi
Berikut adalah hasil dari letusan
gunung berapi, antara lain :
Gas yang dikeluarkan gunung berapi
pada saat meletus. Gas tersebut antara lain Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida (H2S), Sulfur dioksida(S02), dan Nitrogen (NO2) yang dapat membahayakan
manusia.
Lava adalah cairan magma dengan suhu
tinggi yang mengalir dari dalam Bumi ke permukaan melalui kawah.
Lava encer akan mengalir mengikuti aliran sungai sedangkan lava kental akan
membeku dekat dengan sumbernya. Lava yang membeku akan membentuk bermacam-macam
batuan.
Lahar adalah lava yang telah
bercampur dengan batuan, air, dan material lainnya. Lahar sangat berbahaya bagi
penduduk di lereng gunung berapi.
·
Hujan Abu
Yakni material yang sangat halus
yang disemburkan ke udara saat terjadi letusan. Karena sangat halus, abu
letusan dapat terbawa angin dan dirasakan sampai ratusan kilometer jauhnya. Abu
letusan ini bisa menganggu pernapasan.
·
Awan panas
Yakni hasil letusan yang mengalir
bergulung seperti awan. Di dalam gulungan ini terdapat batuan pijar yang panas
dan material vulkanik padat dengan suhu lebih besar dari 600 °C. Awan
panas dapat mengakibatkan luka bakar pada tubuh yang terbuka seperti kepala,
lengan, leher atau kaki dan juga dapat menyebabkan sesak napas.
d.
Bahaya Letusan Gunung Api:
Bahaya Letusan Gunung Api di bagi
menjadi dua berdasarkan waktu kejadiannya, yaitu :
·
Bahaya Utama (Primer)
1. Awan Panas, merupakan campuran
material letusan antara gas dan bebatuan (segala ukuran) terdorong ke bawah akibat
densitas yang tinggi dan merupakan adonan yang jenuh menggulung secara
turbulensi bagaikan gunung awan yang menyusuri lereng. Selain suhunya sangat
tinggi, antara 300 - 700? Celcius, kecepatan lumpurnyapun sangat tinggi, >
70 km/jam (tergantung kemiringan lereng).
- Lontaran Material (pijar),terjadi ketika letusan (magmatik) berlangsung. Jauh lontarannya sangat tergantung dari besarnya energi letusan, bisa mencapai ratusan meter jauhnya. Selain suhunya tinggi (>200?C), ukuran materialnya pun besar dengan diameter > 10 cm sehingga mampu membakar sekaligus melukai, bahkan mematikan mahluk hidup. Lazim juga disebut sebagai "bom vulkanik".
- Hujan Abu lebat, terjadi ketika letusan gunung api sedang berlangsung. Material yang berukuran halus (abu dan pasir halus) yang diterbangkan angin dan jatuh sebagai hujan abu dan arahnya tergantung dari arah angin. Karena ukurannya yang halus, material ini akan sangat berbahaya bagi pernafasan, mata, pencemaran air tanah, pengrusakan tumbuh-tumbuhan dan mengandung unsur-unsur kimia yang bersifat asam sehingga mampu mengakibatkan korosi terhadap seng dan mesin pesawat.
- Lava, merupakan magma yang mencapai permukaan, sifatnya liquid (cairan kental dan bersuhu tinggi, antara 700 - 1200?C. Karena cair, maka lava umumnya mengalir mengikuti lereng dan membakar apa saja yang dilaluinya. Bila lava sudah dingin, maka wujudnya menjadi batu (batuan beku) dan daerah yang dilaluinya akan menjadi ladang batu.
- Gas Racun, muncul tidak selalu didahului oleh letusan gunung api sebab gas ini dapat keluar melalui rongga-rongga ataupun rekahan-rekahan yang terdapat di daerah gunung api. Gas utama yang biasanya muncul adalah CO2, H2S, HCl, SO2, dan CO. Yang kerap menyebabkan kematian adalah gas CO2. Beberapa gunung yang memiliki karakteristik letusan gas beracun adalah Gunung Api Tangkuban Perahu, Gunung Api Dieng, Gunung Ciremai, dan Gunung Api Papandayan.
- Tsunami, umumnya dapat terjadi pada gunung api pulau, dimana saat letusan terjadi material-material akan memberikan energi yang besar untuk mendorong air laut ke arah pantai sehingga terjadi gelombang tsunami. Makin besar volume material letusan makin besar gelombang yang terangkat ke darat. Sebagai contoh kasus adalah letusan Gunung Krakatau tahun 1883.
·
Bahaya Ikutan (Sekunder)
Bahaya ikutan letusan gunung api
adalah bahaya yang terjadi setelah proses peletusan berlangsung. Bila suatu
gunung api meletus akan terjadi penumpukan material dalam berbagai ukuran di
puncak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba, sebagian material
tersebut akan terbawa oleh air hujan dan tercipta adonan lumpur turun ke lembah
sebagai banjir bebatuan, banjir tersebut disebut lahar.
BAB II
KEBIJAKAN
1. Penanggulangan
krisis kesehatan akibat bencana lebih difokuskan kepada upaya sebelum
terjadi bencana.
2. Penyebarluasan
informasi mengenai penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana gunung
api pada masyarakat perlu dilakukan dengan memantapkan sistem
informasi dan jejaring komunikasi.
3. Peta
jalur evakuasi bidang kesehatan pada bencana gunung api menjadi panduan untuk
mengarahkan penduduk rentan ke sarana kesehatan terdekat yang aman dan
merupakan kegiatan lintas program
serta
lintas sektor.
4. Pemerintah
Daerah berperan dalam menentukan kebijakan untuk penyusunan peta jalur
evakuasi khususnya bidang kesehatan.
5. Pengaturan
jalur lintas evakuasi ditentukan untuk menciptakan keteraturan dalam
pelaksanaan evakuasi bidang kesehatan.
6. Peningkatan
kapasitas sumber daya kesehatan dan masyarakat.
7. Monitoring
dan evaluasi
BAB III
PENANGANAN MASALAH
Penanganan
bencana letusan gunung berapi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu persiapan
sebelum terjadi letusan, saat terjadi letusan dan setelah terjadi letusan.
a.
Penanganan sebelum terjadi letusan
- Pemantauan dan pengamatan kegiatan pada semua gunung berapi yang aktif
- Pembuatan dan penyediaan Peta Kawasan Rawan Bencana dan Peta Zona Resiko Bahaya Gunung Berapi yang didukung dengan Peta Geologi gunung berapi
- Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunung berapi
- Melakukan pembimbingan dan pemberian informasi gunung berapi
- Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika dan geokimia di gunung berapi
- Melakukan peningkatan sumberdaya manusia (SDM) dan pendukungnya seperti peningkatan sarana san prasarana
b. Penanganan saat terjadi letusan
- Memebentuk tim gerak cepat
- Meningkatkan pemantauan dan pengamatan dengan didukung oleh penambahan peralatan yang memadai
- Meningkatkan pelaporan tingkat kegiatan alur dan frekuensi pelaporan sesuai dengan kebutuhan
- Memberikan rekomendasi kepada pemerintah setempat sesuai prosedur
c. Penanganan setelah terjadi letusan
- Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan
- Mengidentifikasi daerah yang terancam bencana
- Mmemberikan saran penanggulangan bencana
- Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang
- Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak
- Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun
- Melanjutkan pemantauan secara berkesinambungan.
Langkah
kongkrit dalam kesiapsiagaan terhadap letusan Gunung antara lain adalah :
- Mengenali tanda-tanda bencana, karakter gunung dan ancaman-ancamannya
- Membuat peta ancaman, mengenali daerah ancaman, daerah aman
- Membuat sistem peringatan dini
- Mengembangkan Radio komunitas untuk penyebarluasan informasi status gunung api
- Mencermati dan memahami Peta Kawasan Rawan gunung api yang diterbitkan oleh instansi berwenang
- Membuat perencanaan penanganan bencana Mempersiapkan jalur dan tempat pengungsian yang sudah siap dengan bahan kebutuhan dasar (air, jamban, makanan, pertolongan pertama) jika diperlukan
- Mempersiapkan kebutuhan dasar dan dokumen penting
- Memantau informasi yang diberikan oleh Pos Pengamatan gunung api (dikoordinasi oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Pos pengamatan gunung api biasanya mengkomunikasikan perkembangan status gunung api lewat radio komunikasi
Tindakan
yang dilakukan ketika telah terjadi letusan adalah :
- Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah, aliran sungai kering dan daerah aliran lahar Hindari tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan
- Masuk ruang lindung darurat bila terjadi awan panas
- Siapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnya
- Melindungi mata dari debu, bila ada gunakan pelindung mata seperti kacamata renang atau apapun yang bisa mencegah masuknya debu ke dalam mata Jangan memakai lensa kontak
- Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung
- Saat turunnya abu gunung usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan
Setelah
terjadi letusan maka yang harus dilakukan adalah :
- Jauhi wilayah yang terkena hujan abu
- Bersihkan atap dari timbunan abu karena beratnya bisa merusak atau meruntuhkan atap bangunan
- Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin motor, rem, persneling dan pengapian
BAB IV
PENGORGANISASIAN
A.
Peran dan Fungsi
Instansi Pemerintahan Terkait
Dalam
melaksanakan penanggulangan
becana di daerah akan memerlukan
koordinasi dengan sektor.
Secara
garis besar dapat diuraikan
peran lintas sektor sebagai berikut :
1.
Sektor Pemerintahan,
mengendalikan kegiatan pembinaan
pembangunan
daerah.
2.
Sektor Kesehatan,
merencanakan pelayanan kesehatan dan
medik
termasuk obat-obatan
dan para medis.
3.
Sektor Sosial,
merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar lainnya
untuk para pengungsi
4.
Sektor Pekerjaan Umum,
merencanakan tata ruang daerah,
penyiapan
lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan sarana dan prasarana.
5.
Sektor Perhubungan,
melakukan deteksi dini dan informasi
cuaca/meteorologi
dan merencanakan kebutuhan transportasi dan komunikasi
6.
Sektor Energi dan Sumber
Daya Mineral, merencanakan dan
mengendalikan
upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan bencana akibat ulah
manusia yang terkait dengan bencana
geologi
sebelumnya.
7.
Sektor Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, merencanakan
pengerahan
dan pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.
8.
Sektor Keuangan,
penyiapan anggaran biaya kegiatan
penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada masa pra
bencana
9.
Sektor Kehutanan,
merencanakan dan mengendalikan upaya
mitigatif
khususnya kebakaran hutan/lahan.
10. Sektor
Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya yang bersifat preventif, advokasi,
dan deteksi dini dalam pencegahan
bencana.
11. Sektor
Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang
bencana tsunami dan abrasi pantai.
12. Sektor
Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan kajian dan penelitian
sebagai bahan untuk merencanakan
penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada masa pra
bencana,
tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.
13. TNI/POLRI
membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat darurat termasuk
mengamankan lokasi yang ditinggalkan
karena
penghuninya mengungsi.
B.
Peran dan Potensi
Masyarakat
1.
Masyarakat
Masyarakat
sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus korban
bencana harus mampu dalam batasan tertentu menangani bencana
sehingga diharapkan bencana tidak
berkembang
ke skala yang lebih besar.
2.
Swasta
Peran
swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta cukup menonjol pada
saat kejadian bencana yaitu saat
pemberian
bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari sektor swasta ini akan
sangat berguna bagi peningkatan
ketahanan
nasional dalam menghadapi bencana.
3.
Lembaga Non-Pemerintah
Lembaga-lembaga
Non Pemerintah pada dasarnya memiliki fleksibilitas dan kemampuan yang memadai
dalam upaya penanggulangan
bencana. Dengan koordinasi yang baik
lembaga
Non Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi dalam upaya
penanggulangan bencana mulai dari tahap sebelum, pada saat dan pasca bencana.
4.
Perguruan Tinggi /
Lembaga Penelitian
Penanggulangan
bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan berdasarkan penerapan
ilmupengetahuan dan teknologi yang
tepat.
Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari lembaga-lembaga
pendidikan dan penelitian.
5.
Media
Media
memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik. Untuk itu peran
media sangat penting dalam hal
membangun
ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam
memberikan informasi kebencanaan
berupa peringatan dini, kejadian bencana serta upaya penanggulangannya,
serta pendidikan kebencanaan
kepada
masyarakat.
6. Lembaga
Internasional
Pada
dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga internasional,
baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurta maupun pasca bencana. Namun
demikian harus mengikuti
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
BAB V
STANDAR MINIMAL
Standar Pelayanan Minimal (SPM) dianggap sebagai
tindakan yang logis bagi
Pemerintah
Daerah karena beberapa alasan. Pertama, didasarkan kemampuan daerahnya
masing-masing, maka
sulit bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan semua kewenangan/fungsi
yang ada. Kedua, dengan munculnya
SPM memungkinkan bagi Pemerintah
Daerah
untuk melakukan kegiatannya secara “lebih terukur”. Ketiga, dengan SPM yang
disertai tolok ukur pencapaian
kinerja yang logis dan riil akan memudahkan bagi masyarakat untuk
memantau kinerja aparatnya,
sebagai
salah satu unsur terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah
sebuah kebijakan
publik yang mengatur mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
setiap warga secara minimal.
Kebijakan
ini kemudian diperjelas melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Disamping itu, PP ini kemudian
ditindaklanjuti pula
dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100/757/OTDA/2002
tanggal 8 Juli 2002 mengenai
Pelaksanaan
Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Sebagai tindak lanjut
pelaksanaan SPM ini adalah
diterbitkanya
PP No.65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan
Standar Pelayanan Minimal dan PP No.6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan dan Penetapan
Standar Pelayanan Minimal. SPM menyangkut dua konsep utama, yaitu tolak ukur
penyedia layanan bagi penyedia
layanan dan acuan mengenai kuantitas dan
kualitas
layanan bagi pengguna layanan.
Adapun
program pengurangan resiko bencana
pemerintah
provinsi Sumatera barat tergampar pada
rencana
penanggulangan bencana sebagai berikut :
Fokus, Program dan Kegiatan Penanggulangan Bencana Letusan Gunung
Api
FOKUS PROGRAM KEGIATAN
A. Perlindungan
Masyarakat dari Bencana Letusan Gunung Api
Fokus
:
1.
Pencegahan
dan Mitigasi Bencana Letusan Gunung Api
2.
Kesiapsiagaan
Bencana Letusan Gunung Api
Program :
1. Pencegahan dan mitigasi non struktural
2. Pencegahan dan mitigasi struktural
3. Pembangunan Sistem Peringatan Dini
Bencana di Zona Prioritas Penanggulangan Bencana
Provinsi
4. Peningkatan kapasitas evakuasi masyarakat
5. Penyelenggaraan latihan kesiapsiagaan di kawasan rawan bencana
Letusan Gunung Api
Kegiatan :
1.
Pengawasan
atas pelaksanaan tata guna lahan daerah konservasi
2.
Alokasi dan
pemindahan masyarakat dari kawasan rawan bencana
Letusan Gunung Api
3.
Pembangunan
Sistem Peringatan Dini
4.
Penyusunan
dan Penetapan Rencana Evakuasi di Zona Prioritas
Penanggulangan Bencana
5.
Pembangunan
dan Pemeliharaan prasarana dan sarana kesiapsiagaan bencana
6.
Peningkatan
kapasitas sarana prasarana evakuasi masyarakat di
Zona Prioritas Penanggulangan Bencana Provinsi
B. Penanganan
Bencana Letusan Gunung Api
Fokus :
1. Tanggap Darurat Bencana Letusan Gunung Api
2. Pemulihan Bencana Letusan Gunung Api
Program :
1. Penyelenggaraan Operasi Darurat Bencana
2. Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Kegiatan :
1.
Kajian
Cepat Bencana
2.
Pencarian,
penyelamatan & evakuasi
3.
Pemenuhan
kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara,
layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi
4.
Pemulihan
darurat fungsi prasarana dan sarana kritis
5.
Pengkajian
kerusakan dan kerugian
6.
Penyusunan
rencana aksi rehabilitasi rekonstruksi
7.
Pemulihan
prasarana sarana publik dan rekonstruksi rumah warga
korban bencana
8.
Pemulihan
kesehatan dan kondisi psikologis
Ada beberapa hal yang diperhatikan
dan didalami dalam proses asesmen ini yaitu mengenai respon dan penanganan dari
pemerintah daerah, dan situasi di beberapa titik pengungsian yang
merepresentasikan keadaan pengungsian secara keseluruhan.
1.
Respon
dan penanganan dari pemerintah daerah.
Lima hari pasca meletusnya gunung Krakatau membuat masyarakat yang tinggal
diwilayah lereng kaki gunung harus mengungsi. Respon dari berbagai kalangan
dalam memberikan bantuan juga mengalir. Disinilah pusat informasi mengenai
kondisi dan situasi setelah letusan gunung Krakatau tersebut. Ketika tim datang ke
sana, terlihat pemerintah daerah sedang melakukan rapat yang setelah diketahui
rapat tersebut membahas tentang koordinasi dan pembagian tugas.
Inilah mengapa kemudian setelah
dilihat langsung ke titik pengungsian yang terjauh belum mendapatkan bantuan,
karena ternyata ditingkat pemerintah sendiri baru akan menyusun pembagian tugas
dan koordinasi. Sulitnya lagi sampai dilakukannya asesmen ini belum juga ada
data terpilah berkaitan dengan data anak, lansia, perempuan.
Seyogyanya pada tingkatan Kabupaten
sudah memiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) atau paling tidak
Satlak. Beberapa tim dari BNPB langsung terjun ke lapangan untuk membantu
melakukan penanganan langsung terhadap situasi darurat meletusnya gunung
krakatau.
2.
Situasi
pengungsian.
Mengenai situasi pengungsian di 3
titik tersebut merepresentasikan suatu keadaan yang belum normal dirasa.
Beberapa hal spesifik yang diperhatikan tentang ketidaknormalan antara lain:
· Kesehatan.
Dari
3 titik pengungsian yang telah diasesmen memerlihatkan bahwa ada beberapa
penyakit yang dominan diderita oleh para pengungsi. Diantaranya adalah demam,
diare, masuk angin, batuk dan sesak nafas. Berdasarkan informasi yang didapat
dari beberapa orang yang mengungsi mengatakan bahwa penanganan kesehatan hanya
mengandalkan obat-obatan yang ada dan bidan desa. Karena dua wilayah
pengungsian yang didatangi jaraknya cukup jauh dari pusat kota.
· Pemenuhan kebutuhan kelompok rentan
(balita dan ibu hamil).
Keberadaan
masyarakat di pengungsian membuat mereka tidak memiliki bahan pokok yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan mengungsi. Khususnya bagi kelompok rentan yaitu balita
dan ibu hamil. Pentingnya asupan makanan yang bergizi tinggi sangatlah dibutuhkan
oleh balita dan ibu hamil. Namun dari pemantauan di tiga titik pengungsian
tersebut terlihat masih kurangnya stock logisitik yang dimiliki seperti susu,
bubur bayi, susu ibu hamil. Adapun bantuan yang datang tetapi jumlahnya tidak
sebanding dan lebih banyak bantuan berupa mie instan, air mineral, selimut dan
makanan ringan. Jika ini terus terjadi maka akan berakibat fatal bagi
kelompok-kelompok rentan tersebut.
· Air bersih dan Sanitasi
Masyarakat
Karo memanfaatkan Jambur (tempat berkumpul untuk acara-acara adat) sebagai
tempat pengungsian mereka. Pada umumnya di jambur telah disiapkan kamar mandi
umum, sehingga saat ini bisa digunakan masyarakat untuk MCK (Mandi Cuci Kakus).
Masalah air juga tidak menjadi kendala seperti yang terlihat, karena jambur
sudah dilengkapi dengan sumber air yang cukup. Selama mengungsi
kebutuhan MCK bisa menggunakan kamar mandi warga yang telah tersedia. Akan
tetapi bila pengungsi akan semakin banyak karena belum jelasnya status dari
Gunung Krakatau tersebut maka kebutuhan untuk
penyediaan sanitasi akan sangat dibutuhkan.
· Logistik
Lambatnya
penanganan pemerintah daerah dalam menyalurkan bantuan yang didapatkan membuat
para pengungsi sulit untuk mendapatkan kebutuhan makanan dan kesehatan.
Khususnya titik-titik pengungsian yang jaraknya jauh dari pusat pemerintahan.
Juga lambatnya informasi tentang status gunung Krakatau membuat masyarakat sulit untuk
menetukan tindakan. Untuk kembali ke desa mereka juga cukup jauh jaraknya dari
tempat mereka mengungsi sekarang. Karena ketika mereka mengungsi tidak sempat
membawa apapun, “hanya baju dibadan yang dibawa” kata salah seorang
pengungsi. Saat ini ketersediaan logistic yang ada di tiga titik pengungsian
tersebut hanya bisa bertahan untuk beberapa hari, karena jumlahnya tidak
sebanding antara jumlah pengungsi dengan ketersediaan logistic yang ada.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak
gunung berapi di sana (Gunung Krakatau) yang sirna karena letusannya
sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Letusan itu sangat dahsyat; awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa.
B. Saran
Bencana kita tidak tahu kapan
datangnya, untuk itu agar kiranya harus tetap siapsiaga akan bencana yang terjadi. Dan menjaga dan
melestarikan hasil bumi agar tidak terjadi erupsi pada gunung.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Kesehatan RI.2007.
Pedoman Teknis Penanggulangan
Krisis Kesehatan Akibat
Bencana - Panduan bagi Petugas Kesehatan yang Bekerja
dalam Penanganan Krisis Kesehatan Akibat Bencana di Indonesia. Jakarta.
(Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi).
contact@bnpb.go.id BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
0 komentar:
Posting Komentar