RSS

metode penelitian



BAB II
PEMBAHASAN
A.    KERANGKA KONSEP
Konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisai dari hal-hal yang khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nam vriabel. Jadi variabel adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai tau bilangan dari konsep. Variabel adalah sesuatu yang bervariasi.
Contoh : sehat adalah suatu konsep, istilah ini mengungkap sejumlah observasi tentang hal-hal atau gejala yang mencerminkan kerangka keragaman kondisi kesehatan seseorang. Untuk mengetahui apakah seseeorang itu “sehat” atau “tidak sehat” maka pengukuran konsep “sehat” tersebut harus melalui konstruk atau variabel-variabel, misalnya : tekanan darah, denyut nadi, Hb darah, kolesterol, gula darah, dan sebagainya. Tekanan darah, denyut nadi,Hb, dan sebagainya ini adalah variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur atau mengobservasi apakah seseorang tersebut “sehat” atau ‘tidak sehat”.
Sosial ekonomi adalah suatu konsep, dan untuk mengukur sosial ekonomi keluarga misalnya, harus melalui variabel tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, dan sebagainya. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep ini dikembangkan atau diacukan kepada tujuan penelitian yang dirumuskan, serta didasari oleh kerangka teori yang telah disajikan dalam tinjauan kepustakaan sebelumnya. Dengan perkataan lain kerangka konsep adalah merupakan formulasi atau simplifikasi dari kerangka teori atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut. Oleh sebab itu, kerangka konsep ini terdiri dari variabel-variabel serta hubungan variabel yang satu dengan yang lain. Dengan adanya kerangka konsep akan mengarahkan kita untuk menganalisis hasil penelitian.


Contoh 1
Judul penelitian
Determinan perilaku Ibu tentang pemberian makanan terhadap anak balita, di Wilayah Kerja Puskesmas Mapang.
Kerangka konsep penelitain ini dapat digambarkan  sebagai berikut :
Skema 9.1
Kerangka Konsep Penelitian Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemberian Ibu tentang gizi
Faktor predisposisi :
-          Pendidikan
-          Pengetahuan
-          Sikap
-          persepsi

 



           
Faktor pendorong :
-          Sikap dan perilaku petugas
-          Media promosi
Faktor pendukung :
-          Pendapatan keluarga
-          Ketersediaan makana
Perilaku ibu tentang gizi
 







                INDEPENDENT VARIABLES                   DEPENDENT VARIABLE

            Dari contoh kerangka konsep penelitian tersebut diatas dapat dilihat ada 4 konsep yaitu konsep tentang faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor pendorong terhadap terjadinya perilaku, dan konsep perilaku ibu tentang gizi itu sendiri. Tiap konsep, masing-masing mempunyai variabel-variabel sebagai indikasi pengukuran masing-masing konsep tersebut. Misalnya untuk mengukur konsep faktor predisposisi maka dapat melalui variabel pengetahuan, pendidikan, sikap, dan persepsi.
Konsep perilaku ibu tentang gizi sebagai variabel dependen ( variabel tergantung ) disini dapat diukur melalui variabel “ praktik pemberian makanan kepada anak balita “. Artinya perilaku pemberian makanan oleh ibu-ibu ini dapat diobservasi atau diukur dari praktik ibu-ibu dalam memberikan makanan kepada anak balita mereka. Apakah mereka memberikan makanan kepada anak balita mereka atau tidak, bila memberikan bagaimana frekuensinya, caranya, dan sebagainya.
Contoh 2
Judul penelitian
Hubungan antara sosial ekonomi dengan perilaku ibu dalam pemberian makanan kepada anak balita, di wilayah kerja puskesmas pasar minggu.
Kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Sosial-Ekonomi :
-          Pendidika
-          Pekerjaan
-          Pendapatan keluarga
-          kepercayaan


Perilaku pemberian makanan anak balita
Pengetahuan tentang gizi
Sikap terhadap gizi
Umur ibu
 










            INDEPENDENT                                CONFOUNDING                      DEPENDENT
            VARIABLES                                     VARIABLES                             VARIABLE
Pada contoh diatas menggambarkan bahwa hubungan antara faktor sosial ekonomi ibu ( independent ) dengan variabel perilaku pemberian makanan anak balita dapat diganggu atau dirancu oleh variabel-variabel : pengetahuan ibu dan sikap ibu tentang gizi, dan umur ibu. Variabel-variabel ini disebut variabel pengganggu ( confounding variables ), yang uraiannya dapat diikuti dalam bagian lain dibawa ini. Hal ini berarti bahwa perilaku pemberian makanan kepada anak balita tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi ibu, tetapi juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap ibu terhadap gizi, serta umur ibu. Misalnya tingkat pendidikan ibu sama, tetapi perilaku pemberian makan kepada anak balita berbeda, kemungkinan juga karena pengetahuan atau sikap ibu terhadap gizi berbeda. Pendapatan keluarga ibu sama, tetapi perilaku ibu dalam memberikan makanan kepada anak balita berbeda, kemungkinan disebabkan umur ibu tersebut berbeda.
B.     VARIABEL
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki olehn anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain. Defenisi lain mengatakan bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dan sebagainya. Variabel juga dapat diartikan sebagai konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai. Misalnya : badan, sosial, ekonomi, mahasiswa, kinerja dan sebagainya adalah konsep. Selanjutnya konsep ini dapat diubah menjadi variabel dengan cara memusatkan pada aspek tertentu. Misalnya:
a.       Badan ( konsep )   berat badan, tinggi badan ( variable )
b.      Mahasiswa ( konsep )   jenis kelamin mahasiswa, umur mahasiswa, prestasi mahasiswa, dan sebagainya ( variabel )
Dari uraian dan contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep dapat diukur atau diamati ( diteliti ) melalui variabel-variabel.


Berdasarkan sifatnya variable dapat dibedakan menjadi :
a.       Variable kontinu, yakni variabel yang dapat ditentukan nilainya dengan jarak, misalnya : berat badan, tinggi badan, pendapatan, dan sebagainya.
b.      Variabel deskrit ( kategori ), apabila nilainya tidak dapat dinyatakan dengan nilai pecahan. Variabel ini dibedakan menjadi variabel dikotomi, misal jenis kelamin, status perkawinan, dan sebagainya, dan variable polytomi, misalnya jumlah anak, pendidikan, pendapatan dan sebagainya.
Berdasarkan hubungan fungsional atau perannya variabel dibedakan menjadi :
1.      Variabel tergantung, terikat, akibat, terpengaruh atau dependent variabel atau variabel yang dipengaruhi.
2.      Variabel bebas, sebab, mempengaruhi atau independent variabels atau variabel risiko.
Disebut variabel tergantung atau dependen karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel bebas atau variabel independen. Misalnya, variabel jenis perilaku memberikan ASI ( dependen ) dipengaruhi oleh variabel pengetahuan tentang ASI ( independen ), variabel pendapat ( dependen ) dipengaruhi oleh variabel pekerjaan ( independen ), dan sebagainya.
Dengan perkataan lain independent variables merupakan variabel risiko atau sebab, dan dependent variabel merupakan variabel akibat atau efek. Misalnya ibu sering melahirakn sebagai faktor atau variabel risiko untuk anemia ibu hamil, kurang kegiatan fisik ( olah raga ) merupakan faktor risiko ( independent variable ) terhadap hipertensi ( akibat atau dependent variable ), dan sebagainya.
3.      Variabel pengganggu ( confounding ) :
Variabel pengganggu atau confounding variable adalah variable yang mengganggu terhadap hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variable pengganggu ini ada apabila terdapat faktor atau variable ketiga pengganggu yang berkaitan dengan faktor risiko dan faktor akibat outcome.  Variabel pengganggu dapat terjadi dengan 2 cara : membuat suatu perbedaan yang nyata antara kelompok-kelompok, meskipun sebenarnya perbedaan tersebut tidak ada, atau menyembunyikan suatu perbedaan yang sebenarnya ada.
Confounding dapat terjadi efek yang ditimbulakan oleh variabel risiko tidak kuat, atau dengan perkataan lain efek tersebut juga berhubungan dengan variabel lain yang erat hubungannya dengan variabel risiko dan efek. Contoh, seringnya ibu melahirkan merupakan faktor risiko terhadap anemia ibu hamil, maka mungkin status sosial ekonomi akan menjadi variabel pengganggu atau confounder bila rata-rata sosial ekonomi ibu sering melahirkan dan jarang melahirkan di dalam populasi penelitian sangat berbeda. Karena anemia ibu hamil pada umumnya berhubungan dengan sosial ekonomi keluarga.
Contoh hubungan antara confounding denagn variabel pokok :
INDEPENDENT VARIABLES
Pengetahuan Kespro
Hubungan seks Pranikah
DEPENDENT VARIABLE
 





Lingkungan Sosial Remaja
   

Umur kehidupan Beragama
 


CONFOUNDING  VARIABLES
 





C.    HIPOTESIS
Hasil suatu penelitian pada hakikatnya adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dalam perencanaan penelititan. Untuk mengarahkan kepada hasil penelitian ini maka dalam perencanaan penelitian perlu dirumuskan jawaban sementara dari penelitian ini. Jawaban sementara dari suatu penelitian ini biasanya disebut hipotesis, jadi, hipotesis di dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian maka hipotesis ini dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak. Bila diterima atau terbukti maka hipotesis tersebut menjadi tesis.
Kesimpulan yang diperoleh dari pembuktian atau analisis data dalam menguji rumusan jawaban sementara atau hipotesis itulah, hasil akhir suatu penelitian. Hasil akhir penelitian ini disebut juga kesimpulan penelitian , generalisasi atau dalil yang berlaku umum, walaupun pada taraf tertentu hal tersebut mempunyai perbedaan tingkatan sesuai dengan tingkat kebermaknaan ( significantcy ) dari hasil analisis statistik. Hasil pembuktian hipotesis atau hasil akhir penelitian ini juga sering disebut tesis. Hipotesis ditarik dari serangkaian fakta yang muncul sehubungan dengan masalah yang diteliti. Dari fakta dirumuskan hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain dan membentuk suatu konsep yang merupakan abstraksi dari hubungan antara berbagai fakta.
Hipotesis sangat penting bagi suatu penelitian karena dengan hipotesis ini maka penelitian diarahkan. Hipotesis dapat membimbing ( mengarahkan ) dalam pengumpulan data. Secara garis besar hipotesis dalam penelitian mempunyai peranan sebagai berikut :
a.       Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian
b.      Memfokuskan perhatian dalam rangka pengumpulan data
c.       Sebagai paduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta atau data
d.      Membantu mengarahkan dalam mengidentifikasi variabel-variabel yang diteliti ( diamati ).
Mengingat hipotesis merupakan paduan dalam menganalisis hasil penelitian, sedangkan hasil penelitian itu harus menjawab tujuan penelitian maka suatu hipotesis harus sejalan atau konsisten dengan tujuan penelitian, utamanya tujuan khususnya. Oleh sebab itu, sebelum merumuskan hipotesis harus dilihat lagi tujuan penelitiannya. Dari hipotesis, peneliti menarik kesimpulan dalam bentuk yang masih sementara dan harus dibuktikan kebenarannya ( hipotesis ) sebagai titik tolak atau arah dari pelaksanaan penelitian. Memperoleh fakta untuk perumusan hipotesis dapat dilakukan antara lain dengan :
1.      Memperoleh sendiri dari sumber aslinya, yaitu dari pengalaman langsung di lapangan, seperti : rumah sakit, puskesmas, atau laboratorium. Dalam mengemukakan fakta ini kita tidak berusaha untuk melakukan perubahan atau penafsiran dari keaslian fakta yang diperoleh.
2.      Fakta yang didentifikasikan dengan cara menggambarkan atau menafsirkannya dari sumber yang asli, tetapi masih berada di tangan orang yang mengidentifikasi tersebut sehingga masih dalam bentuknya yang asli.
3.      Fakta yang diperoleh dari orang yang mengidentifikasi dengan jalan menyusunnya dalam bentuk penalaran abstrak, yang sudah merupakan simbol berpikir sebagai generalisasi dari hubungan antara berbagai fakta atau variabel.
Fakta adalah sangat penting dalam penelitian, terutama dalam perumusan hipotesis. Sebab, hipotesis merupakan kesimpulan yang ditarik berdasarkan fakta yang ditemukan. Hal ini berarti sangat berguna untuk dijadikan dasar membuat kesimpulan penelitian. Meskipun hipotesis ini sifatnya suatu ramalan, tetapi bukan hanya sekedar ramalan. Sebab, hipotesis ditarik dari dan berdasarkan suatu hasil serta problematika yang timbul dari penelitian pendahuluan dan hasil pemikiran yang logis dan rasional. Hipotesis dapat juga dirumuskan dari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan maslah yang diteliti.
1.      Bentuk rumusan hipotesis
Pada hakikatnya hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang sesuatu yang diduga atau hubungan yang diharapkan antara dua fariabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris. Biasanya hipotesis terdiri dari pernyataan terhadap adanya atau tidak adanya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas ( independent variables ) dan variabel terikat ( dependent variable ). Variabel bebas ini merupakan variabel penyebabnya atau variabel pengaruh, sedang variabel terikat merupakan variabel akibat atau variabel terpengaruh.

Contoh :
Merokok adalah penyebab penyakit kanker paru. Di dalam contoh ini merokok adalah variabel independen ( penyebabnya ), sedangkan kanker paru-paru merupakan variabel dependen atau akibatnya.
Seperti telah diuraikan diatas, bahwa hipotesis adalah suatu kesimpilan sementara atau jawaban sementara dari suatu penelitian. Oleh sebab itu, hipotesis harus mempunyai landasan teoritis, bukan hanya sekedar suatu dugaan yang tidak mempunyai landasan ilmiah, melainkan lebih dekat kepada suatu kesimpilan. Ciri-ciri suatu hipotesis adalah :
a.       Hipotesis hanya dinyatakan dalam bentuk pernyataan ( statement ), bukan dalam bentuk kalimat tanya.
b.      Hipotesis harus tumbuh dari ilmu pengetahuan yang diteliti. Hal ini berarti bahwa hipotesis hendaknya berkaitan dengan lapangan ilmu pengetahuan yang sedang atau akan diteliti.
c.       Hipotesis harus dapat diuji, hal ini berati bahwa suatu hipotesis harus mengandung atau terdiri dari variabel-variabel yang dapat diukur dan dapat dibanding-bandingkan. Hipotesis yang tidak jelas pengukuran variabelnya akan sulit mencapai hasil yang objektif.
d.      Hipotesis harus sederhana dan terbatas. Artinya hipotesis tidak akan menimbulkan perbedaan-perbedaan, pengerrtian, serta tidak terlalu luas sifatnya.
Agar dapat merumuskan hipotesis yang memenuhi kriteria tersebut perlu dipertimbangkan berbagai hal antara lain yang terpenting adalah teknik yang akan digunakan dalam menguji rumusan hipotesis yang dibuat. Apabila suatu teknik tertentu dalam rumusan hipotesis tersebut sudah ditetapkan, maka bentuk rumusan hipotesis yang dibuat dapat digunakan dalam penelitian.
2.      Jenis-jenis rumusan hipotesis
Berdasarkan bentuk rumusnya hipotesis dapat digolongkan menjadi 3 yakni :
a.      Hipotesis kerja
Adalah suatu rumusan hipotesis dengan tujuan untuk membuat ramalan tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala muncul. Hipotesis ini sering juga disebut hipotesis alternative, karena mempunyai rumusan dengan iimplikasi alternatif di dalamnya. Biasanya menggunakan rumusan pernyataan : “ jika……, maka……”. Artinya, jika suatu faktor atau variabel terdapat atau terjadi pada suatu situasi, maka ada akibat tertentu yang dapat ditimbulkannya.
Contoh sederhana :
1.      Jika sanitasi lingkungan suatu daerah buruk, maka penyakit menular di daerah tersebut tinggi.
2.      Jika persalinan dilakukan oleh dukun yang belum dilatih, maka angka kematian bayi di daerah tersebut tinggi.
3.      Jika pendapatan per kapita suatu negara rendah, maka status kesehatan masyarakat di negara tersebbut rendah pula.
di samping rumusan hipotesis seperti tersebut, beberapa peneliti merumuskan hipotesis kerja ini sebagai berikut :
a.       Ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan penyakit menular.
b.      Ada hubugan antara persalinan yang dilakukan oleh dukun terlatih dengan kematian bayi.
c.       Ada hubungan antara pendapatan per kapita dengan status kesehatan masyarakat.
Meskipun pada umumnya, rumusan hipotesis seperti tersebut sebelumnya sering digunkan, tetapi hal tersebut bukan satu-satunya rumusan hipotesis kerja. Karena dalam rumusan hipotesis kerja yang paling penting adalah bahwa rumusan hipotesis harus dapat memberi penjelasan tentang kedudukan masalah yang diteliti,, sebagai bentuk kesimpulan yang akan diuji. Oleh sebab tu, penggunaan rumusan lain seperti diatas masih dapat dibenarkan secara ilmiah.
b.      Hipotesis nol atau hipotesis statistik
Hipotesis nol yang mula-mula diperkenalkan oleh bapak statistika fisher, dirumuskan untuk ditolak sesudah pengujian. Dalam hipotesis nol ini selalu ada implikasi “ tidak ada perbedaan “, yang rumusannya adalah : “ tidak ada perbedaan antara………dengan…….”
Dengan perkataan lain hipotesis nol dibuat untuk menyatakan sesuatu kesamaan atau tidak adanya suatu perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok atau lebih mengenai suatu hal yang dipermasalahkan.
Contoh sederhana hipotesis nol :
1.      Tidak ada perbedaan tentang angka kematian akibat penyakit jantung antara penduduk kota dengan penduduk desa.
2.      Tidak ada perbedaan antara status gizi anak balita yang tidak mendapat ASI pada waktu bayi, dengan status gizi anak balita yang mendapat  ASI pada waktu bayi.
3.      Tidak ada perbedaan angka penderita sakit diare antara kelompok penduduk yang menggunakan air minum dari PAM dengan kelompok penduduk yang menggunakan aira minum dari sumur. Dan lain-lain.
c.       Hipotesis hubungan dan hipotesis perbedaan
Hipotesis dapat juga dibedakan berdasarkan hubungan atau perbedaan dua variabel atau lebih. Hipotesis hubungan berisi tentang dugaan adanya hubungan antara dua variabel. Misalnya, ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan praktik pemeriksaan hamil. Hipotesis dapat diperjelas menjadi : makin tinggi tingkat pendidikan ibu, makin sering ( teratur ) memeriksakan kehamilannya. Sedangkan hipotesis perbedaan menyatakan adanya ketidaksamaan atau perbedaan diantara dua variabel ; misalnya, praktik pemberian ASI ibu-ibu di kelurahan X berbeda dengan praktik pemberian ASI ibu-ibu di nkelurahan Y. hipotesis ini lebih dielaborasi menjadi : praktik pemberia ASI ibu-ibu dikelurahan X lebih tinggi bila dibandingkan dengan praktik pemberian ASI ibu-ibu dikelurahan Y.
D.    DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
Agar variabel dapat diukur dengan menggunakan instrumen atau alat ukur, maka variabel harus diberi batasan atau defenisi yang operasional atau “definisi operasional variabel”. Definisi operasional ini penting dan diperlukan agar pengukuran variabel atau pengumpulan data ( variabel ) itu konsisten antara sumber data ( responden ) yang satu dengan yang lain. Disamping variabel harus didefenisi operasionalkan juga perlu dijelaskan cara atau metode pengukuran, hasil ukur atau kategorinya, serta skala pengukuran yang digunakan. Untuk memudahkan, biasanya definisi operasional itu disajikan dalam bentuk “matriks” yang terdiri dari kolom-kolom.
a.       Defenisi operasional
Adalah uraian antara variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Misalnya :
-          Defenisi operasional tentang variabel “status gizi” anak balita, adalah hasil penimbangan atau pengukuran berat badan dan tinggi badan anak balita berdasarkan umur.
-          Defenisi operasional variabel “pendidikan” adalah lamanya sekolah atau tingkat sekolah  yang telah diikuti oleh responden. Dan lain-lain
b.      Cara pengukuran
Adalah dengan metode atau cara apa yang digunakan peneliti untuk mengukur atau memperoleh informasi ( data ) untuk variabel yang bersangkutan. Misalnya, mengacu kepada contoh defenisi operasional diatas :
-          Untuk variabel status gizi cara pengukurannya dengan menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan.
-          Untuk variabel pendidikan cara pengukurannya dengan wawancara.
c.       Hasil ukur atau kategori
Adalah mengelompokkan hasil pengukuran variabel yang bersangkutan. Misalnya, mengacu kepada contoh defenisi operasional diata :
-          Untuk variabel status gizi, hasil ukurannya : gizi buruk, gizi kurang.dan Gizi baik (normal)
-          Untuk variabel pendidikan, hasil ukurannya : SD, SMP, SMA, dst, atau : rendah ( tidak sekolah dan SD ), menengah ( SMP DAN SMA ), dan tinggi ( di atas SMA )
d.      Skala pengukuran variabel
Skala pengukuran yang luas digunakan dalam penelitian adalah yang dikembangkan oleh S.S Stevens yang membagi tingkat ukuran kedalam 4 kategori yakni :


1.      Skala nominal
Skala ini merupakan tingkat pengukuran yang paling sederhana. Nomor yang diberikan kepada obyek tidak mempunyai makna besaran, tetapi hanya sekedar pemberian label. Nomor itu tidak disusun sesuai dengan nomor urut atau di jumlah.
Contoh :
Jenis kelamin ( pria, wanita );
Agama ( islam, katolik, protestan, hindu/budah, konghucu );
( ya, tidak ); golongan darah (A, B, AB, O )
2.      Skala ordinal
Pada pengukuran ordinal, penomoran opbyek disusun menurut besarnya. Skala ordinal dapat dipakai untuk menyusun urutan ( rank ), tapi nomor-nomor itu sendiri tidak menujukkan jarak yang sama antara dua nomor.
Contoh :
Stadium penyakit ( berat, sedang, ringan );
Pendidikan ( SD, SMP, SMA, PT );
Umur ( bayi, anak, dewasa, tua );
Status sosial ekonomi ( bawah, menengah, atas )
3.      Skala interval
Skala ini mempunyai sifat berurutan. Kelebihan pada skala ini adalah bahwa jarak nomor yang sama menunjukkan juga jarak yang sama pada sifat yang diukur. Besar interval dapat ditambah atau dikurangi. Perlu diperhatikan bahwa yang di jumlah bukanlah kuantitas atau besaran, tetapi interval. Pada skala interval tidak ada titik nol absolut.
Contoh :
Frekuensi napas, tekanan darah, nadi, hb, pengetahuan dan derajat celcius. Misalkan 0 adalah titik air beku dan buka berarti tidak ada suhunya. Karena tidak ada titik nol sebenarnya pada skala, maka tidak dapat dikatakan bahwa 4 derajat celcius menggambarkan 4 kali sepanas 0 derajat celcius.
4.      Skala rasio
Skala rasio adalah tingkat pengukuran tertinggi dan seharusnya merupakan cara pengukuran yang didambakan oleh setiap peneliti. Skala rasio selain memiliki sifat skala nominal, ordinal, dan interval juga mempunyai titik nol absolut dengan makna empiris. Pada skala rasio semua operasi matematik ( penam,bahan, pengurangan, pengalian, dan pembagian ) dapat diterapkan.
Contoh :
Besarnya penghasilan ( Rp ), berat badan ( gram ) dan tinggi badan ( cm ).
Tingkat pengukuran ini makin tinggi nilainya secara berurutan dari skala nominal ke skala rasio. Secara praktis perbedaan antara skala interval dan rasio tidak perlu dirisaukan oleh karena baik skala interval maupun skala rasio uji statistik yang digunakan tidak berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Notoatmodjo. Soekidjo. metodologi penelitian kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. 2010.
Stang. Biostatistik I. ujung pandang. 1998.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar